Khutbah Jumat Masjid Istiqlal, DR KH ALI NURDIN MA Bicara Soal Memaksimalkan Ibadah di Bulan Suci Ramadhan

JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Dalam khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Dr KH Ali Nurdin MA selaku khotib berbicara soal bagaimana upaya memaksimalkan ibadah di bulan suci Ramadhan. Dihadapan tidak kurang dari 50.000-an lebih jamaah yang memadati masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut, ternyata materi khutbahnya mampu menyentuh kalbu bagi pendengarnya.

Diawal khutbahnya, KH Ali Nurdin menyebutkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Keistimewaan bulan Ramadhan dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama, bulan Ramadhan istimewa karena disyariatkannya ibadah puasa yang merupakan rukun Islam yang keempat, sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 183:
يَتَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ )

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa“.

Allah subhanahu wata’ala mengabarkan tentang segala yang Dia karuniakan kepada hamba – hamba-NYA dengan cara wajibkan atas mereka berpuasa sebagaimana Allah subhanahu wata’ala telah mewajibkan puasa itu atas umat – umat terdahulu, karena puasa itu termasuk di antara syariat dan perintah yang mengandung kemaslahatan bagi makhluk di setiap zaman.

Puasa juga menambah semangat bagi umat ini, yaitu dengan berlomba-lomba dengan umat lain dalam menyempurnakan amal perbuatan dan bersegera menuju kepada kebiasaan-kebiasaan yang baik. Dan, puasa itu juga bukanlah suatu perkara sulit yang khusus bagi kalian,” urainya.

Dari situ pula, lanjut khutbah KH Ali Nurdin, kemudian Allah subhanahu wata’ala menyebutkan hikmah disyariatkannya puasa seraya berfirman : “Agar kamu bertakwa,” karena sesungguhnya puasa itu merupakan salah satu faktor penyebab ketakwaan, karena berpuasa dalam merealisasikan perintah Allah subhanahu wata’ala dan menjauhi larangan-NYA“.

Kedua, Ramadhan istimewa karena diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala pada
Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِى أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتِ
مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ .

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…”

Selanjutnya, dipaparkan KH Ali Nurdin bahwa bulan puasa diistimewakan dengan turunnya Al-Qur’an di dalamnya pada malam Lailatul Qadar, atau dengan turunnya Al-Qur’an dalam satu jumlah dari Lauhil Mahfudz ke langit dunia sebagai petunjuk bagi manusia dari kesesatan dan ayat- ayat muhkamat yang memberi penjelasan berupa hidayah Tuhan yang kuat, jelas dan terang bagi akal sehat, yaitu pemisah antara yang haq dan bathil.

Ketiga, Ramadhan Istimewa karena menjadi bulan penghapus dosa dan kesalahan. Hal ini disebut dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barang siapa yang puasa Ramadhan karena iman
dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari No. 2014).

Dari hadis tersebut dan juga beberapa hadis lainnya dapat disimpulkan bahwa ampunan Allah SWT menjadi konsekuensi amalan-amalan shalih yang dilakukan di bulan suci Ramadhan. Dengan kata lain, Ramadhan bisa dijuluki dengan bulan ampunan Allah SWT atau bulan mensucikan diri.

IBADAH RAMADHAN AGAR LEBIH MAKSIMAL

“Di antara ikhtiar kita agar ibadah Ramadhan lebih maksimal dalam makna yang sebenarnya bukan hanya memperbanyak kuantitas ibadah ritual adalah pertama, meyakini bahwa kehadiran bulan Ramadhan dengan aneka macam rangkaian ibadah adalah anugerah dari Allah subhanahu wata’ala, danrahmat hendaknya kita menyambut dengan segenap kegembiraan dan kebahagian karena itu adalah bagian dari karunia dan rahmat Allah SWT,” urai KH Ali Nurdin, lagi.

Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Qur’an Surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ .
مِمَّا تَجْمَعُونَ )
خَيْرٌ
Artinya : Katakanlah “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-NYA itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan“.

Menurutnya bahwa Allah subhanahu wata’ala memerintahkan berbahagia dengan karunia dan rahmat-NYA di antaranya dengan kehadiran Ramadhan, karena hal itu memang menyebabkan kebahagiaan, semangat, serta bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dan menambah kekuatan serta keinginan kuat bagi jiwa untuk meraih ilmu dan iman dan meningkatkan keduanya, ini adalah kebahagiaan yang hakiki lagi dipuji. Lain halnya berbahagia dengan syahwat, atau kesenangan dan kenikmatan dunia atau berbahagia dengan kebatilan. Hal itu adalah sesuatu yang buruk yang seharusnya dihindari.

Kedua, meyakini ibadah puasa dan ibadah lainya adalah kebutuhan kita. Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkan apapun dari manusia termasuk tidak butuh keimanan dan ibadah manusia. Tetapi manusialah yang akan selalu membutuhkan Allah subhanahu wata’ala.

Hal ini ditegaskan dalam Qur’an Surat Fatir ayat 15:
يَتأَها النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَآءُ إِلَى اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنى الحميد)

Artinya: “Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji”.

Di antara makna ayat ini adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala menegaskan kepada semua manusia bukan hanya kepada yang telah beriman dan juga memberitahukan keadaan dan sifat mereka, bahwa mereka butuh kepada Allah  SWT dalam semua keadaan.

Mereka butuh diciptakan, mereka butuh diberikan kemampuan untuk melakukan sesuatu, mereka butuh diberi-NYA rezeki dan kenikmatan, mereka butuh dihindarkan dari bencana, mereka butuh diurus dan diatur-NYA, mereka butuh beribadah kepada-NYA, mereka butuh diajarkan-NYA sesuatu yang belum mereka ketahui, dan mereka butuh segalanya kepada Allah SWT, baik mereka sadari atau tidak.

Akan tetapi, orang yang diberi taufik di antara mereka seantiasa menyadari kebutuhannya baik yang terkait dengan urusan dunia maupun agama dan merendakan diri kepada-NYA serta meminta-NYA agar tidak menyerahkan urusan kepada dirinya walau sekejap pun serta membantunya dalam semua urusan, maka orang inilah yang lebih berhak mendapatkan pertolongan sempurna dari Allah Tuhannya, dimana Dia lebih sayang kepadanya daripada sayangnya seorang ibu kepada anaknya.

Ketiga, rangkaian ibadah Ramadhan akan lebih maksimal manakala kita menjadikannya sebagai salah satu bentuk syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. “Karena untuk bersyukur yang sebenarnya, kita tidak akan sanggup melakukannya. Namun karena rahmatNYA, kita tetap diberikan segala nikmat yang tidak terhingga,”  tegas KH Ali Nurdin seraya menutup khutbah Jum’atnya. © RED/PBK/AGUS SANTOSA

Related posts

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, EPISTEMOLOGI MAKRIFAT (2)

Program Hikmah di Masjid Istiqlal Jakarta, UNTUKMU AGAMAMU & Untukku Agamaku

Ceramah Maulid di Masjid Fatahillah Pemprov DKI, USTADZ SOLMED Ajak Jamaah Bertransformasi Diri & Ikuti Teladan Nabi