JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Pengelolaan keuangan Pemprov DKI Jakarta untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), harus memperbaiki pengelolaan aset daerah. Sebab pengelolaan lahan dan gedung hingga saat ini amburadul dan berpotensi disalahgunakan banyak pihak.
“Gubernur Anies Baswedan untuk mendapatkan predikat WTP dari BPK, salah satu kuncinya adalah memperbaiki pengelolaan aset. Kegiatan ini juga merupakan salah satu dari 23 janji kampanye Anies-Sandi yang harus direalisasi pada era pemerintahannya,” kata Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) Sugiyanto di Jakarta, Minggu (27/5).
Jika pengelolaan aset belum baik sampai masa bhakti Anies-Sandi selesai di 2022 pun akan tetap mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian (WDP).
Pada 2013-2016, yakni di era Gubernur Jokowi dan Gubernur Ahok, pengelolaan aset DKI memang parah. Tak heran jika untuk hasil audit terhadap APBD 2013 BPK memberikan opini disclaimer, sementara untuk hasil audit APBD 2014-2016 BPK memberikan opini WDP.
“Untuk APBD 2017 yang hasil auditnya dikabarkan akan diserahkan BPK Perwakilan DKI Jakarta pada Senin (29/5), diprediksi lembaga tersebut juga akan kembali memberikan WDP, karena belum ada perbaikan aset,” papar Sugiyanto.
Berdasarkan hasil audit BPK terhadap APBD 2016 diketahui kalau aset tetap Pemprov DKI hingga 31 Desember 2016 tercatat senilai Rp 363,58 triliun. Dari jumlah ini, Rp 284 triliun di antaranya berupa tanah, dan Rp 24,1 triliuan berupa gedung dan bangunan. Setelah dikurangi akumulasi penyusutan aset tetap sebesar Rp 29,1 triliun, nilai aset tetap Pemprov DKI per 31 Desember 2016 tersisa senilai Rp334,4 triliun.
Meski demikian, soal pengelolaan aset ini BPK memberikan banyak sekali catatan buruk. Apalagi karena di APBD DKI 2016 lembaga auditor negara itu menemukan adanya aset senilai Rp 10 triliun yang tercatat di Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), namun tak jelas dimana keberadaannya.
Sugiyanto menambahkan, akibat buruknya pengelolaan aset, saat ini banyak sekali aset DKI yang belum disertifikasi, dikuasai atau dimanfaatkan pihak tertentu, mengalami pencatatan ganda, dan tak jelas dimana keberadaannya, sehingga berpotensi hilang atau disalahgunakan.
Contoh aset-aset bermasalah tersebut di antaranya aset berupa tanah milik Dinas Kelautan di Cengkareng, Jakarta Barat, yang pada 2015 dibeli Pemprov DKI cq Gubernur Ahok sebesar Rp668 miliar, sehingga menjadi urusan polisi; banyaknya tower mikrosel yang berdiri di lahan milik Pemprov DKI secara ilegal, sehingga tidak membayar sewa lahan, pajak maupun retribusi.
“Yang menarik pembelian lahan RS Sumber Waras. Lahan itu sudah dibeli Rp 800 miliar, tapi sampai sekarang sertifikat HGB-nya belum diserahkan Yayasan Kesehatan Sumber Waras, sehingga belum bisa dicatat sebagai aset daerah,” imbuh aktivis yang juga politisi PAN. □ RED/JOKO