JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Komisi Yudisial (KY) kembali menerima laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran kode etik hakim. Kali ini tiga hakim Mahkamah Agung (MA) dilaporkan karena memutus perkara kasasi tidak lebih dari 2 X 24 jam.
Komisioner Komisi Yudisial, Farid Wajdi, menjelaskan meskipun hal ini baru dugaan, tapi tetap diperlukan bukti-bukti lanjutan untuk bisa memutuskan pelanggaran yang dilakukan oleh tiga hakim agung tersebut.
“Dalam ketentuan yang ada, telah diatur masalah batas waktu pemutusan perkara baik perdata maupun pidana, selambat-lambatnya adalah tiga bulan. Sementara seberapa cepat suatu putusan bisa dilakukan tidak diatur secara khusus,” ucap dia seraya menegaskan bahwa tidak ada batasan waktu hakim dalam memutuskan hasil suatu perkara.
Namun demikian, KY sesuai aduan masyarakat tetap akan menindak lanjuti laporan kode etik tersebut sesuai aturan serta kode etik yang ada. “Untuk membuktikan kebenarannya, kami tetap menindaklanjutinya,” tegas Farid pada wartawan.
Laporan tersebut dilakukan M Solihin HD SH, kuasa pemohon kasasi merupakan buntut kasasi perkara nomor 3373 K/PDT/2017 yang dinilai putusan yang ditangani tiga hakim Sudrajad Dimyati, H Panji Widagdo dan Soltoni Mohdally tersebut tidak lazim.
Menurutnya ada kejanggalan atas cepatnya putusan perkara kasasi antara Jefry Kurniawan sebagai Direktur Utama PT Libross Derap Abadi selaku pengadu melawan PT Bhandawibawa Asih dengan Bupati Tangerang serta Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang, pada 6 April 2017.
“Dalam berkas perkara itu didistribusikan pada tanggal 20 Desember 2017 dan diputuskan pada tanggal 22 Desember 2017, ini artinya majelis Hakim MA memutuskan perkara kasasi 2 x 24 Jam,” katanya, kemarin.
Dalam laporannya disebutkan cepatnya putusan kasasi oleh majelis hakim ini diduga melanggar kode etik. Memang, berdasarkan ketentuan perundangan pelaksanaan peradilan harus dilakukan selekas mungkin guna mempercepat penyelesaian perkara.
“Dan, lamanya penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali di MA, dibatasi waktunya adalah 250 hari. Namun azas penyelesaian yang cepat tersebut jangan sampai merusak aturan atau melanggar kode etik hakim,” jelasnya.
Solihin juga menilai bahwa cepatnya putusan perkara bisa jadi ada unsur suap di dalamnya, karena mengabaikan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 119/KMA/SK/VII/2013 tentang Penetapan Hari Musyawarah dan Ucapan Pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014.
“Herannya, ini kan bukan kasus khusus. Masak iya putusan kasasi sudah putus dalam waktu hanya dua hari saja. Itu terlalu cepat. Ada yang janggal, bisa jadi adanya pelanggaran kode etik ,” ucapnya. ■ RED/BUD