BEKASI (POSBERITAKOTA) □ Seyogyanya kita patut merasa bersyukur, karena firman Allah dalam QS. At-Tin menyebutkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk paling sempurna dari makhluk lainnya. Bahkan, Allah SWT pun sampai membandingkan dengan Malaikat sekalipun. Manusia disebutnya memiliki kemuliaan yang lebih tinggi.
Demikian kalimat pembuka ceramah Ustadz Abdul Rasyid S.AG saat mengisi kajian ba’da Shubuh di masjid wilayah Babelan, Kabupaten Bekasi, Ahad (21/8/2022) akhir pekan lalu. Ditambahkan, meski manusia diciptakan dari unsur tanah, sedangkan Malaikat justru dari nur (cahaya).
Dalam QS Al-Baqarah Ayat 34
وَاِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡٓا اِلَّاۤ اِبۡلِيۡسَؕ اَبٰى وَاسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ الۡكٰفِرِيۡنَ
Wa iz qulnaa lilmalaaa’i katis juduulli Aadama fasajaduuu illaaa Ibliisa abaa wastakbara wa kaana minal kaafiriin. Yang artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat. “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. (Juz ke-1).
Dijelaskan Ustadz Rasyid bahwa dalam ayat tersebut menegaskan, sujud yang dilakukan Malaikat itu bukanlah untuk menyembah, tapi sebagai bentuk penghormatan (sujud). Sebab, proses manusia itu jauh lebih mulia. Meski keberadaannya belum lama, tapi sudah dihormati. Makanya, jadi manusia harus dan patut bersyukur.
“Namun ketika ada bagian yang tidak atau menolak sujud kepada Nabi Adam, yakni iblis. Dan, iblis ngaku dari api, sedang Adam dari tanah. Di situlah bentuk kesombongan iblis. Makanya, jadi manusia kalau sombong, ya ngikutin karakter iblis,” tuturnya dihadapan puluhan jamaah yang setia mengikuti kajian-kajian Shubuhnya.
“Ada bagian yang tidak mau atau menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam, yakni Iblis. Sebab, Iblis ngaku diciptakan dari unsur api, sedangkan Adam cuma dari tanah. Nah, di situlah bentuk kesombongan Iblis. Jadi manusia kalau sombong, itu kayak ngikutin karakter iblis,” tuturnya dihadapan puluhan jamaah yang setia mengikuti kajian-kajian Shubuhnya.
Kembali disampaikan bahwa filosofi memaknai ketaqwaan adalah sujud syukur kepada Allah SWT. Apalagi, tambah Ustadz Rasyid, manusia diposisikan jauh lebih mulia dari makhluk- makhluk lain yang sama-sama ciptaan Allah SWT. Bahkan, termasuk dibandingkan dengan Malaikat maupun Iblis.
“Tetapi, kemuliaan manusia itu justru pada akhlaknya. Budi pekerti dan karakteristiknya. Nah, jadi manusua kalau sombong, itu kan sama saja ngikutin karakter iblis. Jika sudah lepas, tidak punya etika. Kurang mampu menjaga (sebagai) fitrah yang Allah SWT berikan, yakni manusia yang memiliki kemuliaan,” ungkapnya, panjang lebar.
Lanjut Ustadz Rasyid dalam kajian Shubuhnya, apabila manusia itu sendiri tak bisa menjaga fitrah dari ‘kemuliaan‘-nya, maka Allah SWT akan menempatkan derajatnya yang paling bawah. Kenapa? Ada beberapa indikator untuk memberikan jawaban atas pertanyaan di atas.
“Yang pertama adalah manusia yang sudah benar lepas akhlaknya. Manusia bisa Albahimiyyah alias yang memiliki sifat binatang. Meski sebenarnya manusia banyak belajar dari perilaku hewan,” tuturnya.
Seperti pada saat zaman ke-Nabian dulu, banyak terjadi bunuh-bunuhan. Allah SWT pun mengutus burung Gagak, kemudian kakinya mencakar-cakar tanah sampai berbentuk lubang. Dari situ kemudian, setiap ada manusia yang mati (meninggal) harus dikuburkan di dalam tanah.
“Begitu juga pada sosok Harimau, mana mau dikasih makan rumput? Sebab, Harimau pemakan daging. Atau ular yang cukup sekali makan, bisa bertahan untuk berbulan-bulan. Kagak cari makam setiap hari. Nah, ini beda dengan manusia, di dalam cari makan buasnya tidak ada batas. Orang cari harta, karena orientasi pada dunia, justru tak kenal waktu,” kata Ustadz Rasyid.
Sebenarnya, menurut salah satu ustdaz kondang di wilayah Babelan, Bekasi satu ini, posisi manusia di dalam kehidupan ini sedang mencari bekal. Ada ikhtiar di dunia ini untuk mencari bekal dan itu buat persiapan saat meninggal nanti. Karenanya, manusia harus memiliki sikap Rabbaniyah (berdasarkan Ketuhanan).
Sedangkan ada pula kecenderungan sikap manusia yang buas. Hal itu disebut Al-kabut (laba-laba), manusia yang punya karakter lemah. Yang tidak pernah bersedekah. Termasuk Assyatoniah, menyerupai Syetan (Iblis) yang bukan wujud tapi karakteristik. Setiap dinasehati hampir tidak pernah mau mendengar. □ RED/AGUS SANTOSA