MPR Prihatin Perekonomian Masih Dikuasai Asing

JAKARTA (POSBERITAKOTA) □  Ketua Kelompok DPD di MPR RI, John Pieris, menyatakan keprihatinannya terhadap perekonomian nasional yang belum berpihak kepada keadilan dan kesejahteraan rakyat. 

Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya kekayaan negara yang dikuasai asing. Bahkan seperti PT Freeport yang sebagian besar investasinya Amerika Serikat, tapi investasi yang kecil-kecil tidak tahu siapa pemiliknya?

“Di pertambangan besar itu banyak militer. Ada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut B. Panjaitan dan lain-lain. Padahal, menurut Pasal 33 UUD NRI 1945 kekayaan negara itu harus dikuasai negara dan sebesar-besarnnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi, perekonomian negara ini masih melenceng dari cita-cita proklamasi,” tegas anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Timur dalam dialog 4 Pilar MPR RI “Memaknai Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945” bersama Enny Sri Hartati (Direktur Eksekutif INDEF) di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (8/5) kemarin. 

Anehnya lagi, kata John, pasal 33 UUD NRI 1945 pasca amandemen khususnya ayat 4 itu disebut-sebut sebagai pesanan asing. Karena itu asas kebersamaan dan keadilan itu harus kita perjuangkan secara terus-menerus, dan kalau perlu kembali ke UUD yang lama (sebelum amandemen). “Kalau perlu kembali ke UU lama sebelum amandemen,” ujarnya.

Mengapa? Untuk air bersih saja, lanjut  John, rakyat sudah tidak berdaulat. Mereka di daerah tidak minum air kemasan mineral seperti di kota-kota, tapi masih minum air dari kali dan sebagainya. “Rakyat di daerah tidak minum air bersih, tapi air kali yang kotor,” ungkapnya prihatin.

Enny mendukung perlunya kembali mengkaji Pasal 33 UUD tersebut, karena dari unsur legislasi banyak perundang-perundangan seperti Migas, Minerba, dan Perbankan yang tumpang-tindih. Sehingga dalam pelaksanaannya, kita lebih liberal dari negara-negara liberal sendiri seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan lainnya yang menganut sistem ekonomi kapitalis.

 Makanya di Amerika Serikat kemudian ada ‘Obama Care’, Yunani gagal karena kebablasan dalam mengeluarkan berbagai jenis subsidi untuk rakyatnya, Tiongkok yang sosialis komunis, tapi liberalisasi ekonominya jauh sekuler. “Jadi, perekonomian berdasarkan pasal 33 UUD 1945 ini yang paling benar dan sistem paling ideal,” kata Enny. 

Tapi, kenapa Indonesia masih terpuruk? Menurut Enny, karena kita tidak konsisten. Selain banyak peraturan yang tumpang-tindih, sistem ekonomi kekeluargaan itu bukan berarti full persaingan dan kompetisi yang sempurna, melainkan harus ada intervensi negara agar terwujud kekeluargaan yang kooperatif yang memenuhi prinsip-prinsip kebersamaan, sehingga terjadi persaingan yang sehat dan mengalami kemajuan bersama. 

“Kalau perekonomian itu berjalan kooperatif dan berkeadilan pasti demokrasi ekonomi inilah yang ditonjolkan. Jadi, kalau serius, harus ada harmonisasi berbagai aturan yang tumpang-tindih dan menimbulkan kekacauan itu. Bahwa pasal 33 itu sunnatullah, yang menekankan kepada kekeluaragaan yaitu kebersamaan dan bukannya KKN,” pungkasnya. ■ Red/Gardo

Related posts

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’

Setelah Buka di Paris, RAFFI AHMAD Bikin Cabang Restoran ‘LE NUSA’ di Jakarta