Politisasi Jadwal Pilkada, ANTHONY BUDIAWAN : Langgar Konstitusi & Untuk Kepentingan Siapa?

JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, menilai telah terjadi pelanggaran konstitusi. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang seharusnya dilaksanakan tahun 2022 dan 2023, tapi diundur serentak pada 2024 mendatang. Terhadap politisisasi jadwal Pilkada itu untuk kepentingan siapa?

Seperti diketahui bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) direncanakan serentak. Artinya terjadi bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, serentak untuk kepala daerah yang sudah habis masa jabatan 5 tahunnya, agar dilaksanakan serentak di semua daerah.

“Akan tetapi, serentak bukan berarti ditunda, seperti yang terjadi sekarang. Pilkada yang seharusnya dilaksanakan 2022 atau ada yang 2023, baru akan dilaksanakan 2024. Itu namanya ditunda secara serentak. Sementara itu, kepala daerah yang dipilih secara demokratis, karena masa jabatan 5 tahunnya sudah habis, lantas diberhentikan,” ucap Anthony, Rabu (19/10/2022) di Jakarta.

Menurut dia dengan demikian, menurut UUD Pasal 18 ayat (4), telah terjadi kekosongan jabatan kepala daerah tersebut, seperti terjadi di DKI Jakarta. Karena, menurut konstitusi, kepala daerah wajib dipilih secara demokratis. Artinya dipilih oleh rakyat melalui Pilkada. Bukan ditunjuk atau diangkat oleh Mendagri atau bahkan Presiden. Artinya, pengangkatan Penjabat Kepala Daerah melanggar konstitusi.

“Sepertinya pepatah anjing menggonggong dan kafilah berlalu, berlaku di sini. Mendagri tetap menunjuk dan mengangkat Penjabat Kepala Daerah. Selain
melanggar konstitusi, Pilkada Serentak 2024, sepertinya juga dipolitisasi,” duga Anthony, lagi.

Dalam pandangannya bahwa di tahun 2024, juga tahun Pemilu dan Pilpres. Ada pemilihan anggota DPR dan DPRD serta Pemilihan Presiden. Anehnya, jadwal Pilpres dilaksanakan lebih dahulu dari jadwal Pilkada. Padahal, Pilkada sudah tertunda lama sekali.

“Pelaksanaan Pilpres dijadwalkan Februari 2024, sedangkan Pilkada dijadwalkan Nopember 2024. Pertanyaannya, kenapa bukan Pilkada yang dilaksanakan terlebih dahulu, baru kemudian Pilpres? Sehingga kepala daerah yang dipilih secara demokratis tersebut bisa bersikap netral ketika Pilpres,” ujar Anthony dengan nada heran.

Ditambahkannya jika Pilpres dilaksanakan terlebih dahulu, apakah Penjabat Kepala Daerah yang ditunjuk Pemerintah, sehingga dapat dikatakan ‘Orang Pemerintah‘ dapat bersikap netral? Hampir dapat dipastikan, tidak. Sebab, sebagai ‘Orang Pemerintah‘. Para Penjabat Kepala Daerah tersebut, diperkirakan akan bertindak untuk kepentingan Pemerintah atau Koalisi Pemerintah.

“Yang jelas, politisasi jadwal Pilkada seperti ini, tentu bakal berdampak negatif terhadap demokrasi. Bisa menghancurkan demokrasi, menuju jurang kehancuran,” pungkas Anthony Budiawan. □ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Dihadiri Cagub Ridwan Kamil, ADI KURNIA Bersama AKSI Berbagi 5000 Tebus Sembako Murah di Condet Jaktim

Bukan Hanya dari Tokoh Masyarakat Jakarta, PRAMONO – BANG DOEL Kantongi ‘Peluru Emas’ Dukungan Ulama & Habaib

Rasanya Sulit Tembus 51 Persen, PILKADA JAKARTA 2024 Bakal Melalui Dua Putaran