JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Dalam waktu 24 jam ini, Aksi Cepat Tanggap (ACT) tengah jadi sorotan luas di masyarakat, terkait pengelolaan dana umat. Tentu saja setelah beredarnya tagar-tagar seperti ‘aksi cepat tilep‘ dan ‘jangan percaya ACT’ bermunculan. Dan, hal itu pasca investigasi majalah Tempo yang mengangkat laporan utama berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’ terkait ACT.
Atas dasar itu pula muncul reaksi kalangan legislatif dari anggota Komisi VIII DPR RI. Bahkan, mereka mendesak sekaligus meminta agar polisi memberikan respon cepat untuk menangani heboh dana umat yang dikelola Yayasan ACT (Aksi Cepat Tanggap).
“Kalau sudah begini, saya berharap pihak aparat keamanan (polisi) untuk melakukan penyelidikan. Bahkan, kalau perlu ini dijadikan sebagai tindak pidana dan perlu dihukum,” ucap Marwan Dasopang, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Menurut Marwan lebih lanjut seharusnya ada izin pengelolaan dana yang dikumpulkan suatu lembaga untuk kegiatan kemanusiaan dan keagamaan. Bahkan, Kementerian Sosial (Kemensos), tambah dia, juga harus diikutsertakan dalam pengelolaan dana bantuan tersebut.
“Yang jelas, kita malah sudah bolak balik mengingatkan ke berbagai pihak termasuk Kementerian Agama dan Kementerian Sosial. Yakni tentang kelompok atau lembaga yang melakukan pengumpulan dana itu kan harus ada seizin Kemensos sebetulnya,” tegas Marwan, lagi.
Sebagai upaya mengantisipasi adanya penyelewengan dana, Marwan berharap untuk dilakukan audit kepada lembaga-lembaga yang melakukan pengelolaan dana umat. “Selain itu juga harus ada audit terhadap perjalanan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga. Jadi, bukan hanya ACT saja,” tutuele Marwan.
Dalam kesempatan yang berbeda, anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB Luqman Hakim juga meminta agar aparat kepolisian segera turun tangan. Jelas perlu dilakukan pengusutan supaya tidak ada penyelewengan dana umat di lembaga lain.
Karenanya, tambah dia lagi, polisi perlu melakukan langkah-langkah hukum untuk membuka tabir dugaan penyelewengan dana bantuan bencana yang dikumpulkan dari masyarakat oleh ACT.
“Seyogyanya proses hukum ini penting demi memberikan pelajaran bagi lembaga-lembaga filantropi lainnya sehingga tidak melakukan tindakan kejahatan yang sama. Maka apabila benar terjadi penyelewengan, pimpinan ACT harus dijatuhi hukuman pidana. Sebab, sudah merugikan masyarakat luas,” tuturnya.
Pada sisi lain, Luqman menyarankan agar pemerintah menyempurnakan regulasi untuk mengatur lembaga-lembaga filantropi. Hal tersebut, menurutnya, dilakukan supaya ada pertanggungjawaban atas pengelolaan dana yang telah dikumpulkan.
“Melalui kasus ACT ini, saya harap bisa menjadi momentu, terutama bagi pemerintah untuk menyempurnakan regulasi-regulasi yang mengatur lembaga-lembaga filantropi. Sehingga, ke depan, tidak mudah bagi pihak-pihak mengumpulkan dana masyarakat atas nama bencana dan kemanusiaan tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang jelas,” imbuh Luqman.
Sementara itu pihak ACT memberikan tanggapan, terkait
tagar ‘aksi cepat tilep’ ramai di media sosial. Sampai sejauh ini, ACT memastikan bahwa pihaknya masih tetap menjalankan amanah memberikan dana ke-59 juta penerima manfaat. Bahkan manajemen ACT yang diwakili Head of Public Relation ACT, Clara, menyebutkan sedang membahas langkah terbaik berkaitan dengan pemberitaan majalah Tempo. ■ RED/THONIE AG & AGUS S