Kajian Utama Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta, HIKMAH ISRA MI’RAJ Bagi Seorang Hamba

OLEH : NURUL FAJRIAH

SESUNGGUHNYA Allah SWT Maha Suci dari ketidakmampuan, apapun yang Allah SWT Kehendaki, pasti terjadi. Allah SWT yang Maha Kuasa, Yang Mengatur segalanya, dari-Nya berasal segala sesuatu dan kepada-Nya kembali segala sesuatu.

Sayyid Muhammad Al-Malik Al-Hasani dalam tulisannya menyebutkan, bahwa dalam peristiwa Isra Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak disebut pangkat nabi dan rasul-Nya, melainkan kata ‘abdihi, karena itu adalah pangkat yang sesungguhnya menjadi pilihan Allah SWT, dalam QS Al-Isra/ 17: 1, Allah SWT menegaskan jati diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hamba-Nya, manusia yang paling sempurna pangkat dan posisi penghambaannya di sisi Allah SWT.

Dalam konteks inilah manusia diidealkan benar-benar menjadi hamba Allah SWT, dimana kita diperintahkan untuk meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka hal tersebut diberlakukan untuk menegaskan posisi kita sebagai hamba-Nya dan penghambaan kita kepada Allah SWT yang menentukan kualitas diri kita di hadapanNya. Allah SWT tidak mengangkat dan memuliakan seseorang dari pangkat, harta dan jabatannya, melainkan Allah SWT meletakkan kemuliaan, kebahagiaan, keselamatan manusia ialah ketika mereka benar-benar memposisikan dirinya sebagai.hamba Allah SWT.

Penghambaan juga bukan kata yang biasa, di dalamnya terdapat makna mendalam mengenai hubungan antara seorang hamba dengan Penciptanya dengan menerapkan ketundukan dan kepatuhan terhadap segala ketetapan Allah SWT.

Hal menarik lainnya dari kejadian Mi’raj ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat perintah shalat lima waktu yang kalau diamati secara cermat, shalat lima waktu itu mengimbolkan penghambaan manusia kepada Allah SWT.

Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya sujud sebagai wujud puncak dalam shalat. Sujud menjadi representasi penghambaan manusia kepada Allah SWT, sebagai tanda merendahkan diri dihadapanNya, disaat bersamaan dengan melakukan sujud tersebut, serta menghambakan diri kepada Allah SWT, setiap manusia akan diangkat martabatnya setinggi-tingginya, dan Isra‘ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ialah untuk menjemput
hal tersebut.

Dari langit dibawakan perintah shalat, dan dengan shalat kita akan naik lagi ke langit. Maka tidak lagi ada tawar menawar bagi kita di hadapan Allah SWT, kecuali benar – benar memurnikan penghambaan kita kepada-Nya dengan tidak mencampur-adukan kepada selain-Nya.

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri.(muslim).” (QS. Al-An’am [6]: 162-163).

Lewat shalat, kita juga disadarkan untuk senantiasa merealisasikan perdamaian dan menjaga ukhuwah, hal itu dipaparkan pada akhir shalat ketika kita mengucapkan assalamu’alaikum warahmatullah’ saat menoleh ke arah kanan dan kiri. Salam itu adalah wujud doa yang kita panjatkan, yaitu semoga Allah SWT melimpahkan rahmat kepada kalian semua.

Dalam shalat Allah SWT tidak hanya memerintahkan ibadah untuk kebaikan diri sendiri, melainkan juga kepada seluruh makhluk-Nya di buka bumi. Maka pesan moral dari peristiwa Isra Mi’raj atas wahyu yang Allah SWT tetapkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berupa shalat lima waktu ialah untuk meraih kebenaran yang hakiki.

Menegakkan shalat dapat kita resapi manfaatnya, karena di dalamnya terdapat dampak yang luas bagi kemaslahatan umat manusia di bumi. Ingat pesan Rasulullah: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. ath-Thabrani). Wallahu a’lam. © (***/goes)

Related posts

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, EPISTEMOLOGI MAKRIFAT (2)

Program Hikmah di Masjid Istiqlal Jakarta, UNTUKMU AGAMAMU & Untukku Agamaku

Ceramah Maulid di Masjid Fatahillah Pemprov DKI, USTADZ SOLMED Ajak Jamaah Bertransformasi Diri & Ikuti Teladan Nabi