JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Kasus bunuh diri bukanlah sebagai hal yang mengejutkan. Sejak dahulu, orang mengakhiri hidupnya dengan cara apapun, dianggap satu perbuatan yang lumrah. Apalagi demi satu keyakinan atau pun materi orang rela bunuh diri.
Nah, kalau hanya persoalan ekonomi saja orang harus bunuh diri, ini yang sangat disayangkan. “Sebenarnya penyebab utama orang bunuh diri karena frustasi,” ucap Andi Hakim SH, pengamat hukum.
Menurut Ketua Umum Majelis Tao Indonesia (MTI) ini mengaku sering mendengar berita tersebut. “Ya, sebenarnya faktor bunuh diri itu merupakan kesalahannya sendiri. “Alasannnya bisa saja adalah kurang edukasi atau memang kecelakaan yang disebabkan karena tindakan beresiko yang dilakukan diri sendiri,” katanya.
Sebagai contoh seperti tidur dalam mobil tertutup dengan AC menyala, bermain-main di tempat yang sangat tinggi, berkendara selagi mabuk, overdosis obat-obatan dan banyak lagi.
“Yang paling umum ditemui dari kasus ini adalah terkait dengan alkohol dan obat-obatan. Secara berkepanjangan dapat menyebabkan seseorang kehilangan fungsi otak, dan akhirnya overdosis yang mengarah kepada kematian,” tambah Andi yang juga dikenal sebagai Ketua Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI).
Pendiri Himpunan Advokad dan Pengacara Indonesia (HAPI) ini, penyebab orang bunuh diri bukan itu saja tapi karena stress yang berkepanjangan dan bisa saja karena akibat tekanan ekonomi, ketidak-harmonisan dalam rumah tangga, penyakitnya yang sudah kronis sehingga membuat pelaku mengambil jalan pintas untuk menghabisi dirinya sendiri.
Seseorang yang frustasi dan bisa berakibat bunuh diri, sebenarnya bisa dicegah sejak dini. “Disinilah dibutuhkan peran Pemerintah yakni dengan cara menempatkan dokter-dokter dan psikolog atau psikiater di setiap puskesmas atau rumah sakit umum dengan biaya murah,” ujarnya.
Sehingga, tambah Ketua Umum FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia) DKI Jakarta ini, seseorang yang ketika dirinya sudah tidak kuasa menahan beban yang menghimpit kejiwaannya, bisa diberikan pencerahan untuk dapat diterima sebagai jalan keluar persoalan yang menghimpit kejiwaannya.
Tentunya dalam hal ini Departemen Kesehatan harus dapat menarik minat para dokter spesialis psikiater dan psikolog untuk dapat membuka praktek di seluruh puskesmas dan rumah sakit umum.
“Sebab, pada kenyataannya, psikiater dan psikolog berpraktek selalu di rumah sakit tertentu sehingga masyarakat kecil yang mederita tekanan jiwa tidak dapat ditangani,” ulas Andi Hakim SH.
“Selain itu, karena kurangnya sosialisasi peran dokter psikiater dan psikolog, sehingga masyarakat awam kurang memahaminya,” ucapnya sambil menyebutkan hal ini penting, sehingga kasus bunuh diri yang kini kian marak dapat dicegah setidaknya dikurangi. ■ Red/BW