JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah oknum peradilan diantaranya diduga hakim, panitera dan sejumlah orang terkait kasus perdata di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/11) malam.
Penangkapan terhadap panitera yang juga pernah terjadi beberapa waktu lalu di tempat yang sama ini dibenarkan ketua KPK, Agus Rahardjo “Benar ada giat (OTT) tadi malam sampai dinihari di Jakarta. Sudah diamankan 6 orang,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media.
Kendati belum diketahui siapa saja nama oknum- oknum yang terjaring OTT oleh KPK, namun terulangnya kejadian tersebut, sangat disesalkan oleh sejumlah pihak dan kalangan.
“Saya heran. Padahal sudah beberapa kali terjadi OTT terhadap sejumlah oknum peradilan. Tapi, mengapa masih saja mereka nggak kapok, ya?” ucap advokat Stefanus Gunawan SH M.Hum.
Sambil mengelus dada, praktisi hukum yang juga Ketua Komite Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesi Advokat Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) kubu Juniver Girsang ini menyebutkan jelas peristiwa OTT ini membuktikan hukuman terhadap pelaku korupsi belum memberikan efek jera. “Apalagi hal ini melibatkan oknum hakim maupun panitera,” katanya.
Advokat jebolan magister Universitas Gajahmada ini menambahkan kasus OTT di dunia hukum sudah sangat mencoreng citra peradilan itu sendiri.
“Herannya, bukan baru kali ini saja. Tapi sudah sering terjadi dan berkesinambungan terus menerus. Mereka bagai tak ada takutnya. Hukum maupun aturan seolah sudah tidak diindahkan lagi,” ucap dia.
Menurut Advokat yang pernah menerima penghargaan ‘The Leader Achieves In Development Award’ dari ‘Anugerah Indonesia’ dan ‘Asean Development Citra Award’s dari Yayasan Gema Karya’ ini membuat semua pihak prihatin. Ini membuktikan lemahnya pengawasan internal dalam penegakan hukum.
“Ini bukti bahwa suap menyuap, jual-beli hukum dan melacurkan profesi masih terjadi. Kenapa? Yang jelas kita harus mengakui bahwa hal ini merupakan lemahnya pengawasan internal dan aturan-aturan yang hanya sebatas slogan saja,” katanya.
Ditambahkan Stefanus Gunawan bahwa sampai saat ini, masih belum terlihat adanya keseriusan serta niat dari aparat penegak hukum itu sendiri dalam menciptakan negara yang bersih dari korupsi.
“Buruknya mental dan perilaku aparat penegak hukum harus dibina. Selain itu, selaku atasan jangan saling lempar tanggungjawab. Tapi harus gentle dan berani bertanggungjawab secara moral dan memegang budaya malu atas prilaku bawahan yang memperjual-belikan hukum,” tegasnya.
Oleh karenanya, diharapkan Stefanus Gunawan, kedepan agar kasus sejenis tidak terulang lagi, pimpinan dalam hal ini MA harus punya sikap tegas terhadap oknum seperti itu. Kalau hukuman saja belum bisa memberi efek jera, tidak ada salahnya jika mereka dipecat secara tidak hormat. Kalau perlu, mereka dimiskinkan sekalian.
“Yang jelas, Pemerintah dan MA harus segera berbenah diri. Tujuannya agar masyarakat jangan selalu dipertontonkan dengan ketidak-beresan peradilan saja. Ini sungguh memalukan,” pungkas Stefanus Gunawan. ■ RED/BUDHI