JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Sudah bukan rahasia umum lagi, siapa pun pasti mengenal keluarga Grup Kopi Kapal Api? Soedomo Mergonoto selaku pemilik dan pendiri Kopi Kapal Api beserta Mimihetty Layani (istri) dan Christeven Mergonoto (anak) yang lulusan pendidikan dari Amerika Serikat.
Hanya sayangnya, justru dibalik kesuksesan mereka, ternyata tersimpan beberapa aroma ‘tidak sedap‘, seperti yang diungkap oleh anggota DPR RI Komisi III dan LQ Indonesia Lawfirm.
Arteria Dahlan yang merupakan anggota DPR RI dari Komisi III dalam rapat dengar pendapat dengan Kapolri menyampaikan keluhannya bahwa Soedomo ternyata diduga sebagai mafia kasus. “Bawa pengacara dalam RUPS tidak diundang, merekam dan rekaman digunakan di Polrestabes. Polisi bukan polisi swasta. Jawa Timur tidak boleh ada penunggangan. Mohon Kapolri koreksi betul. Yang bersangkutan disuruh insyaf, tidak bisa lagi menunggangi kepolisian. Kasihan rakyat.”
Link Video Arteria Dahlan di Youtube LQ:
https://youtu.be/RrF7hHnELGU
Terkait dugaan Soedomo Mergonoto sebagai mafia kasus yang menunggangi kepolisian dengan mengunakan kekuatan keuangannya disoroti keras oleh dewan, karena dugaan Polisi jual beli perkara dan membela yang salah lantaran faktor uang dan sangat kental berhubungan dengan Grup Kapal Api.
Sementara itu Christeven Mergonoto dalam keterangan melalui pesan singkat WhatsApp (WA) mengatakan bahwa nanti lawyernya akan menyampaikan penjelasan klarifikasi terhadap tuduhan itu. “Lawyer kami akan menyampaikan penjelasan kepada media,” kata Christeven.
LQ Indonesia Lawfirm sebuah kantor hukum yang vokal dan sungguh-sungguh membantu masyarakat terutama terhadap korban oknum mafia, kali ini membuka borok tak sedap Keluarga Grup Kopi Kapal Api.
Setelah sebelumnya Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto selaku komisaris PT Kahayan Karyacon yang juga adalah istri dan anak Soedomo Mergonoto selaku pemilik Kapal Api Grup melaporkan terlebih dahulu Direksi PT. Kahayan Karyacon ke Mabes Polri atas dugaan penggelapan dalam jabatan.
Kali ini giliran Direktur Utama PT Kahayan Karyacon setelah menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di 0817-9999-489 dan memberikan kuasa untuk melaporkan balik Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto di Polda Banten dalam dugaan Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan dalam jabatan pasal 372 atau 374 KUH Pidana, dalam Laporan Polisi No TBL/B/364/IX/2021/ SPKT I DIRKRIMUM /POLDA BANTEN Tanggal 29 September 2021.
Sedangkan advokat Adi Gunawan, SH, MH memberikan keterangan kepada media di Polda Banten. “Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto diduga menggelapkan aset perusahaan PT Kahayan Karyacon kurang lebih Rp 3 miliar, kami sudah berikan bukti permulaan ke Polda Banten dan saya selaku Pelapor langsung di klarifikasi sehingga Laporan Polisi segera di proses,” katanya.
Ancaman pidana pasal 374 KUHP adalah 5 tahun penjara. “Kami tegaskan tidak boleh ada yang merasa kebal hukum, para pemilik Grup Kopi Kapal Api juga harus mengikuti proses hukum, akan kami kawal kasus ini, ” ujar advokat Adi Gunawan dari kantor LQ Indonesia Lawfirm, Senin (18/10/2021).
PT Kahayan Karyacon didirikan di bulan November 2012 oleh Mimihetty Layani, Christeven Mergonoto selaku Komisaris dan Chang Sie Fam, Erry Biyaya, Feliks dan Leo Handoko selaku para direksi.
Keluarga Grup Kopi Kapal Api, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto sudah 10 tahun mendirikan PT Kahayan Karyacon mengunakan boneka-boneka untuk mencari untung dari uang pribadi mereka. Di Banten, mereka dirikan perusahaan Batu Bata, selama 10 tahun mereka sendiri memerintahkan direksi agar tidak membuat laporan keuangan, uang puluhan miliar untuk setor modal PT pun mereka tidak mau setor langsung ke rekening bank Perusahaan melainkan transfer ke rekening pribadi salah satu direktur, agar tidak tercatat pajak.
“Keluarga Kopi Kapal Api ini sangat lihai dan sudah tahu strategi dan trik menghindari pajak sehingga merugikan keuangan negara. Salah satunya dengan mengalirkan dana melalui rekening pribadi. Jadi, bukan rekening Perusahaan dan tidak membuat laporan keuangan perusahaan. Padahal itu wajib sebagai Komisaris perintahkan ke Direksi sesuai UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” ujar Sugi selaku Kepala Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Pada saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia dan pabrik-pabrik banyak terkena dampak ekonominya, Kahayan Karyacon termasuk pabrik yang terkena imbasnya.
Bukannya membantu dalam hal keuangan sebagaimana layaknya Komisaris dan pemilik perusahaan yang bertanggung jawab moral terhadap hutangnya, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto selaku komisaris mengambil taktik cari kambing hitam dan kabur dari tanggungjawab hutang ke para Supplier yang sudah memberikan barang dan jasanya ke Kahayan Karyacon.
Para Supplier yang tidak dibayar akhirnya melakukan gugatan PKPU ke PN Jakarta Pusat untuk meminta hak mereka atas tagihan yang belum dibayar.
Akibat rasa takut dan pelit untuk menutupi tanggungjawab sebagai direktur, Mimihetty dan Christeven melaporkan Direksi Kahayan ke Mabes Polri atas dugaan penggelapan dalam jabatan beralasan sebagai pemegang saham tidak pernah diberikan laporan keuangan selama 10 tahun.
Sementara itu Advokat Franziska Martha Ratu Runturambi, SH, membantah tuduhan Mimihetty. “Tuduhan Mimihetty jelas tidak beralasan, justru Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto yang meminta jangan ada laporan keuangan, karena sebagai pemilik Kapal Api, mereka tidak mau keuangan mereka terlacak. Patut diduga mereka mau menghindari pajak. PT Kahayan Karyacon sudah berdiri sejak 2012, sudah 10 tahun. Kenapa baru sekarang keberatan tidak ada laporan keuangan? Ke mana saja selama 10 tahun? Tugas Komisaris sesuai UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah mengawasi Direksi, lalu jika baru melaporkan di 2021, apakah selama 9 tahun tidak menjalankan tugas sebagai komisaris? Mimihetty Layani kan istri pemilik Kapal Api, sedangkan Christeven Mergonoto adalah anak pemilik Kapal Api yang kuliah di Amerika Serikat. Apakah sebodoh itu sampai selama 9 tahun tidak mengawasi perusahaan yang mereka dirikan? Atau pura-pura bodoh karena ada maksud terselubung?” ■ RED/GOES