JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Fakta ini jelas tak boleh terlewatkan begitu saja. Setelah Polri ‘bersih bersih‘ ke dalam (internal) dan lantas menetapkan Ferdy Sambo dan isterinya, Putri Chandrawathi – sebagai tersangka plus menahan sejumlah anggota Polri lainnya.
Dampaknya pun signifikan karena bisa berhasil mengembalikan simpati dan kepercayaan masyarakat yang sempat turun drastis – namun kini mendekati pulih. Kini, giliran para jurnalis senior mengritisi Lembaga Dewan Pers yang diduga sempat dibawa ke arus skenario hoaks mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu.
“Ini kan Polri sudah bersih bersih, pertanyaannya sekarang kapan giliran Dewan Pers juga bersih bersih untuk menindak oknum di lembaganya? ” begitu ucap Dimas Supriyanto, jurnalis anggota PWI Jaya yang menggugat pengiringan wartawan oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers dan Anggota Dewan Pers, setelah bertemu dengan pengacara keluarga Ferdy Sambo di Gedung Dewan Pers pada Jumat, 15 Juli 2022 lalu. Gugatannya kini mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Kemudian berlanjut. Selain mengirim petisi ke Change.Org, Dimas Supriyanto yang kini Pemimpin Redaksi media online Seide.id telah mengirim surat kepada Ketua Umum Dewan Pers Prof. Dr. Azyumardi Azra agar memecat Ketua Komisi Pengadukan dan Penegakkan Etika Pers, Yadi Hendriana. Karena yang bersangkutan dianggap tidak memahami UU Pers 40/Tahun 2019 dan Kode Etik jurnalistik. Apalagi
di dalam jumpa pers bersama tim pengacara Arman Haris, Yadi Hendriana menggiring wartawan agar mengutip sumber resmi kepolisian – yang sudah ‘dikelabui‘ atau bentuk rekayasa oleh Ferdy Sambo.
Arman Haris yang menjadi pengacara istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, juga meminta agar pers memiliki empati kepada keluarga korban.
“Yang jelas, citra pers rusak oleh kelakuan oknum Dewan Pers yang dilindungi oleh rekan rekannya,” kata Jusuf Rizal, jurnalis senior, yang juga pendiri Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PW MOI) dalam jumpa pers di Rumah Makan Mbok Berek Ny. Umi di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (27/8/2022) siang, kemarin.
Oleh karenanya, PW MOI menyerukan agar Tim Khusus bentukan Kapolri mengusut dengan cermat sejauh mana kebenaran aliran dana dari Ferdy Sambo ke oknum di Dewan Pers. Sebagaimana amplop yang diberikan kepada LPSK, tapi ditolak. Serta dugaan upaya mempengaruhi Ketua Indonesia Police Watch (IPW) dan lembaga negara sekelas DPR RI.
“Jadi, munculnya imbauan agar pers hanya mengutip sumber resmi kepolisian (ketika itu) yang sekarang jelas salah, merupakan skenario menyesatkan. Maka Dewan Pers dapat dikatakan terlibat dalam kejahatan kemanusiaan,” kritik Yusuf Rizal.
Sementara itu Jodhi Yudono, pendiri Ikatan Wartawan Online (IWO), menegaskan bahwa lembaga Dewan Pers itu sudah sangat ketinggalan zaman. “Sebenarnya, sudah cukup lama kami mempersoalkan kewenangan-kewenangan Dewan Pers yang sudah tidak sesuai perkembangan zaman,” ungkap Jodhi Yudhono selaku pendiri dan Ketua Umum IWO yang beranggotakan ribuan wartawan online di seantero Tanah Air.
Ketika hadir dalam acara pelantikan IWO Kabupaten Karawang, periode 2019-2024, Jodhi Yudono malah mengucapkan ‘Selamat tinggal Dewan Pers’ saat memberi sambutan di Hotel SwissBellin Karawang, Selasa (27/8/2019) lalu.
Jodhi, jurnalis yang sebelumnya bekerja di Kompas.Com, menyampaikan pandangan, Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Dewan Pers sudah tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. “Bahwa wartawan harus tersertifikasi dan sertifikasi di Dewan Pers itu tidak sesuai dengan regulasi. Biarkan sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang semestinya,” imbuh dia.
Dalam pandangan Jodhi, sertifikasi dan uji kompetensi wartawan seharusnya dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk mendapatkan lisensi resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Bukan Dewan Pers. “Pelaksana teknisnya malah bisa organisasi profesi kewartawanan. Jadi, bukan Dewan Pers,” katanya.
Dewan Pers yang membawahi organisasi organisasi pers, merupakan benteng terakhir yang bertugas menjaga kemerdekaan pers dan moral insan pers. “Bukan terjun ke teknis menguji kompetensi para wartawan dan sertifikasi perusahaan pers,” jelas Jodhi, lagi.
Ketentuan agar perusahaan media punya kantor punya karyawan, memberikan gaji tetap dan BPJS yang disyaratkan oleh Dewan Pers, hanya sesuai dengan perusahaan besar yang membuat perusahaan media jatuh ke tangan pemodal besar dan kaum kapitalis. “Sedangkan media di era digital, sekarang makin personal, terdiri dari unit unit kecil yang lincah dan efisien,” ulas Jodhi.
Bahkan Jodhi Yudhono, jurnalis yang juga musisi, meyakini profesionalisme media ikut serta membangun bangsa dengan fungsi kontrolnya. “Mengarah pada era industri 4.0 saat dunia dalam genggaman, “ jelasnya dan lantas seraya menyebut Smartphone kini menggantikan fungsi halaman koran dan majalah di masa lalu. Dan, wartawan media online berkontribusi di dalamnya. ■ RED/AGUS SANTOSA