POSBERITAKOTA (JEPANG) – Sebuah kecelakaan laut terjadi pada 9 Pebruari 2021 kemarin. Kapal selam AL Jepang kelas Soryu (Naga Biru) menabrak kapal komersil pengangkut barang di lepas laut pulau utama Shikoku, selatan Jepang.
Kapal komersil yang sedang dalam perjalanan dari Cina menuju Jepang dan mengangkut 90.000 ton besi tersebut, tak mengalami masalah berarti. Naasnya justru pad kerusakan kapal selam yang lebih parah.
Bilah selam (diving plane) kanan di bagian depan kapal, dekat anjungan, patah berat dan menara komunikasi – di atas anjungan – juga hancur. Akibatnya, kapal menjadi buta dan tak bisa berkomunikasi dengan pihak luar.
Diving Plane atau Hydroplane, adalah sayap kapal selam. Fungsinya untuk mempercepat kapal menyelam atau naik ke permukaan air. Bilah bisa mendongak saat kapal naik atau menghunjam ketika kapal menyelam.
Biasanya, ada 2 diving plane. Belakang dan depan. Yang depan punya fungsi khusus, yakni membantu menjebol es bila kapal hendak muncul di lautan beku.
Mengherankan, sonar kapal (alat kapal selam yang berkerja mengindera keadaan sekitar dengan pantulan gelombang suara) – bisa tidak mendeteksi kehadiran kapal komersil Ocean Artemis yang berukuran besar!
Kapal selam memang tidak memiliki jendela. Untuk “melihat” keadaan sekitar, awaknya mengandalkan sonar.
Akibat kecelakaan ini, kapal tidak bisa menyelam. Dengan dive plane sebelah mungkin masih bisa dipaksakan menyelam, tapi putusnya radio komunikasi membahayakan kapal dan awaknya.
Kejadian kapal selam menyundul kapal sipil ini bukan yang pertama. Sebab, pada 9 Pebruari 2009 silam, di laut lepas Hawaii – kapal selam bertenaga nuklir Amerika USS. Greeneville menyodok tepat di bagian tengah kapal latih perikanan Jepang Shime Maru yang berisi guru dan murid.
Shime Maru pecah dan tenggelam dalam waktu singkat. Beruntung, 26 orang berhasil diselamatkan, tetapi 9 orang lainnya hilang. AL harus membayar kompensasi 230, 67 milyar rupiah sebagai ganti rugi kepada korban dan keluarga mereka.
Sementara itu Soryu adalah nama yang sama dengan nama kapal induk Jepang – Soryu – saat PD2, dipakai oleh pemimpin serangan ke Midway Laksamana Chuichi Nagumo, sebagai kapal Komando.
Soryu rusak berat oleh bom, kapal lalu sengaja ditenggelamkan dengan jalan diterpedo kapal Jepang lainnya, agar tidak jatuh ke tangan musuh pada tanggal 4 Juni 1942.
Kapal selam modern yang bermarkas di Kure ini bertenaga diesel elektrik, memiliki baterei besar, Lithium-ion, yang dikembangkan oleh Akira Yoshino 1985.
Baterei in sangat hemat dalam pemakaian dan memiliki kapasitas simpan yang besar, memungkinkan kapal selam bisa diam lebih lama di dasar samudera
Mesinnya sangat halus dan nyaris tak berguncang, hingga air dalam permukaan gelas tetap anteng. Dalam posisi intai, mesin Soryu nyaris tak bersuara. Itu sebabnya kapal selam jenis serang ini sangat diminati AL India, Maroko, Norwegia, Belanda dan Taiwan. AL Australia kabarnya menyesal tak memakai Soryu karena sudah terlanjur pesan kapali selam buatan Perancis. ■ RED/GUNAWAN WIBISONO