SERANG (POSBERITAKOTA) – Direktur PT PMS berinisial RMN dan Direktur PT AMS berinisal RT ditetapkan sebagai tersangka oleh Satgas Mafia Tanah Polda Banten dalam kasus pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan surat oper garapan. Selain dua direktur, Satgas Mafia Tanah juga menetapkan tiga tersangka lainnya.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Mafia Tanah Polda Banten, Kombes Pol Novri Turangga, menyeburkan bahwa para mafia ternyata juga melibatkan pengusaha untuk bersekongkol mengklaim tanah milik warga.
Dikatakan, terbongkarnya praktik mafia tanah yang melibatkan PT PMS bermula dari laporan masyarakat yang kehilangan hak tanahnya seluas 2.000 M2 di Desa Saga, Balaraja, Tangerang pada Januari 2019 lalu.
“Setelah dilakukan penyelidikan ditemukan adanya tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam warkah oleh PT PMS, perusahaan pengembangan perumahan,” katanya kepada wartawan Kamis (21/2).
Menurut Novri, dari hasil penyidikan, diperoleh keterangan bahwa tanda tangan yang dipalsukan yaitu, salah satu ahli waris Ali Basa bin Arsali pemilik bidang tanah seluas kurang lebih 2000 M2.
Hingga kini, lanjutnya ahli waris belum dan tidak pernah menjual kepada pihak manapun. Namun muncul atas nama Sudrajat yang mengaku sebagai ahli waris dibeberapa dokumen tanah.
“Sudrajat memiliki dua saudara yaitu Sanusi dan Nurhayati, mereka itu merupakan anak dari Ali Basa bin Arsali. Apabila kedua saudaranya melepaskan haknya. Seharusnya ada tandatangan dari kedua saudaranya itu, namun yang tercantum dalam dokumen Warkah SPH PT. PMS hanya Sudrajat saja (yang dicatut namanya termasuk dipalsu tandatangannya-red),” ungkapnya.
Novri menambahkan dari hasil pemeriksaan 11 saksi dan dokumen terdiri dari Surat Girik Hilang, Suket Waris, Surat Terima Luas, Surat Pernyataan, dan SPH, dokumen tersebut hanya mencantumkan nama Sudrajat dan tandatangan dipalsu.
“Akibat dari Pemalsuan Warkah dalam SPH, sehinggga terbit SHGB 6117 dan telah berdiri delapan rumah di atas tanah milik Ahli Waris Ali Basa bin Arsali. Pada Senin, 18 Februari 2019 kami menetapkan RMN, Direktur Utama PT PMS sebagai Tersangka,” katanya didampingi Kasub Satgas Tindak AKBP Sofwan Hermanto.
Selain perkara tersebut, Novri menjelaskan Satgas Mafia Tanah juga tengah menindaklanjuti pemalsuan Surat Oper Garapan dari Penggarap yang dilampiri SPPT ke PT AMS.
“Yang dipermasalahkan adalah munculnya surat garapan, yang dibuat surat oper garapan dari masyarakat ke PT AMS. Setiap surat garapan itu dilampiri SPPT dan digunakan untuk memperoleh rekomendasi (pertimbangan) dari Dinas Tata Ruang dan memperoleh izin Prinsip dari BPTPM,” terangnya.
Novri menambahkan setelah mendapatkan rekomendasi dan izin Prinsip, PT AMS menguasai 10 hektar bidang tanah yang berlokasi di Desa Parigi, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, dan dibangun ruko untuk disewakan termasuk menyewakan lahan untuk kegiatan usaha.
“Ini laporan tahun 2017, tapi kita tindaklanjuti tahun ini. Dari pemeriksaan 21 Saksi diantaranta pemillik hak prioritas, BPN, Dinas Tata Ruang, BPTPM, Dispenda, Kades, Camat, dan 14 Penggarap serta dokumen yang telah disita, diperoleh keterangan bahwa Surat Pernyatan Garapan dan Surat Pernyataan Oper Garapan itu tidak benar, karena masyarakat yang dijadikan figur penggarap tidak pernah menggarap di bidang tanah 10 Hektare termasuk 15 SPPT yang dilampirkan tidak terdata di Dispenda,” jelasnya.
Selanjutnya, dia menegaskan pada Rabu, (20/2) Satgas Mafia Tanah menetapkan Direktur PT. AMS dan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Keempatnya yaitu RT sebagai Direktur PT AMS selaku pengguna dokumen untuk memperoleh izin, BS yang mengetik dan menulis, HI sebagai konseptor dan HU sebagai Aktor Intelektualnya.
“Ke lima orang tersebut akan kami panggil sebagai tersangka pada hari Senin, 25 Februari 2019 untuk melengkapi berkas perkara,” tandas AKBP Sofwan. ■ RED/ARIA/GOES