Riwayatmu Kini, KAWASAN ‘JALAN MALIOBORO’ YOGYAKARTA Jelang Malam Hari Bagai Kota Mati Gegara Dampak COVID-19

POSBERITAKOTA (YOGYAKARTA) – Selain dikenal dengan sebutan ‘Kota Pelajar‘, Yogyakarta pun terkenal sebagai salah satu destinasi pariwisata yang tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan lokal maupun dari mancanegara. Terlebih saat liburan sekolah serta hari libur panjang lainnya, puluhan bus pariwisata dari berbagai penjuru kota-kota besar di Pulau Jawa maupun lainnya – datang berbondong-bondong memadati kantong-kantong parkiran yang ada di ‘Kota Gudeg‘ satu ini.

Begitupun dengan penginapan mulai dari yang sekelas Losmen, Melati, Guest House hingga sekelas bintang satu hingga hotel bintang lima – semuanya full house. Meski jumlah hotel di Yogyakarta terus bertambah, namun tetap saja tak mampu menampung wisatawan yang datang. Apalagi di setiap malam pergantian Tahun Baru.

Derasnya kunjungan wisatawan ke Yogyakarta ternyata tak hanya membuat pengusaha hotel dan penginapan lainnya tersenyum lebar. Semua sektor bisnis yang terkait dengan pariwisata ikut ketiban rejeki nomplok. Mulai dari kusir delman, pengemudi Bentor alias becak motor, musik angklungan yang digelar tiap malam di salah satu sisi kawasan ‘Jalan Malioboro’ pun – bisa mengais rejeki.

Bukan rahasia umum lagi, kalau ketenaran ‘Jalan Malioboro‘ memang tujuan favorit wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Mereka beranggapan belum bisa disebut pernah ke Yogya, jika tak menjelajahi ‘Jalan Malioboro’ yang tak pernah sepi sepanjang hampir 24 jam tersebut.

Hampir semua di sisi sebelah kanan ‘Jalan Malioboro‘ yang ke arah Pasar BringharjoPasar Batik dan Loak Terbesar di Indonesia – sepanjang emperannya banyak toko beraneka barang itu nampak berderet ratusan pedagang. Ada pula pedagang yang menjajakan pernak-pernik cindera mata khas Yogya.

Sebut saja mulai dari berjualan miniatur kendaraan berupa becak, dokar hingga pedagang gelang dari bahan benang yang banyak diburu remaja untuk cindera mata. Sementara di sisi jalan sebelah kiri, ada sebaris dengan Yogya Mall, nampak berderet pedagang aneka kuliner. Ada yang jualan Gudeg Khas Yogya, tongseng hingga minuman Wedang Ronde. Bagi wisatawan yang suka goyang pinggul, sekelompok pemain musik angklung, siap menghibur dan cukup memberikan ‘saweran‘ seikhlasnya.

Malam kian larut. Semua toko dan pedagang kaki lima (K-5) yang semula memadati ‘koridor‘ sepanjang ‘Jalan Malioboro‘ – sudah tutup. Namun bukan berarti denyut kehidupan malam terhenti begitu saja. Puluhan ‘Lapak Lesehan‘ yang menjual aneka kuliner khas tengah malam pun bermunculan.

Puluhan ‘Lapak Lesehan’ itu baru menghentikan aktivitasnya beberapa menit setelah adzan sholat Subuh berkumandang. Selanjutnya, kesibukan berikutnya digantikan lagi oleh teriakan pedagang batik dan cindera mata di K-5 sepanjang ‘Jalan Maliobo‘.

Begitulah potret kehidupan yag dapat direkam dari tahun ke tahun di kawasan salah satu titik destinasi wisata di ‘Kota Gudeg’ (Yogyakarta) yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Namun, gegara (gara-gara-red) menyeruaknya wabah virus Corona (COVID-19), nyaris berubah 360 derajat – kini malah terlihat bagai kota mati.

Riwayatmu kini, Kota Gudeg Yogyakarta terutama untuk di kawasan ‘Jalan Malioboro’ menjadi tak sefavorit dulu lagi. Kalangan pedagang tak lagi nampak di situ. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) – sementara ini membatasi jam berjualan, khusus di emperan ‘Jalan Malioboro’.

Tak heran pula ketika matahari mulai terbenam, kini ‘Jalan Malioboro’ tertutup untuk dilewati semua jenis kendaraan. Para pedagang K-5 tak boleh beroperasi lagi. Jangan harap bisa ‘colong-colongan’ dengan aparat. Selalu ada operasi dari aparat keamanan gabungan, tentu saja untuk tidak sebebas-bebasnya berjualan. Karena, harus membatasi adanya kerumunan massa atau dari calon pembeli.

Sejumlah pedagang di emperan ‘Jalan Malioboro’ sempat mengeluh. Selain sudah sepi pengunjung, juga pembatasan waktu berjualan, tak boleh sampai malam lagi. Kalaupun ada pembeli, masih ada tapi hanya satu dua orang. Karenanya, mereka berharap pandemi COVID-19, bisa segera berlalu. Rindu akan kesemarakan para wisatawan lokal dan mancanegara sebagai pembeli barang dagangab mereka yang secara tidak langsung dapat mengisi pundi-pundi uang alias penghasilan mereka setiap harinya. ■ RED/TUBAGUS DEVI IRAWAN SHY/FOTO TUBAGUS ANDRI M/GOES

Related posts

Sambil Bawa Bantuan, KAPOLRI Tinjau Posko di Pengungsian Erupsi Gunung Lewotobi NTT

Upgrade Skill Hingga Mancanegara, DR AYU WIDYANINGRUM Raih Penghargaan Bergengsi ‘Beautypreneur Award 2024’

Setelah Buka di Paris, RAFFI AHMAD Bikin Cabang Restoran ‘LE NUSA’ di Jakarta