JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa tuduhan LQ Indonesia Lawfirm adalah pernyataan serius yang harus ditindaklanjuti oleh Kapolri dan Kapolda Metro Jaya.
“Penyalahgunaan kewenangan dalam konteks penegakaan hukum oleh APH (aparat penegak hukum polisi, jaksa dan hakim) merupakan persoalan yang sangat sulit dibongkar karena oknum APH dapat menggunakan berbagai dalih proses hukum yang sifatnya tertutup dan tidak bisa diakses oleh pencari keadilan, yakni masyarakat,” ujar Sugeng Teguh Santoso kepada POSBERITAKOTA, Selasa (7/9/2021).
Menurut Sugeng lebih lanjut, sedangkan modusnya dari oknum-oknum tersebut sering mempersulit para pencari keadilan. Caranya tentu saja dengan berbagai alasan, sehingga pencari keadilan akhirnya dikondisikan untuk mengikuti keinginan APH.
“Salah satunya kasus dugaan permintaan uang Rp 500 juta, itu merupakan contoh tindakan melanggar hukum. Juga, tercela dari oknum APH,” kata Sugeng dalam keterangan tersebut.
Padahal sebut Ketua Presidium IPW itu lagi, di dalam proses hukum pidana, tidak ada dikenakan biaya. Karena apa? Proses hukum dibiayai oleh APBN. Terkait adanya penyebutan atasan (Dirkrimsus Polda Metro Jaya) oleh penyidik, hal tersebut juga harus didalami oleh Propam.
“Artinya apa? Setoran bawahan kepada atasan menjadi issu yang santer tapi sulit sebagai fakta . Terkait dengan perusahaan investasi Mahkota, IPW memberikan rekomendasi agar ditindaklanjuti sebagaimana Neta S Pane, Ketua Presidium IPW sebelumnya, karena kepastian hukum adalah hak pelapor,” tegas Sugeng.
Sementara itu Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, setuju dengan komentar IPW. Sebab, IPW sebagai organisasi pengawas kegiatan polisi, justru khawatir dan perduli dengan Institusi Polri atau Korps Bhayangkara (Tri Brata). Makanya, IPW meminta agar Kapolri membenahi carut marut, agar kepercayaan masyarakat terhadap Polda Metro Jaya tidak terkikis. Hak atas kepastian hukum adalah hak setiap pencari keadilan.
Pihak LQ Indonesia Lawfirm tidak sembarangan dalam berbicara sehingga tidak menimbulkan fitnah, terutama dengan adanya oknum mempersulit SP3 sudah LQ buktikan dengan memperdengarkan rekaman kepada tim Paminal Mabes dan Polda Metro Jaya.
“Namun begitu, kami pesimis bahwa proses penindakan benar-benar dilaksanakan. Kenapa? Apa pernah lihat jeruk makan jeruk? Paminal bergerak karena ada berita tidak sedap, seolah-olah perduli. Namun apakah benar LP yang sudah ada Restorative Justice akan di SP3? Karena adanya dugaan jual beli gelar perkara di oknum Itwasda ini menyebabkan hilangnya kepastian hukum,” paparnya.
Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA ikut menambahkan. “Untuk 2 LP sejak berita mencuat langsung di SP3. Namun 3 LP perusahaan lainnya yang sudah Restorative Justice belum ditindaklanjuti secara maksimal, korbannya ya si pencari keadilan,” ungkap Alvin.
Malah kini di LP-kan balik, karena hilangnya aset perusahaan yang sudah bayar ganti rugi. Sedangkan untuk LP-nya malah tidak diproses.
LQ Indonesia Lawfirm sebagai kuasa hukum para korban hanya bisa menghimbau kepada penyidik, atasan penyidik dan Kapolda Metro Jaya. Sebab, merekalah yang menentukan mau jadi apa Polda Metro Jaya. Apakah hanya menjadi aparat kesehatan yang menangani COVID-19, ataukah sebagai institusi APH yang baik dan benar.
Citra korps Bhayangkara atau institusi Polri, karena adanya oknum yang jual beli kasus dengan memeras, akhirnya dapat merusak kepercayaan masyarakat. “Para oknum berani bertindak, karena adanya beckingan dari oknum atasan penyidik. Makanya, tidak sungkan-sungkan menyebutkan posisi atasan (Dirkrimsus) meminta uang untuk SP3 perkara yang sudah terpenuhi nilai Restorative Justice,” beber Alvin Lim.
Bagi masyarakat dan kepolisian yang ingin kejelasan dapat menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di nomor handphone 0817-489-0999.
Sementara itu Dldihubungi ditempat terpisablh, korban H tampak kecewa dan sedih. “Sebelum mengajukan SP3, kuasa hukum sudah menemui Kanit dan Kasubdit Fismondev setuju dengan SP3. Sebab, kasus kami sudah dilakukan Restorative Justice. Sudah ada dengan adanya pembayaran ganti rugi full. Bahkan dimintai uang koordinasi dan sudah dibayarkan sesuai kemauan oknum Fismondev.
Sedangkan yang bikin heran, ternyata ada oknum Itwasda diduga jual beli gelar perkara, sehingga hasil gelar perkara malah meminta agar kasus lanjut meskipun sudah ada BA Pencabutan dan pemberian uang koordinasi ke Kanit dan Kasubdit.
Korban H pun bergumam. “Sudah hilang uang, perkaranya malah lanjut. Dan, bahkan sekarang ini, kami dilaporkan polisi balik, karena dugaan penipuan. Jadi, dimana aparat Kepolisian selaku pelindung masyarakat? Buktinya, kasus kami jadi keruh sejak lapor ke polisi. Dulu hilang ayam lapor. Sekarang hilang sapi, eh bahkan kami dilaporkan balik,” ucapnya, berkeluh kesah.
Sempurna sudah mimpi buruk proses kepolisian Indonesia. Kepada Bapak Presiden RI, ini di Polda Metro Jaya ada oknum aparat yang menjalankan praktik mafia. Apakah akan Bapak Presiden biarkan? Apakah polisi hanya pencitraan vaksin COVID-19, namun kualitas layanan proses hukum justru terjun bebas.
“Ampun, saya kapok berhubungan dengan proses hukum. Dimintai uang saya kasih, eh bukannya kasus cepat beres, kenyataannya malah makin terjerumus. Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, apakah bapak-bapak hanya akan berpangkutangan saja. Berdiam diri,” ucapnya, mengakhiri. ■ RED/AGUS SANTOSA