SLAWI (POSBERITAKOTA) – Tak ada rotan, akar pun jadi. Pepatah itu nampaknya berlaku bagi pasangan suami dan istri, Abdul (45) dan Saripah (41). Karena tak gampang mendapat pekerjaan begitu saja, biarpun kini harus jadi pengangkut sampah di wilayah Pasar Margasari maupun warga di sekitarnya, tetap tekun dilakoni keduanya.
Hanya sayangnya, kedua sosok yang bisa disebut sebagai ‘Pejuang Sampah‘ itu, belum mendapat perhatian dari instansi terkait (Dinas Kebersihan-red) atau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal. Padahal, pengabdiannya sudah cukup lama, meski sebagai tenaga lepas seperti itu.
Dalam aktifitasnya, Abdul yang merupakan warga Desa Jembayat, Kecamatan Margasari bersama istrinya yakni Saripah, hampir setiap malam berkutat dengan kotoran dan bau sampah. Keduanya, mulai pukul 00.00 WIB dan pada saat orang lain mulai asyik terlelap tidur, justru berperang melawan alias bekerja untuk membersihkan sampah pasar dan jalanan.
“Pekerjaaan ini, selalu saya lakoni setiap hari. Mulai malam hingga dinihari. Sedang alat pengangkutnya, saya dan istri menggunakan kendaraan roda tiga yang dibeli dengan modal pribadi,” curhat Abdul apa adanya kepada POSBERITAKOTA, Senin (20/5) dinihari.
Tak cuma itu saja. Abdul sangat berharap apa yang sudah dilakukan, mendapat perhatian baik dari pengelola Pasar Margasari atau bahkan Pemkab Tegal. Contoh kecil saja, menurut dia, nyaris tak pernah mendapat bantuan berupa sarung tangan, sepatu both serta lainnya sebagai pendukung pekerjaannya tersebut.
Nah, bagaima soal penghasilan Abdul, selama ini? Pria paruh baya yang pantas disebut sebagai ‘Pejuang Sampah’ satu ini, mengaku tetap mendapat penghasilan. Hanya saja tak memadahi jika untuk memenuhi kehidupan keluarganya sehari-hari.
Abdul menjelaskan bahwa dirinyabmendapat kompensasi kolektif sebesar Rp 200 ribu dari warga sekitar Pasar Margasari, juga dari pedagang kuliner senilai Rp 150 ribu. Sedangkan dari pihak pengelola Pasar Margasari rada lumayan yakni mencapai Rp 1,2 juta untuk setiap sebulan sekali. ■ RED/CAHYO NOEGROHO SOEGITO/GOES