JAKARTA (POSBERITAKOTA) –Kenal dengan Rocky Gerung (RG)? Setidaknya, atau paling tidak Anda mungkin pernah mendengar atau melihat langsung pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara ini berbicara di media, tampil di layar kaca atau “berkicau” di media sosial.
Namanya memang cukup melejit belakangan ini. Karena itu tidak heran jika sosok pria yang suka berkaos T-Shirt ini kemudian, menjadi topik bahasan di acara diskusi. Salah satunya ‘Diskusi Membongkar Sodomi Akal Sehat Rocky Gerung‘ di sebuah cafe dan resto di bilangan Cikini, Jakarta Pusat belum lama ini.
Diskusi ini menghadirkan 3 narasumber yakni Faizal Assegaf (Ketua Progres 1998) sebagai pembicara utama, Reza Wattumena (Dosen Filsafat), Wisnu Nugroho (Pemred Kompas.com) dan Pepih Nugraha (PepNews) sebagai moderator.
Kenapa mesti Rocky Gerung? Nah, di sinilah menarik dan kontroversialnya. Menurut Faizal Assegaf, RG hanyalah ‘pintu masuk’ untuk membongkar tokoh-tokoh lainnya akan adanya dugaan ‘konspirasi politik’ di negeri ini.
Faizal Assegaf mencurigai sosok RG adalah hasil ‘konspirasi politik’ untuk mengacaukan opini publik dengan logika pendek berbungkus filsafat dan dengan misi bernarasi melawan tirani. RG dan laskarnya menjadikan Jokowi musuh bersama atau tiran itu sendiri.
“Narasi filsafat RG di media sosial adalah pemaksaan logika dengan logika dangkal dengan kemasan seolah-olah canggih. Ibarat logika, RG seperti hubungan seksual lelaki sesama jenis yang dikenal dengan sodomi,” kata Faizal yang disambut gemuruh pengunjung diskusi.
Sementara itu Dosen Filsafat, Reza Wattimena menyatakan narasi maupun postingan RG di media sosial, media arus utama, maupun televisi memang berbau filsafat namun dangkal dalam soal wacana.
Menurut Reza Wattimena, salah satu yang menyebabkan terkenalnya RG di ruang publik karena mutu pendidikan masyarakat masih rendah. Reza berharap filsafat mampu memberi pencerahan pada generasi muda.
Ia ingin filsafat diperkenalkan sebagai ilmu yang dekat dengan Milenial. Bukan membuat pusing dan membikin pingsan mahasiswa memahami filsafat yang terkesan rumit.
“Sebagai dosen, makanya saya mengenalkan filsafat kepada mahasiswa dengan banyak humor ketawa-ketiwi. Seperti layaknya stand up comedy. Dengan cara humor dan cair, filsafat tidak harus membikin orang menjadi gila,” katanya.
Terkait tentang RG, narasumber lainnya, Wisnu Nugroho mewakili pengelola media mengatakan, media harus memberitakan kebenaran sesuai kaidah jurnalistik.
“Media nggak bisa ikut-ikutan. Kita harus menjernihkan apa yang sedang diperdagangkan dan dipertentangkan. Salah satu tugas media adalah memberikan dan menyampaikan kebenaran. Tapi kebenaran itu, kebenaran jurnalisme,” kata Pemimpin Redaksi Kompas.com ini.
Jawaban Wisnu, sekaligus menjawab pertanyaan seorang peserta diskusi yang menyindir betapa Harian Kompas cenderung cari selamat dengan mengusung ‘jurnalisme kepiting’.
Dalam kesempatan diskusi Faizal Assegaf yang juga ditantang oleh peserta diskusi, mengaku siap bertemu dengan RG, dalam forum apapun untuk meluruskan ‘akal sehat’ RG yang dianggapnya justru malah tidak sehat itu. ■ RED/NUR/GOES