JAKARTA (POSBERITAKOTA) –Sadis. Seorang ibu tega menjadikan anaknya sebagai korban bom bunuh diri terkait soal faham radikalisme. Istri terduga kelompok teroris Upang alias Husain alias Abu Hamzah bunuh diri dengan cara meledakan bom sambil menggendong anaknya yang masih berusia dua tahun.
Spontan peristiwa yang terjadi pada Rabu (13/3) sekitar dinihari di Jalan KH Ahmad Dahlan, Gang Sekuntum Kelurahan Pancuran Bambu, Kecamatan Sibolga Sambas, Sibolga, Sumatera Utara ini membuat gempar masyarakat.
Melihat kondisi seperti itu, pengamat hukum Alexius Tantrajaya SH MH, menilai bahwa hal tersebut merupakan fenomena baru teroris perempuan dalam melakukan aksi bunuh diri menggunakan anak. Sebab, sudah dua kali terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu, yakni di Surabaya.
“Namun berdasarkan dari sejumlah pemberitaan, bom bunuh diri dengan menggunakan anak, sudah beberapa kali dilakukan oleh ISIS. Di Siria, misalnya, mereka sudah melakukannya, sedang di Indonesia hal ini merupakan fenomena baru,” katanya seraya menyebutkan fenomena serangan bunuh diri oleh wanita pernah juga terjadi di Srilanka, India dan Irak.
Menurut dia fenomena bom bunuh diri dengan membawa anak-anak pertama kali muncul tahun lalu di Surabaya itu, menunjukkan kalau pelaku bom bunuh diri merupakan kelompok jaringan terorisme yang berafiliasi ke ISIS.
“Kini hal serupa berkembang. Bahkan si perempuannya yang berinisiatif melakukan bom bunuh diri sehingga merupakan hal yang baru dan unik. Sementara cara seperti itu terinspirasi dari luar negeri,” ucapnya.
Alexius yang anggota Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) FPC Jakarta Barat ini menambahkan munculnya kelompok teroris di negeri ini dan sudah banyak yang berhasil diringkus, tapi, masih saja bermunculan kelompok lainnya, seolah mati satu tumbuh seribu.
Pergerakan mereka, katanya, sulit diprediksi sehingga membuat bangsa ini selalu was-was untuk melakukan aktifitas, sebab korban mereka bukan saja untuk kalangan tertentu, tapi, kini makin brutal tidak mengenal siapa dia. Padahal upaya aparat kepolisian untuk menumpas terorisme semakin gencar.
Ditangkapnya kelompok jaringan teroris Abu Hamzah di Sibolga kemarin, menandakan bahwa terorisme di Indonesia belum padam. Bahkan terorisme saat ini telah menjadi bahaya laten yang membahayakan serta menganggu keamanan dan perdamaian NKRI. Jaringan merekapun sangat banyak sehingga sulit diberantas jika yang melakukannya hanya aparat keamanan saja.
“Sebenarnya pelaku atau kelompok teroris tidak ada kaitannya dengan masalah agama. Alasan itu hanya mereka ingin mengacaukan negara saja,” katanya.
Aksi mereka, tambahnya, hanya untuk melawan negara. Mereka puas kalau negara ini kacau. Di dunia manapun, tak ada tujuan teroris untuk agama. Kalau pun ada itu hanya mengkait-kait kan saja, Itu sebenarnya hanya kepuasan batin mereka saja.
Kepada POSBERITAKOTA, anggota Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) ini memberi masukan, guna menanggulangi masalah teroris di negeri ini, maka para penegak hukum termasuk para hakim pun harus banyak belajar soal teroris dari pengungkapan, penyidikkan sampai peradilannya.
Nah, disinilah kita harus banyak pelatihan dan studi banding kepada negara-negara lain yang sudah banyak berhasil mengungkap teroris dengan menggunakan alat-alat canggih, seperti Australia, misalnya.
“Untuk itulah perlunya kita belajar dari ngara-negara yang sudah maju. Seperti Australia juga pernah membantu pengungkapan terrois di negara kita. Nah, terkait dengan pengurungan jumlah kelompok teroris di negara ini seharusnya ada pemuka agama yang bisa memberikan pengertian soal teroris yang tidak ada sangkut-pautnya dengan agama apalagi jihad,” pungkas Alexius. ■ RED/BUDHI/GOES