26.7 C
Jakarta
22 November 2024 - 04:39
PosBeritaKota.com
Komunitas

Pemilik Burung Kicau Resah, JANGKRIK Makin Langka dan Mahal di Pasar

JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Jangkrik sebagai makanan burung berkicau, keberadaannya di Jakarta dan sekitarnya belakangan ini makin langka di pasaran. Kalaupun ada harganya terus membubung tinggi sehingga mulai meresahkan komunitas kicau mania.

Hal itu diungkapkan sejumlah anggota komunitas, baik pemilik burung, pedagang makanan burung, maupun peternak jangkrik. “Parah banget nih. Sekarang beli jangkrik susah sekali dan harganya sangat mahal. Di toko pakan banyak yang kosong, terpaksa beli ke pasar,” keluh Heru di Pasar Burung Pramuka, Jl Raya Pramuka, Jaktim, Sabtu (1/9).

Kelangkaan jangkrik ini membuat para pemilik burung kicau kelabakan. “Karena jangkrik sudah menjadi makanan utama bagi burung kicau seperti murai batu, kacer, jalak, anis, cucak rawa, hwamei, dan lainnya. Pada hari normal, harganya relatif murah, jauh di bawah harga kroto,” tambah warga Kemayoran, Jakpus.

Menurutnya kalau yang langka kroto, tidak masalah karena burung dikasih jangkrik dan pur saja tetap rajin ngoceh. “Tapi kalau yang langka jangkrik, bikin semua pemilik burung kelabakan. Apalagi kalau kroto juga ikut langka, wah makin kacau deh,” ujar Heru.

Menurutnya banyak pemilik burung tak mau pakai kroto, karena kondisinya lebih sering langka dan harga normalnya sangat mahal. Satu ons kroto antara Rp 30 ribu dan Rp 50 ribu.

Supriyadi, pedagang pakan burung di pasar tersebut, menjelaskan kelangkaan jangkrik sudah terjadi sekitar satu bulan. “Kabar dari para peternak, produktivitas jangkrik menurun drastis, dikarenakan musim kemarau berkepanjangan,” paparnya. Berhubung langka, maka harga jadi naik hampir dua kali lipat.

Harga jangkrik satu kilo atau sekarung besar, biasanya Rp 55 ribu, tapi sekarang sudah mencapai Rp 100 ribu. “Jualan eceran Rp 5 ribu biasanya dapat 40-50 gram sekarang cuma 30 gram,” jelasnya.

Salah satu peternak, Giyanto, membenarkan para pembudidaya jangkrik di Jakarta maupun daerah Jawa Barat semuanya mengalami masa paceklik. “Hal ini dikarenakan kemarau panjang sehingga banyak telur yang tidak menetas. Kalaupun menetas, juga banyak yang mati,” kata Giyanto yang rutin mengedrop jangkrik di kawasan Kemayoran, Pademangan, dan Tanjung Priok.

Pada cuaca normal, telur jangkrik 400 gram bisa menghasilkan sekitar 80 kilogram jangkrik muda yang dipanen setiap 27 hari. “Sementara saat ini untuk produksi, anjlok setengahnya,” tambahnya. ■ RED/JOKO

Related posts

Bersama Yayasan Humaniora, KOMUNITAS SAHABAT KARTINI Terus Melayani Kasih Tak Berkesudahan

Redaksi Posberitakota

DI PENGHUJUNG 2021, YAYASAN HUMANIORA RUMAH KEMANUSIAAN BERSAMA KASIH SERAHKAN BANTUAN KE PEKERJA SENI – JANDA – PEMULUNG & WARGA TAK MAMPU

Redaksi Posberitakota

Tak Semata Incar Hadiah, KONTES MURAI jadi Ajang Naikkan Harga Burung

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang