PosBeritaKota.com
Nasional

Pengurus DTW Dituding Tak Berpihak, PETANI JATILUWUH TABANAN BALI Merasa Dirugikan & Protes Pembagian Hasil Wisata

TABANAN (POSBERITAKOTA) – Keluhan dan sekaligus protes disuarakan oleh sejumlah petani di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Bahkan, mereka menuding pengurus DTW (Daya Tarik Wisata) tak berpihak dan bersikap tidak adil dalam pembagian hasil dari pengelolaan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, dimana petani merupakan pemilik lahan dari objek wisata tersebut.

Seperti dijelaskan Gede Darmika, salah satu petani Jatiluwih, lahan milik petani telah lama dimanfaatkan sebagai bagian dari objek wisata. Namun hasil yang diterima petani sangat kecil, selain tidak sebanding dengan modal yang telah dikeluarkan.

“Sebab, DTW dibentuk tahun 2014 sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia (WBD) UNESCO. Namun pendapatan yang diterima DTW dibagikan ke subak (kelompok petani), lalu disalurkan ke petani. Tapi setelah dibagi-bagi, yang kami terima masih sangat kecil,” tutur Gede Darmika saat ditemui wartawan, Selasa (22/4/2025).

Gede Darmika juga tak segan – segan mempertanyakan mengapa petani hanya menerima bagian kecil? Padahal, tambah dia, lahan mereka yang dijadikan daya tarik utama wisata di Jatiluwih, sementara pemasukan DTW cukup besar dalam setiap bulannya.

Karuan saja atas dasar itu, para petani mengajukan usulan dana pengelolaan lahan sebesar Rp 7 juta per hektare setiap enam bulan. Namun hingga kini, pengajuan tersebut belum mendapatkan tanggapan dari pemerintah daerah setempat dan juga pengurus DTW.

Di sisi lain, Gede Darmika juga menyinggung soal rumor mengenai besarnya gaji pegawai DTW, sehingga bisa plesiran ke luar negeri.

“Kalau benar mereka gajinya besar sehingga bisa jalan-jalan ke Singapura, itu sangat ironis. Sementara kami yang punya lahan dan menggarapnya, justru hanya meraih hasil yang kecil. Mereka enak saja, menikmati hasil dari lahan kami, kemudian bisa jalan-jalan ke luar negeri,” ungkapnya, panjang lebar.

Disebutkan Gede Darmika bahwa luas lahan petani yang dijadikan objek wisata di Bali Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, luasnya sekitar 270 hektare.

Keluhan dan protes juga dilontarkan Wayan Semarajaya, petani lainnya. Ia menuturkan bahwa sebelum dikelola DTW, harga tiket masuk kawasan Jatiluwih hanya Rp 2.500 dan seluruh hasilnya masuk ke kas desa. Namun sejak dikelola DTW, sistem pembagian berubah.

“Dulu, saat DTW dipimpin Pak Nengah, pendapatan dibagi 55 persen untuk Pemda dan 45 persen untuk desa. Tapi, sekarang sudah dirubah menjadi 45 persen untuk Pemda dan 55 persen untuk desa,” ungkapnya.

Wayan Semarajaya juga menambahkan bahwa bagian desa tersebut kemudian dibagi lagi kepada subak dan dua desa adat, yaitu Gunung Sari dan Jatiluwih. Namun setelah kepengurusan berganti, Wayan mengaku tidak mengetahui apakah sistem tersebut masih diberlakukan atau tidak.

Selanjutnya, Wayan Semarajaya juga membenarkan bahwa petani telah mengusulkan dana pengelolaan sebesar Rp 7 juta per hektare. Namun, menurutnya, angka tersebut masih tergolong kecil.

“Saya punya setengah hektare lahan. Untuk pengelolaan sampai panen bisa habis Rp 6 juta lebih. Jadi untuk satu hektare bisa mencapai Rp 12 juta lebih,” paparnya, lagi.

Masih menurut keterangan Wayan Semarajaya, terkait pengajuan tersebut sudah disampaikan sejak tahun lalu. Hanya sayangnya, kata dia, hingga sekarang masih belum mendapat jawaban dari pihak terkait. © RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Polres Cianjur Terjunkan 800 Personel untuk Amankan Jambore Nasional

Redaksi Posberitakota

Disebut Ridwan Kamil, PSBB PROPORSIONAL di Bogor-Depok-Bekasi Diperpanjang Sampai 29 September

Redaksi Posberitakota

Di Anugerah Ajang Humas, DKI Jakarta Sabet Juara Terbaik Klasifikasi Pemerintah Provinsi

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang