BEKASI (POSBERITAKOTA) – Sejumlah pedagang aneka barang dan makanan di mal-mal kawasan Bekasi ‘menjerit‘ lantaran perolehan omzet masih saja belum normal. Faktornya bukan hanya akibat kuantitas pengunjung, tapi juga karena daya beli masyarakat atau tingkat konsumerisme yang masih rendah. Bicara soal pendapatan, baru sebatas 30 persen dari 100 persen, jika mengacu kondisi sebelum ada era pandemi COVID-19.
Saat POSBERITAKOTA melakukan pemantauan langsung ke mal-mal sepanjang Selasa (16/11/2021) kemarin, banyak mendapati counter (kios) sebagian tutup. Ada yang sejak setahun lalu atau baru dua tiga bulan belakangan ini. Umumnya diakibatkan pengunjung yang sepi alias minus yang datang untuk berbelanja.
Mega (Giant) Bekasi, Metropolitan Mall (MM) dan Bekasi Trade Centre (BTC) serta lainnya, nampak lenggang. Tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, di lobi mal tersebut selalu dipadati pengunjung yang baru datang atau usai berbelanja. Bahkan para pengojek online (Ojol) hilir mudik mengantar maupun jemput penumpang.
Siti (20 tahun), karyawan atau penjaga toko yang menjual baju koko – sejadah – sarung serta aneka keperluan ibadah sholat lainnya, mengaku ada saja pengunjung atau orang yang datang untuk belanja. Hanya saja, katanya, tidak seramai dua tahun sebelumnya. Karena itu berpengaruh ke jumlah karyawan di sini.
“Saya cuma berdua jaga di sini. Sebelumnya kan, ada 5 sampai 6 karyawan. Bicara pengunjung dan pembeli sangat minim. Omzet jeblok alias menurun drastis,” ucap remaja putri berhijab yang sudah bekerja di salah satu counter Mega ‘Giant’ Mal Bekasi sejak 4 tahun silam itu.
Sama seperti yang dikeluhkan ibu Ramawati (48 tahun), pedagang makanan dan minuman. Ia bilang usahanya nyaris tutup, karena penghasilan tak bisa menutupi modal. Padahal cuma dagang masakan Padang, mie instans, kopi, teh manis serta ditambah jualan rokok.
Para pedagang HP dan aksesoris, juga mengalami penurunan drastis dalam hal omzet. Asep (32 tahun) mengaku saat ini sulit untuk jual HP secound antara 1 atau 2. “Padahal, kalau laku, untungnya ya lumayan,” jelas pedagang handphone di BTC Bekasi.
“Bayangin kalau omzet cuma Rp 200 sampai Rp 300 ribu. Penghasilan itu malamnya harus belanja lagi. Berbeda saat tiga tahun silam, bisa dapat omzet Rp 1 sampai Rp 1,5 juta,” keluhnya.
Sementara itu di MM Bekasi, seperti dikatakan Fahrudin (38 tahun), jualan baju dan buku-buku dengan harga obral saja sulit dapat pembeli. Biasanya, tambah dia, agak ramai kalau pas jatuh hari Sabtu atau Minggu.
“Jadi, kalau omzet terus-terusan cuma dapat Rp 250 ribu, nantinya bakal nggak ada duit lagi buat sewa tempat. Di sini mahal sewanya, bayarnya juga harus tahunan,” tutur pria asal Minang tersebut.
Wajah-wajah lesu para penjaga toko atau pedagang yang menjajakan barang secara emperan, sebelumnya paling banyak didatangi pengunjung. Jika ada 10 pembeli, rata-rata merogoh kocek antara Rp 50 sampai Rp 100 ribu, agak lumayan omzetnya.
Sejumlah meja/bangku yang disiapin penjual makanan dan minuman siap saji, sama saja banyak yang melompong. Begitu pula soal jumlah karyawan, dari 8 atau 10 orang, kini tinggal 4 orang. ■ RED/AGUS SANTOSA