JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Seperti yang sama-sama kita tahu bahwa bulan Juli ini adalah bulan dimulainya belajar bagi pendidikan tingkat PAUD sampai SLTA. Bahkan, kalau kita keluar rumah pun, maka tampak hilir mudik anak-anak berpakaian seragam sekolah menuju tempat belajar.
Kemacetan jalan juga disebabkan salah satunya karena berbarengan dengan anak-anak sekolah keluar dari rumahnya. Ada yang diantar oleh orangtuanya, diantar ojek online dan bahkan menggunakan kendaraan pribadi miliknya sendiri. Mulai dari sepeda, sepeda listrik sampai motor dan mobil.
“Apa tujuan mereka? Hanya satu yakni tiada lain adalah untuk menghilangkan kebodohan. Ketika bodoh hilang, ia akan menjadi anak yang pintar. Saat sudah pintar, maka bisa berusaha sendiri. Bisa mengubah hidupnya yang tadinya miskin menjadi kaya. Yang tadinya malas kemudian berubah menjadi rajin,” papar Dr. Abdul Rosyid Teguhdin Hamid M.Pd membuka ceramahnya saat mengisi program Hikmah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
Selanjutnya, Dr Abdul Rosyid, menyampaikan bahwa lalu sebenarnya apa keutamaan menuntut ilmu dalam Islam? Ia pun membagi menjadi tiga bagian, namun sangat detail sehingga mudah dipahami ratusan jamaah yang ikut hadir.
Pertama, thalabul ilmu merupakan kewajiban dalam agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam. Menuntut ilmu wajib atas setiap orang Islam. Karena ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mendapatkan wahyu adalah ayat tentang ilmu yakni Iqra (bacalah).
Membaca adalah bagian menuntut ilmu (baca, tulis, hafal, faham). Waktu SD diajarkan cara membaca dengan metode CBSA (cara belajar siswa aktif) salah satunya menggunakan buku ‘Belajar Membaca dan Menulis’ yang isinya ada kalimat ‘Ini Budi, Ini Ibu Budi‘.
Kedua, mengangkat derajat. Janji Allah subhanahu wata’ala bahwa orang-orang yang menuntut ilmu derajatnya akan diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu. Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis. Lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.”
Apabila dikatakan, “Berdirilah (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu berapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
Kalau ada yang mengatakan : “Ngapain sekolah tinggi-tinggi, kagak bakal merubah nasib loh.” Jawablah dengan kata yang sopan : “Iya, pendidikan tidak akan merubah diri saya, akan tetapi akan merubah pemikiran saya. Kalau pemikiran saya berubah, maka semua yang ada pada diri saya akan berubah.”
Termasuk titel yang diberikan setelah menyelesaikan pendidikan, jadikanlah sebagai motivasi bahwa pendidikan yang saya raih adalah jerih payah menuju kesuksesan. Sukses itu adalah bagian beberapa derajat yang ada dalam surah al-Mujadalah ayat 11.
Ketiga, penuntut ilmu harus memiliki bekal/modal sebagaimana perkataani imam Asy-Syafi’i “Lantanul ilma illa bi sittatin, dzaka’in (cerdas), wa hirshin (semangat), wa ijtihadin (sungguh-sungguh), wa bulghotin (biaya), wairsyadi ustadzin (petunjuk guru), wa thulu zamanin (panjangnya waktu.”
Perkataan sang imam tentang bekal/modal menuntut ilmu, karena ilmu itu bagaikan cahaya. Seumpama cahaya lampu yang menyinari ruangan dan bahkan sampai sebesar cahaya matahari yang menyinari seluruh alam. Maka seseorang yang memiliki ilmu harus mampu menyinari orang-orang di sekitarnya.
Jadilah cahaya yang cernih, yakni setiap perkataan dan ucapannya benar-benar dari hati nurani yang paling dalam. Cahaya yang suci bersih dari kata-kata kotor atau yang tidak enaj didengar. Cahaya yang tidak menyilaukan perkataannya tidak menyakitkan dan menyebalkan. Cahaya yang menyejukan membuat di sekitar menjadi merasa aman dan damai.
“Semoga ilmu yang Allah SWT berikan menjadikan kita sebagai hamba yang bersyukur. Aamiin,” pungkas Dr Abdul Rosyid, mengakhiri ceramahnya. ■ RED/AGUS SANTOSA