JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Hak-hak masyarakat luas untuk mencari sekaligus mendapatkan keadilan, terus menjadi concern dan perhatian dari kantor hukum LQ Indonesia Lawfirm. Salah satu caranya adalah dengan bersikap all out, terutama di dalam membantu ribuan korban Investasi Bodong yang gagal bayar, tentu saja agar mendapatkan haknya secara adil.
Lagi, LQ Indonesia Lawfirm kembali melakukan gebrakan hukum baru dengan mengajukan Judicial Review untuk menutup kekosongan hukum dalam penghentian penyelidikan.
Oknum Polri terutama penyidik diduga bermain dan jual beli kasus mempergunakan tahap ‘penyelidikan‘ untuk menutup perkara atau Laporan Polisi (LP). Dimana apabila LP dihentikan dalam tahap penyelidikan, maka pelapor tidak dapat mengajukan praperadilan.
Teorinya dalam penghentian penyelidikan Peraturan Kapolri memperbolehkan adanya gelar perkara atas keberatan pelapor, namun nyatanya keberatan Pelapor tidak pernah/jarang sekali digubris oknum polisi.
“LQ Indonesia Lawfirm melihat ada kekosongan hukum. Setelah LP ada 3 tahap proses hukum yaitu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, sebelum perkara disidangkan. Dalam Pasal 77 (a) KUHAP, penghentian Penyidikan dan penuntutan dapat diajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri untuk memeriksa apakah penghentiannya sah sesuai hukum Formiil/ hukum acara. Namun, jika dihentikan dalam tahap penyelidikan maka Pelapor, mentok alias tidak ada upaya atau badan pengawas lain dapat memeriksa apakah penghentian Laporan Polisi dilakukan secara sah atau tidak.
Karena di situlah, Ketua LQ Indonesia advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA kemudian berpikir untuk menutup celah dan kekosongan hukum yang kerap digunakan oknum Polri terhadap kriminal penguasa dan kriminal kerah putih dengan menyogok oknum.
“Penyelidik untuk menghentikan perkara, bahkan sebelum saksi diperiksa, LP dihentikan dengan alasan bukan tindak pidana,” tambah Sugi, Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK) ini ada, dikarenakan banyak kasus di mana oknum penyelidik Polri menghentikan laporan polisi yang dibuat LQ Indonesia Lawfirm, bahkan tidak mau memeriksa saksi yang mengetahui kejadian setelah pelapor yang menjadi korban menolak memberikan gratifikasi.
Bahkan masyarakat awam hanya bisa pasrah ketika LP dihentikan dalam tahap Lidik, namun LQ Indonesia Lawfirm memilih fight secara hukum dan melawan dengan proses hukum di MK untuk menguji kewenangan Polri ini.
LQ Indonesia Lawfirm tidak mengenal kata menyerah dan mundur selama dalam posisi benar.
“Baca Pasal 102 angka 1 KUHAP, tugas penyelidik itu adalah menerima laporan.
Pasal 5 ayat 1 KUHAP, tugas penyelidik mencari keterangan dan barang bukti, lalu pasal 102 angka 3, membuat berita acara dan melaporkan kepada penyidik sedaerah hukum. Saya sudah baca seluruh pasal KUHAP tidak ada satupun wewenang diberikan KUHAP, untuk polisi menghentikan laporan polisi dalam tahap penyelidikan,” papar Sugi, lagi.
Yang ada Polri diberikan wewenang untuk menghentikan laporan polisi dalam tahap Penyidikan (Sidik) sebagaimana tertera dalam Pasal 109 angka 2 KUHAP.
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut
umum, tersangka atau keluarganya,” ucap dia, menambahkan.
Di sinilah pelanggaran aturan KUHAP dalam proses hukum atau due process of law dengan membuat surat penghentian penyelidikan.
“Selama ini masyarakat mengikuti aturan sepihak dari Polri yang melanggar KUHAP, tapi LQ Indonesia Lawfirm tidak mau ikut arus yang salah dan melanggar Undang-undang, LQ mengajukan Judicial Review untuk menguji KUHAP Pasal 77a tentang Praperadilan agar ketika ada cacat dalam proses penyelidikan yang dihentikan Oknum Polri, pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memerintahkan kepolisian membuka kembali laporan polisi yang dihentikan. Karena penghentian penyelidikan melanggar hak konstitusional setiap pelapor, yaitu kepastian hukum yang adil di mana tertera dalam Pasal 28D angka 1 UUD 1945,” ujar Alvin Lim yang menjadi narasumber utama Acara iNews TV ‘Cerdas Hukum‘.
“Uji review KUHAP ini adalah langkah awal, pembatasan kewenangan kepolisian. Selanjutnya setelah kabul, LQ Indonesia Lawfirm akan melakukan Judicial Review atas UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian untuk lebih lanjut membatasi kewenangan Polri. Selama ini Kepolisian sebagai lembaga super power bahkan unggul terhadap KPK yang dianggap hanya cicak, dalam kisruh Cicak versus Buaya.
Advokat sebagai aparat penegak hukum, harus mengkoreksi, nakalnya buaya. Namanya buaya itu lihai, kata orang buaya itu pandai mengelabui dan bertindak berlawanan dengan janjinya.
“Makanya saya himbau masyarakat kalau denger janji manis buaya jangan dimasukin di hati, bisa patah hati nanti karena tindakannya berbeda dari janji manisnya. Kewenangan luar biasa (Absolut Power) tanpa hati nurani, integritas dan hati melayani akan menjadi kesewenangan dan merugikan masyarakat,” ucapnya.
LQ Indonesia Lawfirm selalu menjunjung tinggi Salus Populi, Suprema Lex Esto, yang berarti masyarakat adalah hukum tertinggi. Judicial review ini bukan untuk kepentingan LQ, melainkan demi masyarakat dan keadilan.
Sidang kedua dengan agenda ‘Perbaikan Permohonan’ digelar secara daring di Gedung Mahkamah Konstitusi dimulai pukul 11 dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Prof Arief Hidayat dan Daniel Yusmik, terdaftar dalam perkara no 53/PUU-XIX/2021.
Kembali, Sugi meminta agar masyarakat Indonesia khususnya mereka yang haus akan keadilan dan kebenaran, mau membantu perjuangan LQ Indonesia Lawfirm dalam doa. Selama ini para aparat penegak hukum banyak yang ikuti arus dan cara oknum korup, LQ memulai perjuangan hukum, berjuang sesuai alur undang-undang dan melawan arus oknum.
“Terima kasih kepada Netizen yang telah membantu LQ dalam membaca dan meneruskan pesan LQ Indonesia Lawfirm. Sedangkan bagi yang membutuhkan bantuan hukum bisa menghubungi 0818-0489-0999 untuk konsultasi. Salam Cerdas Hukum,” ucap Sugi, mengakhiri. ■ RED/AGUS SANTOSA