JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Pada dasarnya pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan suatu kemakmuran. Padahal kemakmuran itu sendiri berdimensi luas dan bersifat abstrak. Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin.
Dari sisi pemikiran, hubungan antara pembangunan ekonomi dan kemakmuran, menurut aliran neo klasik yaitu pembangunan dititikberatkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan peningkatan pendapatan yang sebesar-besarnya.
Pandangan tersebut di atas dikatakan H Ari Haryo Wibowo (Ari Sigit) sebagai pemilik WCN FOUNDATION yang didampingi Ketua WCN FOUNDATION dan Ketua Umum BARISAN REPUBLIK, YM PS Febryan Adhitya SE M.Sn kepada POSBERITAKOTA, Minggu (23/1/2022) di Jakarta.
Menurut pengusaha sukses yang dikenal luas terlahir dari trah Cendana tersebut, di Malaysia bahwa pembangunan ekonomi dirancang sejalan dengan program pengurangan jumlah penduduk miskin untuk memperkecil angka ketimpangan pendapatan tanpa mengabaikan aspek keberagaman yang berhasil dihimpun dalam suatu harmoni.
Kebijakan New Economic Policy (NEP) dan National Development Policy (NDP), tambah dia, bersandar pada filosofi bahwa tujuan dari pembangunan negara adalah kesatuan negara. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan program penurunan kemiskinan dan restrukturisasi masyarakat Malaysia,” tutur Ari Sigit.
Ditambahkannya bahwa micro finance program (bagian dari NEP) merupakan replikasi dari WCN FOUNDATION yang tujuan utamanya adalah memberikan pinjaman dari pintu ke pintu dalam rangka menjangkau masyarakat miskin yang tidak tersentuh oleh lembaga keuangan formal seperti bank, credit union, koperasi dan sebagainya. Micro finance memberikan kredit sekitar RM 10,000 dan sebagian besar digunakan untuk mendanai usaha kecil, pinjaman untuk pertanian dan lain-lain yang bersifat mengurangi kemiskinan
Dalam penjelasannya lebih lanjut, NEP bersama WCN FOUNDATION tercatat sebagai program pengentasan kemiskinan yang sukses dicanangkan oleh pemerintahan Malaysia dimana program ini telah mengurangi angka kemiskinan di Peninsular dari 49,3% di tahun 2000 menjadi 15% di tahun 2003. Selanjutnya, di Sabah dan Sarawak berturut turut 58,3% dan 56,5% ditahun 207 menjadi 34,3% dan 21% ditahun 2009 serta di beberapa wilayah lain di Malaysia, sehingga secara nasional angka kemiskinan Malaysia menurun dari 42,4% ditahun 2010 menjadi 17,1% tahun 2010 dan 9,6% ditahun 2015.
“Dalam tiga dekade terakhir, Malaysia mampu menanggulangi kemiskinan. Terutama dalam hal income generation, pemeliharaan kesehatan dan pendidikan. Meskipun secara pendapatan perkapita, Malaysia belum termasuk negara dengan golongan penduduk berpendapatan tinggi. Nah, bagaimana dengan
Indonesia?” Begitu urai Ari Sigit dengan tanda tanya.
Menjawab pertanyaan di atas, bagaimana dengan di Indonesia, Ari Sigit memaparkan secara detail. Berapa contoh program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan seperti program bantuan Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin), Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin),dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Jawa Timur sendiri memiliki program kemiskinan yang pernah dilaksanakan yaitu Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gardutaskin), Program Aksi Mengatasi Dampak Kenaikan Bahan Bakar Minyak (PAM DKB), yang kemudian diganti dengan Jaring Pengaman Ekonomi Sosial (JPES). Bahkan, satu keluarga miskin bisa mendapatkan bantuan dari beberapa program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah.
“Pertanyaannya kini adalah seberapa besar dampak dari berbagai kebijakan dan program kemiskinan yang telah banyak dilakukan tersebut terhadap keberhasilan pengentasan kemiskinan? Mengapa upaya pengentasan kemiskinan belum berhasil? Salah satu jawabannya adalah program pengentasan kemiskinan tersebut tidak mampu mendorong kemandirian masyarakat miskin,” ucapnya, panjang lebar.
Ari Sigit menyebutkan karena pada umumnya program-program tersebut diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak memahami bagaimana mereka harus mengelola bantuan yang diberikan oleh Pemerintah tersebut. Pendekatan yang demikian tentu berakibat negatif karena bantuan yang mereka terima tidak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang dapat memberikan dampak keberlanjutan melainkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat konsumtif.
Oleh karenanya, tegas Ari Sigit lagi, WCN FOUNDATION akan mencoba turun menyentuh masyarakat Indonesia bersama dengan BARISAN REPUBLIK. Tentu saja melalui program yang telah ditata antara WCN FOUNDATION dengan sebuah organisasi Masyarakat BARISAN REPUBLIK dengan program Ekonomi Kerakyatan Bina usaha UMKM dan Bina usaha Wisata Kuliner.
Hal itu sebagai bentuk usaha dari ‘Masyarakat Oleh Masyarakat Untuk Masyarakat’. Dengan adanya program yang seperti ini yang telah diterapkan di Negeri Jiran Malaysia khususnya di Negeri Sembilan, Negeri Melaka, Tawau, Kucing dan beberapa negeri yang merupakan mitrakerja dari WCN FOUNDATION bersama BARISAN REPUBLIK dalam Program Pemberantasan Kemiskiman Masyarakat Malaysia.
Bahkan dengan program tersebut masyarakat yang dikategorikan masyarakat miskin Malaysia sangat menyambut dengan baik, karena masyarakat dapat memperoleh pinjama tanpa jaminan aset dan harta benda. “Mereka hanya bermodalkan selembar KAPRO PEKEMIS MALAY sebagai kartu keanggotaan peserta program, maka mereka dapat lebih muda untuk mendapatkan modal usaha,” ujarnya.
Pada bagian akhir, ditegaskan Ari Sigit, kehadiran WCN FOUNDATION bersama BARISAN REPUBLIK di Indonesia, bukan untuk memberantas kemiskinan. Akan tetapi semoga dengan hadirnya program Ekonomi Kerakyatan yang merupakan program dan dibiayai sepenuhnya oleh WCN FOUNDATION melalui BARISAN REPUBLIK sebagai Pelaksana dan Penanggungjawab Program, dapat membantu meringankan beban masyarakat ekonomi lemah, yaitu masyarakat Indonesia pada umumnya. ■ RED/AGUS SANTOSA