JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Pemilihan wakil gubernur yang akan dilakukan oleh DPRD DKI Jakarta dinilai aktivis melanggar konstitusi UUD 45. Terutama pada Bab VI Pemerintahan Daerah pada Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (7). Khusus tentang pemilihan kepala daerah disebutkan pada ayat (4), yaitu berbunyi: ‘Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis’.
Hal tersebut dikatakan Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, (27/09). “Ya itu patut diduga melanggar konstistusi UUD 45. Untuk itu, aturan yang menentukan wakil kepala daerah dipilih baik langsung oleh rakyat atau dipilih oleh dewan itu perlu diuji materi pada Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, tidak ada satu kata pun atau kalimat pada UUD 45 yang menyebutkan tentang pemilihan wakil kepala daerah,” tandas pria yang akrab disapa SGY.
Anggota Presidium Relawan Anies-Sandi (Prass) ini melanjutkan bahwa itu artinya yang dipilih kepala daerahnya saja, wakil kepala daerah tidak disebutkan untuk ikut dipilih. Bila kepala daerah terpilih berhenti, maka logis dilakukan pemilihan oleh dewan atas usulan penganti dari partai politik pengusung.
“Namun menjadi aneh bila wakil kepala daerah yang berhenti dan dipilih oleh dewan,” kritiknya menanggapi jabatan Wagub DKI yang telah ditinggalkan Sandiaga Uno, karena maju sebagai Cawapres pada Pemilu 2019.
Ketika ditanya apakah saat Pilkada Jakarta bahwa gubernur dan wakil gubernur dipilih langsung itu juga melanggar konstitusi? Lalu, SGY pun menjawab bahwa seharusnya yang dipilih itu gubernurnya saja. Tetapi karena UU mengatur partai politik itu mengusung satu paket gubernur dan wakil gubernur, maka yang dipilih oleh rakyat itu sejatinya hanya gubernurnya saja, bukan memilih wakil gubernur.
Lebih lanjut SGY menegaskan bahwa konsekuensi dari ketentuan UUD 45 Pasal 18 ayat (4) itu, maka dapat diartikan bahwa tidak ada pemilihan hanya khusus untuk memilih jabatan wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota. Sehingga ketika wakil gubernur, wakil bupati atau wakil walikota terpilih berhenti karena sesuatu hal, maka pengantinya tidak boleh dipilih oleh dewan melainkan hanya diusulkan saja oleh partai politik pengusung untuk dilantik oleh kepala daerah. “Dalam hal ini adalah Gerindra dan PKS,” jelasnya.
Oleh karenanya, SGY berharap penganti Sandiaga Uno tidak perlu dipersoalkan. Sebab, sudah jelas dan terang bahwa saat Pilkada lalu, Gerindra mengusulkan Sandiaga Uno untuk posisi wagub. Dengan demikian maka penganti Sandiga Uno adalah menjadi hak partai pengusung Gerindra. “Menurut saya Gerindra lebih berhak dibanding PKS, karena saat itu Sandiaga adalah kader Gerindra,” tandasnya.
Menurutnya, jangan bebani Gubernur Anies dengan pro kontra berkepanjangan soal penganti Sandi. “Partai PKS harus legowo bahwa kursi wagub milik Gerindra. Sebaiknya partai Gerindra dan PKS duduk bersama mencari formulasi yang tepat agar tidak terjadi pelanggaran konstitusi. Langkah ini lebih bagus daripada pemilihan wagub diserahkan kepada DPRD,” tegas SGY. ■ RED/JOKO