JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Dalam program di Trans7 belum lama ini, Najwa Shihab mewawancarai bangku kosong yang seharusnya diisi oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan. Kendati dalam kapasitasnya sebagai pewancara atau wartawan/wartawati (jurnalis) serta konteks jurnalistik, namun memunculkan polemik. Sampai akhirnya berbuntut laporan polisi seperti yang dilakukan Relawan Jokowi.
Menanggapi hal itu, Dewan Pers pun menilai seharusnya Relawan Jokowi datang dan berdiskusi lebih dulu dengan pihaknya. Maksudnya sebelum Relawan Jokowi itu bikin laporan ke polisi. Kenapa? Karena, saat itu Najwa Shibab sedang bekerja sebagai jurnalis (wartawati).
“Harusnya kan konsultasi dulu ke sini (Dewan Pers). Tidak langsung buru-buru lapor polisi. Kalau begitu, terkesan ada kriminalisasi terhadap Najwa Shihab. Apalagi yang dilaporkan itu adalah konten jurnalistik,” tegas Ahmad Djauhar, Wakil Ketua Dewan Pers, Rabu (7/10/2020) di Jakarta.
Menurut dia lebih lanjut bahwa itu kan urusannya berkaitan dengan konten jurnalistik. “Seyogianya diselesaikan di Dewan Pers. Kalau dibawa ke polisi, terkesan mengkriminalisasi. Kan ada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” papar dia lagi.
Dalam pandangan Ahmad Djauhar, masak sindiran terhadap tokoh publik, dikriminalkan. Jadi, jelas bahwa aksi Najwa Shihab tidak tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), di mana wartawan/wartawati sedang melaksanakan pekerjaan atau tugas profesionalismenya.
“Dewan Pers melihat fenomena Nana (Najwa) mewawancarai kursi kosong ya bagian dari kreativitas untuk menarik perhatian audiens. Nothing more,” pungkas Ahmad Djauhar, mencoba mendudukkan persoalan yang muncul secara proforsional. ■ RED/GOES