JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Rasullulah SAW dalam melakukan misinya mengingatkan bahwa manusia diberi petunjuk hidup dengan atau ada dua jalan. Baik itu jalan yang baik maupun jalan yang buruk. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam QS. Al-Balad [90] ayat 10:
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِۙ
Artinya : “Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan keburukan)”. (QS. Al-Balad [90] ayat 10)
Sedangkan proses dalam menerima petunjuk tersebut adalah bagaimana manusia mengembangkan kemampuan potensi akalnya untuk memahami alam yang telah diciptakan dan disediakan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Demikian intisari dari materi yang disampaikan Kombes Pol (Purn) DR. KH. Yahya Aqil, MM dalam khutbah Jum’at di hadapan puluhan ribu jamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, 17 Dzulqaidah 1443 H/17 Juni 2022 M.
“Islam diturunkan sebagai sebuah pedoman. Tujuannya agar manusia dapat menentukan mana yang baik dan yang batil. Islam merupakan agama samawi yang ajarannya berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan manusia. Kebaikan itu tak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Islam pun memberi petunjuk bagi seluruh kehidupan manusia, termasuk dalam memperlakukan alam dan lingkungan hidup,” tutur KH. Yahya Aqil, mengawali khutbah yang penuh keteduhan.
Dikatakannya bahwa Muslim mempunyai panduan jelas dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka didorong untuk ramah pada lingkungan dan tak merusaknya. Lingkungan adalah semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan. Sedangkan lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang berada di sekeliling makhluk hidup (organisme) yang mempunyai timbal balik terhadap makhluk hidup tersebut.
Sedangkan upaya pelestarian lingkungan artinya menjaga keberadaan lingkungan tetap selama-lamanya, kekal tidak berubah. Melakukan perbuatan sewenang-wenang terhadap lingkungan dengan cara mengeksploitasi tanpa memperhatikan akibatnya, jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Ketidakstabilan keadaan alam, bencana dan musibah yang terjadi dialam ini, karena disebabkan oleh ulah tangan manusia. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan manusia,agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (QS. Ar-Rum [30] ayat 41).
Menurut KH Yahya Aqil lagi bahwa pengelolaan lingkungan ini bertujuan demi tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup. Keselarasan dalam ajaran Islam mencakup 4 (empat) hal, di antaranya:
- Keselarasan dengan Tuhan (Allah subhanahu wata’ala).
- Keselarasan dengan masyarakat
- Keselarasan dengan lingkungan alam
- Keselarasan dengan diri sendiri
Begitu pula upaya pelestarian lingkungan hidup ini mendapat perhatian serius dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti terangkum dalam beberapa hadits tentang menghidupkan lahan yang mati, menanam pohon (reboisasi) dan hadts tentang larangan membuang hajat sembarangan. Pesan-pesan spiritual Nabi SAW tersebut menyadarkan kepada umatnya untuk selalu menngkatkan kepedulian terhadap lingkungan.
“Alam semesta ini diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala sangat sempurna. Untuk mengatur kelangsungan kehidupan makhluk-NYA di muka bumi, Allah SWT telah memberikan kepercayaan kepada manusia untuk memakmurkan dan mengelolanya dengan cara yang baik sehingga tidak terjadi bencana dimuka bumi,” jelasnya.
Allah SWT berfirman dalam QS. Hud ayat 61:
وَاِلٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًا ۘ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗهُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ ۗاِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُّجِيْبٌ
Artinya : “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata, hai Kaumku sembahlah Allah,sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah Menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kami pemakmurnya,karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat rahmat-Nya lagi memperkenankan doa hamba-Nya.” (QS. Hud [11]: 61)
Dalam ayat tersebut kata wasta’marakum berarti manusia diperintahkan untuk memakmurkan bumi, karena manusia mempunyai potensi dan memiliki kesiapan untuk menjadi makhluk yang membangun. Memakmurkan bumi pada hakikatnya adalah pengelolaan lingkungan secara benar dengan cara melaksanakan pembangunan dan mengolah bumi. Karena alam harus dijaga dan dilestarikan supaya tidak punah sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.
Apabila manusia mampu memakmurkan dan memelihara alam dengan baik, maka alam pun akan bersabat dengan kita. Allah SWT telah membentangkan bumi yang sangat luas beserta tumbuh-tumbuhan, laut dan seluruh ekosistem yang ada didalamnya. Gunung-gunung, batu, air dan udara, semua itu merupakan sumber daya alam. Bumi dan semua yang ada didalamnya, diciptakan Allah SWT untuk manusia, baik di langit maupun di bumi, daratan, lautan dan sungai-sungai, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 19 dan 20:
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَّوْزُوْنٍ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَّسْتُمْ لَهٗ بِرٰزِقِيْنَ
Artinya: “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup dan Kami Menciptakan pula makhluk-makhluk yang kamu sekalikali bukan pemberi rezeki kepadanya”. (QS. Al-Hijr: 19-20).
Dalam khutbahnya, KH Yahya Aqil, menyebut ada 6 (enam) prinsip Rasulullah untuk Pelestarian Lingkungan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandang alam ini secara integral. Hubungan asasi dan timbal balik antar manusia dan alam,dilandasi keyakinan bahwa perusakan akan membahayakan keselamatan dunia dan seisinya. Karena itu, Rasulullah meletakkan prinsip umum dalam melestarikan lingkungan berupa larangan melakukan perusakan di muka bumi.
Adapun ke 6 (enam) prinsip Rasulullah SAW tersebut sebagai berikut:
- Melarang pencemaran lingkungan.
Sabda beliau SAW: “Jauhilah tiga prilaku terlaknat, buang kotoran di sumber air, di pinggir jalan dan dibawah naungan pohon” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).
- Menghilangkan segala bahaya di jalan dan melarang dudukduduk di pinggir jalan.
Sesuai sabdanya SAW, “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan. Para sahabat bertanya,”bagaimna kalau terpaksa untuk duduk-duduk dan mengobrol?” Rasulullah SAW menjawab,”bila terpaksa,maka tunaikan semua hak jalan.” Mereka bertanya “apa haknya wahai Rasulullah ?”Beliau menjawab, “menundukkan pandangan mata, menjauhkan bahaya, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Menjaga kebersihan lingkungan.
“Barangsiapa yang masuk Masjid ini dan meludah padanya atau berdahak, maka hendaklah dia galilah lubang kemudian pendamlah ludah atau dahak itu. Apabila dia tidak melakukan demikian maka meludahlah di pakaiannya kemudian keluarlah dengannya” (HR. Abu Daud).
- Melarang melakukan pencemaran lingkungan.
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik yang mencintai kebaikan, Maha Bersih yang mencintai kebersihan. Oleh sebab itu, bersihkanlah halaman-halaman rumah kamu dan jangan merupai Yahudi“ (HR. Tirmizi).
- Menganjurkan umat manusia untuk menghidupkan lahan mati dan menanaminya dengan pepohonan.
“Anas radhiallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Tiada seorang muslim pun yang menanam tanaman kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang lainnya melainkan tercatat untuknya sebagai sedekah”.
- Melakukan penghematan energi. Yakni dengan cara menggunakan air.
“Namun, tahukah kita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk hemat dan tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan air?” Begitu ulasnya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau SAW bersabda:
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air)” (HR. Bukhari).
Lihatlah contoh teladan dari panutan kita, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau berwudhu, beliau hanya menghabiskan satu mud air. Padahal wudhu adalah salah satu ibadah yang penting, di mana shalat tidaklah diterima tanpa berwudhu dalam kondisi berhadats (tidak suci dari najis).
Jika dalam ibadah saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan untuk menghemat air, lalu bagaimana lagi jika menggunakan air di luar keperluan ibadah kepada Allah SWT? Tentu lebih layak lagi untuk berhemat dan disesuaikan dengan kebutuhan kita, serta jangan berlebih-lebihan.
“Demikianlah khutbah hari ini semoga membawa manfaat yang luar biasa terutama mengambil hikmah dan pelajaran bagaimana Tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Semoga pandemi COVID-19 dan variannya segera berakhir, minimal berganti ke endemi khususnya di Indonesia, sehingga kita bisa beraktivitas dan beribadah secara normal,” tutup KH. Yahya Aqil, apa adanya. ■ RED/AGUS SANTOSA