JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Forum Seniman Peduli – Taman Ismail Marzuki (FSP-TIM) mengajak agar semua pihak ikut menyelamatkan dan melindungi ruang-ruang ekspresi kesenian, seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) dan ruang ekspresi lainnya. Termasuk melindungi Gelanggang Remaja, Taman Budaya dan Gedung Kesenian di Jakarta dari penggerusan nilai, marwah, sejarah, kedudukan, tujuan serta fungsinya, oleh kehendak kapitalistik baik dalam pikiran maupun tindakan.
Begitulah antara lain butir ‘Manifesto Cikini 73’ yang digaungkan Tatan Daniel atas nama Forum Seniman Peduli TIM, di acara hajatan “Panjang Umur Perjuangan – Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki” di Jakarta.
“Berikan dan lindungi hak-hak sosial, kultural dan konstitusional para seniman untuk hidup layak dan berkarya dengan aman, nyaman, mudah, dan merdeka,” tegasnya melanjutkan lima butir pernyataan dan seruan yang dirumuskan oleh Forum Seniman Peduli TIM.
‘Manifesto Cikini 73‘, lanjut Tatan, sebagai respon atas permasalahan yang ditemukan dan dirasakan selama hampir tiga tahun mengawal kebijakan revitalisasi TIM yang dilancarkan oleh Gubernur Jakarta, dan PT Jakarta Propertindo.
Pihaknya juga meminta para pemangku kepentingan melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan secara tegas dan bertanggung jawab. Dengan segera menerbitkan perangkat ketentuan pelaksanaan yang komprehensif, untuk dapat dipedomani dan dilaksanakan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Oleh karenanya, mendesak Pemerintah agar membentuk Kementerian Kebudayaan yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam upaya pemajuan kebudayaan nasional.
“Berdayakan Dewan Kesenian sebagai perwakilan seniman yang independen. Tidak diarahkan menjadi subordinasi pemerintah. Tidak dikooptasi oleh kekuasaan yang tidak memihak pada kepentingan seniman dan kemaslahatan kesenian,” tegas Tatan.
Manifesto yang disusun bersama pada dini hari di Posko FSP-TIM ini, akan segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan para pemangku kepentingan.
Hajatan “Panjang Umur Perjuangan – Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki” berlangsung hikmat dan meriah. Dipandu aktor Teuku Rifnu Wikana dan seniman Rini Kreet, acara dibuka Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana.
Prosesi hajatan diisi persembahan tari Bali dari Lembaga Kesenian Bali Saraswati pimpinan I Gusti Kompiang Raka. Maestro seni musik tradisional (gamelan) dan tari Bali ini juga turut hadir di Posko #saveTIM.
Acara dilanjutkan dengan penampilan para seniman tradisi dari kelompok Serunai Sumbawa, yang membacakan mantra-mantra mistis, dan memimpin perarakan ke pelataran Teater Besar TIM.
Hajatan terus bergulir hampir tanpa jeda. Diawali penayangan film pendek tentang perjalanan gerakan moral #saveTIM. Diiringi narasi menggugah oleh Mogan Pasaribu. Dengan gambar dan potongan video kesaksian para tokoh, antara lain Sutardji Calzoum Bachri, Ayip Rosidi, Radhar Panca Dahana, Afrizal Malna, Syahnagra, Maria Darmaningsih dan lain-lain.
Puisi teaterikal bertajuk “Perjalanan” digelar oleh Exan Zen, dan kawan-kawan. Berlanjut pentas monolog satire yang jenaka, tapi panas oleh Joind Bayuwinanda dengan menaburkan gepokan duit jutaan ‘rupiah’ di pelataran.
Cilay Dance Theater melanjutkan pertunjukan dengan bermain bayang-bayang di atas kanvas yang terentang di depan jamban umum melintang di halaman Teater Besar. Tarian bersatu dengan kesibukan Edy Bonetsky yang menoreh-noreh kuas di bentangan kanvas.
Pertunjukan dilanjutkan dengan kelompok musik “Pandai Api” pimpinan Ibob Su Su yang juga dikenal sebagai perupa. Lalu Willy Fwi dan kawan-kawan, menggelar dramatisasi puisi “Pada Cikini Raya 73.”
Buyung Surya, aktor teater dan film, yang sezaman dengan Alex Komang, Cok Simbara, dulu, membacakan puisi panjang “Pada Cikini Raya 73” dengan ekspresi yang seakan Buyung Surya ketika muda dulu. Keras, berapi, dan mengejutkan.
Kritik keras lewat pertunjukan teater hikayat disampaikan Agus Nur Amal, atau biasa dikenal sebagai Agus PMTOH. Seniman yang baru pulang dari Jerman, mengisi even “Dokumenta” di sana, mengecam keras penanganan TIM, yang sejak ia kenal di zaman Bang Ali dulu, hingga TIM yang direvitalisasi hari ini.
Usai Agus Nur Amal, hajatan dipanaskan lagi oleh penampilan kelompok musik Lokal Ambience, pimpinan Mogan Pasaribu. Dalam balutan irama reggae yang indah, kelompok musik ini melantunkan lagu dengan lirik puisi Chairil Anwar, dan puisi Sutardji Calzoum Bachri.
Di malam kedua Sabtu (24/09/2022), FSP-TIM menghadirkan kelompok seni tradisi Komunitas Ronggeng Deli (KRD).
“Tampilnya kelompok musik yang sudah berusia 7 tahun ini, diharapkan dapat mengantarkan pesan kuat tentang urgensi merawat dan melindungi kesenian tradisi, di segenap penjuru negeri ini,” terang Tatan Daniel.
Komunitas Ronggeng Deli (KRD) sebelumnya pernah menggoyang panggung musik di Festival Ronggeng Nusantara di Kuningan (Jawa Barat), Festival Kesenian Yogyakarta, Festival Musik Tembi, Festival Payung di Borobudur dan di Festival Sanur Bali.
“Bahkan ketika KRD tampil di Gedung Kesenian Jakarta, pernah membuat Anies Baswedan semasa menjadi Menteri Kebudayaan ikut berjoget di panggung,” pungkas Tatan. □ AGUS SANTOSA