26.1 C
Jakarta
1 November 2024 - 07:04
PosBeritaKota.com
Syiar

ADA 10 TANDA-TANDA LEMAHNYA IMAN & BISA JADI PENGIKAT PALING PENTING KEPADA UMAT ISLAM

OLEH : SODIQ JAFAR

SEJATINYA, manusia itu lemah dan hanya dengan iman kepada-NYA, mereka bisa menjadi kuat. Apalagi jika berada di dalam jamaah. Maksud melemahkan iman selalu menjadi tujuan setan, agar umat Islam takluk dengan dunia yang penuh tipu daya ini.

Karena itulah, ada ’10 Tanda Lemahnya Iman’ dan bisa jadi pengingat yang penting kepada umat Islam. Berikut ini adalah tulisan Sodiq Fajar, seperti yang termuat dalam laman Dakwah.id dan pernah disampaikan dalam khutbah Jum’at.

Khutbah

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

وَقَالَ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ:

Kami wasiatkan kepada diri kami, juga kepada jamaah sekalian dengan wasiat yang sangat mulia. Mari tingkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah ‘azza wajalla. Mari pegang teguh syariat-syariat-NYA. Juga mari tegakkan syariat shalat wajib lima waktu. Mari tunaikan hak-hak dan kewajiban – kewajiban kita sebagai hamba Allah ‘azza wajalla dengan sebaik-baiknya.

Tidak ada bekal yang dapat menyelamatkan kita dari siksa api neraka, kecuali dengan bekal iman dan taqwa kepada Allah ‘azza wajalla. Karenanya,
tingkatkan ketaqwaan dan ketaatan kita kepada syariat Allah ‘azza wajalla. Ketahuilah, seburuk-buruk umat adalah umat yang suka melanggar syariat-syariat Allah ‘azza wajalla. Seburuk-buruk umat adalah umat yang tidak mau taat kepada Allah ‘azza wajalla.

Kita meyakini dengan pasti bahwa iman itu dapat bertambah juga dapat berkurang. Iman akan bertambah dengan amal ketaatan. Iman akan berkurang dengan amal kemaksiatan dan dosa.

Bahwa melemahnya iman seseorang tentu ada tanda-tandanya. Jelas banyak sekali. Tanda-tanda lemahnya iman ini harus kita pahami dengan baik. Selalu kita ingat. Selalu kita jadikan bahan muhasabah dan evaluasi diri setiap hari.

Jadi, dengan mengenali tanda lemahnya iman, kita berhadap kepada Allah ‘azza wajalla agar kita mampu mengendalikan diri sehingga kita memiliki kesempatan untuk menjaga iman kita agar tidak terus merosot. Lantas, apa saja tanda lemahnya iman?

PERTAMA: Malas melaksanakan amal ketaatan dan cenderung meremehkannya.

Bentuk atau tanda lemahnya iman yang paling mudah dikenali adalah tumbuhnya rasa malas untuk melaksanakan amal ketaatan. Tanda yang lebih serius dari itu adalah meremehkan amal ketaatan. Terutama yang sifatnya amal tambahan atau nafilah.

Jika pun mau melaksanakan amal ketaatan, itu dilaksanakan dengan penuh kemalasan. Persis seperti firman Allah ‘azza wajalla ketika menyebutkan beberapa sifat orang munafik yang suka malas mengerjakan shalat.

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa’: 142)

Apabila orang yang malas melaksanakan amal ketaatan, tumbuh dari sikap kurangnya rasa kepedulian terhadap hukum dan keutamaan amal ketaatan tersebut. Akhirnya, ia mulai meremehkan kedisiplinan waktu pelaksanaan amal ketaatan. Seolah, ia telah kehilangan harapan besar untuk mengharap pahala dari Allah ‘azza wajalla.

Sedangkan tanda lemahnya iman berupa malas ibadah ini terwujud dalam sikap menunda pelaksanaan haji padahal dirinya mampu. Mundur dari medan perang padahal dia mampu untuk maju. Menunda pelaksanaan shalat wajib padahal tidak ada uzur. Kemudian bermalas-malas mendatangi shalat Jumat padahal dalam kondisi longgar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ عَنِ الصَّفِّ الأَوَّلِ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى النَّارِ

“Tiada henti-hentinya suatu kaum mengakhirkan dari shaf pertama sehingga Allah mengakhirkan mereka dalam neraka.” (HR. Abu Daud No. 679)

Pada saat tidur, sama sekali tidak memiliki kewaspadaan, jika saja tidurnya melampaui jadwal waktu shalat. Bahkan ia tidak berhasrat untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan. Termasuk tidak peduli untuk ikut shalat bersama kaum muslimin. Ia tidak peduli untuk ikut menyalatkan dan mengantar jenazah muslim ke pemakamannya. Bahkan tidak peduli untuk ikut melaksanakan shalat gerhana bersama kaum muslimin.

Gambaran ini sangat bertolak belakang dengan sifat seorang mukmin sejati, sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wajalla,

فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

“Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sungguh, mereka selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90).

KEDUA : Melakukan kedurhakaan dan dosa.

Tanda lemahnya iman yang kedua adalah melakukan kedurhakaan dan dosa. Jika diri kita mulai merasa ringan melakukan kedurhakaan, perbuatan dosa dan perbuatan maksiat, bisa jadi iman kita sedang melemah.

Yakni terlalu sering melakukan kedurhakaan bisa berubah menjadi kebiasaan. Jika telah menjadi kebiasaan, otomatis ia akan merasa berat untuk meninggalkannya. Secara perlahan, rasa takut dan kesadaran bahwa itu adalah perbuatan dosa pun akan hilang dari lubuk hatinya. Pada akhirnya, pelakunya mulai berani melakukan kedurhakaan secara terang-terangan. Persis seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Semua umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam hari, kemudian ketika pagi dia berkata (kepada orang lain), ‘Hai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu!’, padahal di waktu malam Rabbnya telah menutupinya (yaitu tidak ada orang yang mengetahuinya), namun di waktu pagi dia membongkar tirai Allah terhadapnya (yaitu menyampaikan kepada orang lain).” [HR. Al-Bukhari No. 6069; HR. Muslim No. 2990].

KETIGA : Tidak marah jika menyaksikan pelanggaran syariat.

Tanda lemahnya iman yang berikutnya adalah tidak adanya rasa marah jika menyaksikan pelanggaran syariat. Baik berupa pelanggaran terhadap hal-hal yang haram atau pelanggaran terhadap aturan-aturan syariat Islam lainnya.

Pertanyaanya, mengapa itu bisa menimpa seseorang? Sebab, ghirah dalam hatinya telah padam, sehingga anggota tubuhnya tidak mampu lagi mengingkari pelanggaran-pelanggaran syariat tersebut. Dari mimik wajahnya pun, sama sekali tidak ada perubahan ekspresi ketika melihat kemungkaran terjadi.

Ini tanda iman sedang lemah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا عُمِلَتْ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا وَقَالَ مَرَّةً أَنْكَرَهَا كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا

“Jika ada satu kemaksiatan dikerjakan di muka bumi, maka orang yang melihat lalu membencinya,” dalam riwayat lain, “Lalu ia mengingkarinya, ia seperti orang yang tidak melihatnya. Sedangkan bagi orang yang tidak melihatnya, namun ia ridha dengan kemaksiatan tersebut, maka ia seperti orang yang melihatnya.” (HR. Abu Daud No. 4345)

KEEMPAT : Menilai sesuatu dengan standar dosa atau tidak dosa, mengabaikan standar hukum makruh.

Menilai sesuatu dari sisi terjadinya dosa atau tidak, serta tidak mau melihat dari sisi perbuatan yang makruh, merupakan tanda lemahnya iman. Praktiknya seperti berikut ini.

Ada sebagian orang ketika hendak melakukan suatu pekerjaan, maka dia tidak bertanya tentang pekerjaan yang baik, tetapi dia bertanya apakah pekerjaan ini menjurus kepada dosa atau tidak, apakah pekerjaan itu menjurus kepada dosa atau tidak, haram atau sekedar makruh saja?

Kondisi kejiwaan seperti ini dapat menyeret dirinya kepada syubhat dan perbuatan – perbuatan yang dimakruhkan. Lambat laun menjurus kepada hal-hal yang diharamkan.

Mengapa demikian? karena pelakunya tidak memiliki proteksi untuk tidak melakukan perbuatan yang dimakruhkan atau pekerjaan yang syubhat meskipun memang hal tidak tergolong perbuatan yang diharamkan. Fenomena seperti ini persis seperti yang pernah digambarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَّ وِإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ

“Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Berikut ini merupakan contoh yang lain, yakni ada sebagian orang yang ketika meminta fatwa atau bertanya tentang hukum suatu permasalahan syar’i, lalu ustadz atau Syaikh yang ditanya menjawab haram, penanya masih saja bertanya apakah bobot keharamannya keras atau tidak, seberapa berat dosa yang ditimbulkan, dan semisalnya.

Bahkan model penanya seperti ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki keinginan kuat untuk menjauhi hal yang haram dan cenderung meremehkan dosa-dosa kecil. Pada akhirnya, dengan sifat seperti ini justru ia akan terjatuh pada hal yang diharamkan tersebut tanpa sadar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا

قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ.

قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا.

“Niscaya aku akan melihat beberapa kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan kebaikan laksana gunung-gunung Tihamah yang putih, kemudian Allah ‘azza wajalla menjadikannya debu yang beterbangan.”

Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, jelaskanlah sifat mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka sementara kami tidak tahu.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ketahuilah, mereka adalah saudara kalian, satu bangsa, dan bangun malam sebagaimana kalian. Tapi jika mereka menyendiri dengan larangan-larangan Allah SWT mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah No. 4245)

Ibnu Mas’ud berkata :

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا

“Sesungguhnya orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia duduk di pangkal gunung, ia khawatir gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang.” (HR. Al-Bukhari No. 6302)

KELIMA : Dada terasa sesak, perilaku mulai memburuk.

Apabila dada kita mulai sering terasa sesak, mudah gelisah karena urusan remeh, diikuti dengan perubahan perilaku yang semakin buruk, seperti sebelumnya tidak melakukan suatu kemaksiatan lalu tiba-tiba melakukannya, sebelumnya tidak melakukan suatu dosa tiba-tiba tumbuh keinginan untuk melakukannya, maka kita perlu waspada. Ini adalah salah satu tanda lemahnya iman.

Sebab, iman yang melemah akan menjadikan dadanya terasa sesak dan sempit. Allah ‘azza wajalla sirnakan rasa lapang dari hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

اَلْإِيْمَانُ: اَلصَّبْرُ وَالسَّمَاحَةُ

“Iman ialah kesabaran dan kelapangan hati.” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 554)

KEENAM : Jarang membaca al-Quran dan zikir

Sudah berapa lama kita tidak membaca al-Quran? Sepekan, sebulan, atau bahkan setahun?

Kemudian, berapa sering kita berzikir mengingat Allah ‘azza wajalla, hanya setelah shalat saja, atau setelah shalat pun tidak berzikir dan langsung keluar masjid?

Maka, waspadalah, karena lalainya kita dari membaca al-Quran adalah tanda lemahnya iman.

Pertanyaannya kemudian, kenapa bisa demikian?

Orang yang imannya kuat adalah orang yang selalu mengingat Allah ‘azza wajalla. Di mana pun dan kapan pun. Ia memiliki semangat untuk terus menggali makna di balik ayat-ayat Allah ‘azza wajalla. Artinya, interaksi dirinya dengan al-Quran tentu sangat sering.

Sebaliknya, orang yang lemah imannya adalah orang yang paling lali dari mengingat Allah ‘azza wajalla. Jangankan menggali makna di balik ayat-ayat al-Quran, membacanya saja ia tidak ada keinginan, berzikir saja jarang.

KETUJUH : Gila hormat, jabatan dan ketenaran.

Seandainya diri kita mulai merasa nyaman dan sangat menikmati pujian orang lain, sangat menikmati ketenaran, sangat menikmati gelar dan jabatan, tanpa diiringi ketaqwaan kepada Allah ‘azza wajalla, maka kita patut untuk waspada. Sebab semua itu merupakan tanda lemahnya iman.

Fenomena seperti ini telah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ

“Kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan.” (HR. Al-Bukhari No. 7146)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah mengingatkan tentang hakikat kepemimpinan dan jabatan,

إِنْ شِئْتُمْ أَنْبَأْتُكُمْ عَنِ الْإِمَارَةِ وَمَا هِيَ؟ أَوَّلُهَا مَلَامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وثَالِثُهَا عَذَابٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ عَدَلَ

“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu? Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab di hari kiamat, kecuali pemimpin yang adil.” (HR. Ath-Thabarani No. 132 dalam Mu’jam al-Kabir, 18/71).

Dalam riwayat lain beliau juga bersabda :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ عِبَادُ اللَّهِ قِيَامًا، فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا مِنَ النَّارِ

“Barang siapa suka jika hamba-hamba Allah bangkit berdiri untuk dirinya, maka ia akan menempati rumah dari api neraka.” (HR. Al-Bukhari No. 977 dalam Al-Adab al-Mufrad, 339)

KEDELAPAN : Tidak peduli dengan urusan kaum muslimin.

Tidak peduli dengan kondisi kaum muslimin dan hanya mementingkan urusan pribadi adalah salah satu tanda lemahnya iman. Sikap ini terwujud dalam banyak hal.

Pada saat ada saudara muslim yang tertimpa musibah, tidak mau menolongnya. Saudara muslim Uighur Turkistan Timur berada dalam kondisi penindasan agama; kalau shalat ke masjid, ditangkap dan dipenjara. Kalau mengenakan jilbab, ditangkap dan dipenjara. Kita sama sekali tidak peduli, tak mau mendoakan mereka. Padahal kita tahu tentang itu. Ini adalah tanda lemahnya iman kita.

Selain itu lagi, ada saudara kita yang terkena musibah banjir, kita diam saja. Tidak mau bergerak menolong mereka. Bahkan, mendoakan mereka saja, kita enggan. Ini adalah tanda lemahnya iman kita.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :

إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الْإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لِأَهْلِ الْإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِي الرَّأْسِ

“Sesungguhnya kedudukan orang mukmin dalam bagian orang-orang beriman itu laksana kedudukan kepala pada badan, ia akan merasakan penderitaan yang menimpa orang-orang beriman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena rasa sakit di bagian kepala.” (HR. Ahmad No. 22877).

KESEMBILAN : Tidak tergugah untuk beramal bagi kepentingan Islam dan kaum muslimin.

Tanda lemahnya iman seseorang yang berikutnya adalah tidak tergugah hatinya untuk beramal untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin. Tidak mau berusaha berkontribusi pada hal-hal yang menyangkut kepentingan Islam dan kaum muslimin.

Bekerja hanya bertujuan mencari harta untuk kepentingan pribadi. Memiliki usaha, hasilnya hanya untuk menambah harta pribadi, membangun rumah yang megah, membeli mobil di luar batas kebutuhan. Memiliki kelebihan kemampuan fisik dan skill hanya digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Dari semua itu, sama sekali tidak ada yang dialokasikan untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin.

Ini semua adalah tanda lemahnya iman kita. Sangat jauh berbeda dengan karakter para sahabat yang berada di sekeliling Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Seorang pemuda, Ibnu Amr langsung beranjak melakukan dakwah kepada kaumnya sesaat setelah dia masuk Islam. Dia langsung menyeru kaumnya dan langsung memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk mengajak mereka masuk Islam. Dia meminta kepada Rasulullah untuk kembali kepada kaumnya setelah masuk Islam.

Tetapi mayoritas orang-orang pada zaman sekarang hanya duduk tenang-tenang dan tidak memiliki rasa tanggungjawab untuk melakukan dakwah meskipun sudah sekian lama dia sebagai orang Muslim.

Tsumamah bin Atsal radhiyallahu ‘anhu. Seorang pemimpin penduduk Yamamah. Ketika dia ditawan dan diikat di masjid lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawarinya agar masuk Islam, dan Allah memasukkan cahaya iman di dalam hatinya, maka dia pun masuk Islam dan pergi untuk melaksanakan umrah.

Setibanya di Makkah dia pun berkata lantang kepada orang-orang kafir Quraisy, “Biji-biji gandum tidak akan dikirim dari Yamamah kepadamu sekalian kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengizinkannya.

Baru masuk Islam, Tsumamah bin Atsal langsung menyatakan keberpihakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melakukan embargo ekonomi kepada orang-orang yang memusuhi dan menyiksa kaum muslimin waktu itu.

KESEPULUH : Berlebihan dalam urusan duniawi.

Terkait tanda lemahnya iman yang kesepuluh adalah berlebihan dalam urusan duniawi. Jika kita merasa berada pada batas berlebihan dalam urusan makan dan minum, makan harus di restoran yang mewah, minum harus minuman yang bermerek, maka kita perlu waspada. Ini merupakan tanda iman kita sedang melemah.

Jika kita merasa berada pada batas berlebihan dalam urusan pakaian, beli baju harus mahal, beli sepatu harus branded, beli kendaraan harus yang mahal, maka kita perlu introspeksi diri. Ini merupakan tanda lemahnya iman.

Seseorang yang telah terjebak dalam sifat berlebihan pada urusan duniawi, maka ia akan sulit keluar dari jebakan itu, tanpa hidayah dan inayah Allah ‘azza wajalla, jika tidak segera ingat atau diingatkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal ketika ia diutus ke Yaman untuk berdakwah,

إِيَّاكَ وَالتَّنَعُّمَ، فَإِنَّ عِبَادَ اللهِ لَيْسُوا بِالْمُتَنَعِّمِينَ

“Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah!” (HR. Ahmad No. 22105. Hadits hasan menurut Syaikh al-Albani).

Demikian, itulah sepuluh tanda lemahnya iman yang sangat perlu untuk kita ingat selalu. Semoga Allah ‘azza wajalla senantiasa menjaga diri kita dari berbagai hal yang dapat melemahkan iman kita kepada-NYA. (***)

Related posts

Prof Dailami Firdaus Silaturahim Ketemu Habib Rizieq Bahas Umat di Tanah Air

Redaksi Posberitakota

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ULAS SOAL ‘KEUTAMAAN SURAH AL-FATIHAH’

Redaksi Posberitakota

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, SHALAT Perspektif Syariah – Tarekat & Hakekat (2)

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang