JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Perjuangan yang tak pernah berhenti. Lagi, Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSP-TIM), menggelar kegiatan bertajuk ‘Panjang Umur Perjuangan – Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki’.
Untuk acaranya itu sendiri digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta Pusat. Rencananya berlangsung selama dua malam berturut-turut, Jumat dan Sabtu (23 – 24 September 2022) mulai malam ini atau tepatnya pada pukul 19.30 WIB.
Acara dengan semangat ‘poetic resistance’ tersebut menampilkan para pegiat seni musik, teater, tari, sastra, rupa dan film. Ratusan seniman menyatakan kesiapan tampil menyuarakan permasalahan faktual berkenaan dengan kebijakan Pemerintah dalam mengurus kesenian dan kebudayaan.
“Jadi, bukan hanya menyangkut revitalisasi TIM, tapi juga soal nasib ruang-ruang ekspresi kesenian di berbagai daerah,” terang Tatan Daniel, dari Forum Seniman Peduli TIM saat dihubungi POSBERITAKOTA.COM di Jakarta, Jum’at (23/09/2022).
Adapun untuk pengisi acara antara lain dari kelompok musik Lokal Ambience, Pandai Api, Jali Gimbs, Republik 21, Sanggar Saraswati, Bale Seni Intan Bulaeng, Arafat Ensamble, Pangjek dan kelompok seni tradisi Komunitas Ronggeng Deli.
Selain itu tampil pula Cilay Dance Theater, Joind Bayuwinanda, Agus Nur Amal, Agadebi, Willy Fwi, Buyung Surya, Cok Ryan Hutagaol, Exan Zen, Sihar Ramses Simatupang, Moctavianus Maheska, Sari Chikata, Endin Sas, Nuyang Jaimee, Qthink, Ipoer Wangsa, Titieq Chemonk, Eko Prakoso, dan sejumlah seniman lainnya. Termasuk para perupa, Edy Bonetsky, Dadang Ismawan, dan lain-lain. Sepanjang acara berlangsung digelar juga pameran foto dan pemutaran film.
Ditambahkan Tatan bahwa acara yang digelar di pelataran luas Teater Besar TIM tersebut, tidak berkaitan dengan rencana yang disebut-sebut sebagai ‘’grand-launching” (wajah baru TIM).
“Istilah itu kami tolak karena tidak mencerminkan sejarah panjang TIM. Tidak pula menyiratkan esensi dan fungsi TIM sebagai kawasan kesenian,” ungkap Pendiri Sanggar Laras, asal Kota Kisaran Asahan Sumatera Utara ini.
Dengan sejumlah persoalan silang kelibut yang absurd dan membuat bingung banyak pihak itu, maka FSP-TIM tidak dapat memahami alasan diselenggarakannya grand-launching wajah baru TIM.
“FSP-TIM menolak formalitas peresmian itu lantaran revitalisasi TIM sendiri masih belum tuntas,” kata Tatan.
Tatan menjelaskan, hajatan Panjang Umur Perjuangan – Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki, oleh FSP-TIM dimaksudkan sebagai ruang pengabaran. Mendedahkan perspektif yang lurus dan terang dari sudut pandang obyektif kalangan seniman tentang apa yang senyatanya terjadi (das Sollen), dan apa yang seharusnya (dan Sein).
Hampir tiga tahun usia gerakan #saveTIM, ujar Tatan, didukung oleh banyak tokoh, kalangan seniman dan budayawan. Seperti Ajip Rosidi, Radhar Panca Dahana, Butet Kartaredjasa, Mohamad Sobary, Afrizal Malna, Putu Wijaya, Maria Darmaningsih, Ratna Sarumpaet, Nano Riantiarno, Elly Lutan, Syahnagra, dan lainnya.
“Perjuangan kami tidak lain adalah upaya pengawalan terhadap kebijakan revitalisasi TIM. Seraya menawarkan berbagai kemungkinan baik yang patut; yang semestinya, dan bermaslahat,” ungkap mantan Kepala Anjungan Sumatera Utara TMII ini.
Terkait pengawalan tersebut, menurutnya dengan maksud mengeliminir berulangnya preseden buruk dalam pembangunan dan pengelolaan TIM, sebagaimana pernah terjadi di masa lalu. Pengalaman empirik yang traumatis, yang mengendap dalam benak banyak seniman.
Berawal dari diruntuhkannya Teater Tertutup, Teater Arena, Teater Terbuka, Wisma Seni, dan Sanggar Tari Huriah Adam. Bangunan peninggalan Gubernur Ali Sadikin, yang konsepnya bersumber dari buah pikir para seniman, seperti Ajip Rosidi, Ilen Surianegara, Oe. Effendi, Arif Budiman, Ramadhan KH dan kawan-kawan.
“Ruang-ruang ekspresi seni itu diratakan dengan tanah, hanya karena hasrat menghabisi dan menghapus jejak Ali Sadikin. Lalu dimunculkanlah iming-iming akan diganti dengan bangunan kesenian bertaraf internasional,” jelas Tatan, lagi.
Dikatakan Tatan bahwa gerakan yang dilancarkan FSP-TIM adalah gerakan yang sah dan legal. Bahkan diakui para pembuat kebijakan, antara lain DPRD DKI Jakarta, Komisi X DPR RI, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Event ‘Hajatan Panjang Umur Perjuangan – Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki‘ ini, terang Tatan lagi, menjadi momen introspeksi. Sebagai momen pengingat, ruang penyampaian pandangan dan pesan kritis seniman.
“Karena TIM adalah rumah bersama para seniman. Tidak hanya yang bergiat di Jakarta, tapi juga di berbagai mata angin Indonesia. Ia pun menjadi perlambang eksistensi kaum seniman di manapun, di segenap penjuru negeri ini,” ucap Tatan.
TIM adalah warisan luhur Ali Sadikin, Ajip Rosidi, dan kawan-kawan, sekaligus pula amanah yang dipinjam dari anak cucu. Oleh karena itu, wajib dijaga dengan sungguh-sungguh.
“Komersialisasi harus dijauhkan. Kewajiban Pemerintah terhadap TIM adalah obligasi kultural dan konstitusional tak boleh ditawar-tawar. Kewajiban yang sudah disuratkan dengan tegas dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” tegas Tatan, menutup keterangannya. ■ RED/AGUS SANTOSA