JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diminta lebih serius mengamankan aset negara yang diduga disalahgunakan oknum di seputar kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah merunut rekam jejak Badan Pelaksana Pantai Utara (BP Pantura) DKI Jakarta yang telah dibubarkan pada tahun 2009.
Hal itu dikatakan Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto menanggapi adanya sejumlah aset milik Pemprov DKI yang kini dikuasai pihak tertentu maupun pengembang yang belum membayar kewajiban.
“Pasalnya, pengelolahan keuangan dan aset eks-BP Pantura yang dibubarkan dengan diganti oleh Tim Sementara (care taker) diduga dijalankan tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah serta kehilangan aset tetap,” kata Sugiyanto di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (28/6).
Menurutnya, sumber pembiayaan BP Pantura itu diperoleh dari penerimaan pihak ketiga/mitra pengembang berupa Initial Working Fund (IWF) yang melakukan pengurugan untuk pembuatan pulau di kawasan pantai.
“Bahwa IWF adalah uang kontribusi yang dibayarkan kepada BP Pantura oleh pihak ketiga/mitra pengembang sesuai dengan kemajuan pekerjaan di lapangan atas pengelolahan lahan. Sedikitnya ada sepuluh pihak ketiga/mitra pengembang yang telah diberikan Surat Persetujuan Prinsip atau Surat Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi,” paparnya
Lebih lanjut Aktivis senior Jakarta yang akrab disapa SGY ini menguraikan nama-nama dari sepuluh mitra pengembang tersebut sebagai berikut. Pertama, PT KNI diberi izin untuk Pulau A seluas 79 Ha, Pulau B seluas 380 Ha, Pulau C seluas 276 Ha, Pulau D seluas 312 Ha, dan Pulau E seluas 284 Ha.
“Kedua, PT JP untuk Pulau F seluas 190 Ha, dan ketiga, PT MWS mendapat izin untuk Pulau G seluas 161 Ha,” kata SGY.
Mitra pengembang keempat adalah PT THI untuk Pulau H seluas 63 Ha, dan kelima PT JKP dan PT PJA yang akan mengelola Pulau I seluas 405 Ha. Adapun keenam PT PJA untuk Pulau J seluas 316 Ha, Pulau K seluas 32 Ha, dan Pulau L1 seluas 120 Ha.
“Selanjutnya mitra pengembang ketujuh adalah PT MKY dan PL II yang akan mengelola lahan Pulau L2 dan M, seluas 948 Ha. Pengembang kedelapan yaitu PT PLII diberikan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau N seluas 411 Ha.
“Kesembilan PT KEK MJ bekerja sama dengan PT BBEM dan PT IM mendapat persetujan prinsip reklamasi untuk Pulau O seluas 344 Ha. Dan terakhir, mitra pengembang yang kesepuluh adalah PT KEK MJ diberikan ijin untuk Pulau P seluas 463 Ha, dan Pulau Q seluas 369 Ha.
SGY menambahkan penerimaan dana dari para pihak ketiga/mitra pengembang itu diduga dikelola di luar mekanisme APBD dan juga diduga belum ada pertanggungjawaban keuangannya sejak dibentuk tahun 1999.
SGY membeberkan bahwa untuk PT PJA, Tbk diduga sudah menyetor dana IWF kepada Pemprov DKI sebesar USD 1,000,000 (setara Rp. 2.289.000.000 ) pada tanggal 17 Nopember 1995, dan senilai USD 500,000 ( setara Rp.1.160.250.000 ) pada tanggal 16 September 1996. Sisa kewajiban senilai USD 4,000,000 diduga belum dibayarkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
“Itu perkiraan peneriamaan dana IWF dari satu mitra pengembang. Sedangkan untuk pembayaran dana IWF dari sebanyak 9 pihak ketiga/mitra pengembang lainnya diduga belum ada bukti penerimaannya,” tegasnya
Terkait dengan hal tersebut SGY meminta kepada Anies untuk mengungkap kepada publik tetang rekam jejak BP Pantura dan kondisi keuangan serta aset BP Pantura yang pernah dibubarkan tersebut. “Hal itu harus dijelaskan kepada masyarakat apakah ada korupsi pada BP Pantura,” tandasnya. ■ RED/JOKO/S