27.2 C
Jakarta
21 November 2024 - 22:31
PosBeritaKota.com
Hukum

ADVOKAT H. ONGGOWIJAYA SH MH : PENERAPAN PASAL TPPU HARUS MELIBATKAN PPATK & BERANTAS MAFIA KEPAILITAN

TANGERANG (POSBERITAKOTA) – Dari persidangan kasus dugaan penipuan dan pencucian uang dengan terdakwa HM mantan Direktur Utama P.T. Mahakarya Agung Putera (PT MAP) di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Selasa (14/9/2021) kemarin, ternyata telah mengungkap fakta baru yaitu penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang tidak sesuai prosedur hukum.

Dikatakan ahli pidana Dr Dwi Seno Wijanarko SH MH saat memberikan keterangannya, menyebutkan bahwa hasil analisis dari PPATK merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi dalam perkara TPPU.

“Sebab, tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana khusus, dimana bisa diklasifikasikan sebagai ketentuan yang bersifat khusus. Bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan yang umum, artinya proses penerapan hukumnya pun dalam TPPU harus berpedoman pada penerapan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” ucap Dwi Seno.

Dalam perkara terdakwa HM, ia didakwa dengan salah satu pasal TPPU. Namun faktanya dalam berkas perkara tidak ditemukan hasil pemeriksaan PPATK maupun pemberitahuan penyidik kepada PPATK tentang adanya penyidikan perkara TPPU sebagaimana yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

“Kami sependapat dengan ahli Dr Dwi Seno Wijanarko SH MH bahwa dalam perkara TPPU harus ada hasil pemeriksaan atau analisis oleh PPATK. Dalam perkara ini sama sekali tidak ada syarat-syarat yang dipenuhi oleh penyidik maupun JPU sebagaimana yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Jadi, saat ini banyak sekali perkara tindak pidana 378 dan 372 KUHP langsung sekaligus diterapkan dengan pasal TPPU oleh penyidik tanpa ada proses formil seperti pemberitahuan ke PPATK dan tiba-tiba perkaranya bisa P-21,” ujar advokat H. Onggowijaya SH MH.

Oleh karenanya, ia menilai bahwa hal tersebu sangat berbahaya, jika penyidik atau JPU bisa langsung menyimpulkan sendiri adanya transaksi mencurigakan dan langsung disimpulkan TPPU. Padahal kewenangan analisis ada di PPATK.

“Besok-besok ada orang menggunakan uang perusahaan beli susu anaknya bisa langsung kena TPPU,” tegas H. Onggowijaya SH MH, lagi.

Kembali diungkapkan Dwi Seno Wijanarko yang juga dosen Universitas Bhayangkara Jakarta bahwa yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan adalah PPATK.

“Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 64 ayat (1) UU TPPU : PPATK melakukan pemeriksaan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain,” tutur Dwi Seno.

Sementara itu H. Onggowijaya SH MH melalui keterangannya kepada POSBERITAKOTA, Rabu (15/9/2021), sangat menyesalkan ketidakprofesionalan penyidik dan JPU terkait penerapan pasal TPPU terhadap terdakwa tanpa melalui hukum formil yang berlaku.

“Jadi, masyarakat perlu memahami dan tahu bahwa jika seseorang dikenakan pasal TPPU, maka PPATK harus dilibatkan. Bahkan dalam kasus terdakwa HM sangat kental motif penerapan pasal TPPU ini adalah agar terdakwa dapat ditahan selama 120 hari pada tahap penyidikan, apabila tidak ada pasal TPPU, maka jangka waktu penahanan tahap penyidikan hanya 60 hari. Apakah pasal ini karena pesanan pihak-pihak tertentu? Oleh karenanya, kami meminta Bapak Kapolri dapat membenahi bawahannya terutama oknum- oknum penyidik di Polda Metro Jaya yang melakukan hal-hal di luar ketentuan UU. Begitu pun Bapak Jaksa Agung juga harus memperhatikan jajarannya yang membuat surat dakwaan asal-asalan, apalagi menyatakan berkas lengkap P-21, tanpa memenuhi syarat formil dan materil yang benar,” papar H. Onggowijaya dengan nada kritik.

Selain agenda keterangan ahli hukum pidana, Majelis Hakim juga memeriksa keterangan terdakwa pada hari yang sama. Terdakwa dalam keterangannya ternyata mengungkapkan bahwa pada Agustus 2019 saat rapat voting di skors oleh Hakim Pengawas, ternyata terdakwa dimintai uang Rp 10 miliar agar hasil voting bisa damai dan bila tidak bisa maka hasil voting dapat menjadi pailit.

Bahkan menurut terdakwa, Kurator mendatangi terdakwa saat masih di tahanan di Polda Metro Jaya dan menyatakan ingin membeli tanah yang terletak di samping lokasi PT. Mahakarya Agung Putera yang telah dijual ke orang lain.

Hal lain yang sangat mengejutkan adalah terdakwa menerangkan saat awal proses PKPU, terdakwa diajak oleh pengurus PKPU untuk bertemu seorang Kurator senior bernama Yudi Wibisana di SCBD, dimana juga diakui oleh saksi Kurator Paulus Lubis dalam keterangannya sebagai saksi. Padahal, Yudi Wibisana sama sekali tidak ada hubungan hukum dengan terdakwa.

“Motif dan tujuan perkara ini makin terang dan jelas. Jadi bukan semata-mata urusan antara konsumen dan terdakwa, tapi ada tujuan lain. Sungguh aneh pengurus atau Kurator bisa cawe-cawe (ikut-red) hal-hal di luar tugasnya apalagi mengenalkan pada orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tagihan PKPU, ini ada apa?” Begitu ucapnya dengan nada heran.

Kenapa proyek yang di appraise senilai Rp 150 miliar tahun 2018 lalu, bisa terlelang dengan harga Rp 32 miliar di tahun 2021? Apa iya tanah dan bangunan dalam 3 tahun nilainya turun 80%? Apakah terdakwa dikenakan pasal TPPU untuk tujuan tertentu? Dan, kami akan meminta kepada Majelis Hakim melakukan penyitaan terhadap uang 90.000 Singapore Dollar dan uang-uang yang pernah dikembalikan ke konsumen, jika sumber-sumber uang tersebut dianggap sebagai hasil TPPU (tanpa analisis PPATK) oleh JPU,” ungkap H. Onggowijaya, panjang lebar.

Dari semua itu, terungkap kejanggalan-kejanggalan peristiwa dalam proses PKPU dan kepailitan PT. MAP. Saksi a-de charge dalam keterangannya, mengungkapkan bahwa ada penawaran dari Kantor Kurator untuk konversi hak konsumen dengan pembelian unit proyek oleh pengembang baru (pemenang lelang) dalam proses pembagian hasil lelang harta pailit PT. Mahakarya Agung Putera tersebut.

“Mengapa kantor Kurator ikut-ikutan menawarkan unit? Ada apalagi ini? Siapa dibalik ini semua? Apakah ada mafia kepailitan yang sejak awal mengawal proses PKPU dan kepailitan PT. Mahakarya Agung Putera, sehingga terdakwa didakwa dengan pasal TPPU tanpa pemenuhan syarat formil dan didakwa dengan pasal UU Rumah Susun yang sudah dihapus?

“Maka itu, kami memohon Bapak Kapolri dan Bapak Jaksa Agung, agar memberikan atensi penuh terhadap dugaan keterlibatan oknum-oknum dalam perkara ini. Tentunya agar penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya,” tutup advokat H. Onggowijaya SH MH. □ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

JPU Dituding Tak Paham KUHP, PENASEHAT HUKUM Tegas Minta Terdakwa Yanti Dihadirkan di Sidang Berikutnya

Redaksi Posberitakota

Tilep Uang Perusahaan Rp 148 Juta, OTAK PEMBUNUHAN BOS PELAYARAN Dibantu Suami Siri

Redaksi Posberitakota

GELAPKAN UANG & BOCORKAN DATA, KARYAWATI ‘DIPOLISIKAN’ PEMILIK PERUSAHAAN YANG MERASA DIRUGIKAN MILYARAN

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang