JAKARTA (POSBERITAKOTA) –Kuat dugaan terjadi pelanggaran berat yang masuk dalam kategori ‘Kejahatan Pemilu’ di Kabupaten Maybrat dalam Pemilu Serentak pada 17 April 2019 lalu. Itu sebabnya diharapkan dapat dilakukan pemilihan ulang di kabupaten bermasalah, seperti Kabupaten Maybrat ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPRD Papua Barat, Pieters Kondjol (Partai Demokrat), kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/6). Menurutnya, pelanggaran berat itu terjadi antara lain penggelembungan suara, pengurangan suara dan penghilangan kertas suara yang diduga dilakukan secara masif, terstruktur dan sistematis.
Dalam pernyataannya kepada awak media itu, Pieters juga memperlihatkan bukti-bukti pelanggaran berat untuk ketiga kategori tersebut yang meliputi penggelembungan suara, pengurangan suara dan penghilangan kertas suara.
Selain itu ditambah lagi sikap KPU yang begitu tertutup dan lain-lain yang mana semuanya memiliki bukti hukum yang sah dan menjadi inti penolakan hasil Pemilu serta berharap dapat dilakukan pemilihan ulang di kabupaten bermasalah, seperti di Kabupaten Maybrat.
Salah satu contoh penggelembungan suara disebutkan seperti terjadi atas rekannya se-Partai Demokrat atas nama Herdomina Isir. Herdomina adalah Caleg Partai Demokrat nomor urut 2, sedangkan Pieter Kondjol (Partai Demokrat) nomor urut 1.
Disebutkan bahwa Herdomina Isir memperoleh suara di Kabupaten Maybrat – daerah asal Herdomina – adalah sebanyak 3.446 suara berdasarkan hasil perhitungan ulang di Kabupaten Maybrat.
Namun setelah dibawah ke Pleno KPUD Provinsi Papua Barat jumlah suaranya mengalami penggelembungan menjadi 6.925 suara.
Penggelembungan itu, menurut Pieter, diduga karena di KPUD Provinsi Papua Barat disebutkan kemungkinan karena ada keluarga dari calon nomor urut 2 yang diduga keras menjadi sumber penggelembungan suara tersebut.
“Sementara bukti penghilangan kertas suara, diketahui setelah kemudian ditemukannya kembali ribuan kertas suara yang sengaja dibuang. Berkat Tuhan, semuanya bisa ditemukan kembali,” papar Pieters.
Dengan demikian, menurut Pieters, telah terjadi penggelembungan/penambahan suara sebanyak 3.479 suara. Dan, akibat adanya penggelembungan suara tersebut, maka Herdomina lolos menjadi Anggota DPR PB bersama Karel Murafer 7.381.
Kalau saja tidak terjadi penggelembungan itu, maka Pieters Kondjol yang adalah calon nomor urut 1 masih memenangkan dengan hasil tertinggi dari dua calon lain dari Partai Demokrat.
Atas pelanggaran tersebut, Pieters Kondjol sudah menempuh jalur hukum dengan antara lain melaporkan kasus tersebut ke Bawaslu.
Tak cuma itu saja. Ia juga kemudian membawa kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) serta pengaduan ke DPP Partai Demokrat untuk mendapatkan bantuan hukum yang layak dan memadai serta berharap dari DPP Partai Demokrat dapat memberikan sanksi etika dan moral pada setiap anggota partai yang terbukti bekerjasama melakukan pelanggaran hukum dalam Pemilihan Umum Sertentak pada April kemarin.
Pieter Kondjol berharap MK dapat berlaku jujur, adil dan benar. Tentu saja dengan memberikan keputusan yang tidak sekadar mengkalkulasi sebanyak apa kelengkapan bukti-bukti terkumpul, akan tetapi MK mesti melihat sejauh mana demokrasi memang terjadi dalam proses Pemilu Serentak pada 17 April 2019 yang lalu.
“Saya dengar bahwa MK sekarang ini tidak seperti dahulu yang hanya melihat kasus dari bukti-bukti hukum saja. Namun, MK pun akan melihat apakah proses demokrasi memang sungguh terjadi dalam Pemilu Serentak pada 17 April yang lalu di seluruh Indonesia,” pungkas Pieters Kondjol. ■ RED/MIKE WANGGE/GOES