25.2 C
Jakarta
22 November 2024 - 07:07
PosBeritaKota.com
Syiar

Di Masjid Istiqlal, KH. ABU HURAIRAH ABD SALAM LC MA Khutbah Jum’at Bahas Mendalam Soal ‘Jihad Tanpa Pertempuran’

JAKARTA (POSBERITAKOTA) ■ Fenomena aksi teror yang mengatasnamakan Islam, apalagi dilakukan dengan cara keji, jelas sangat meresahkan kita. Banyak pihak mengecam dan menyalahkan Islam, karena aksi itu kerapkali dianggap sebagai sebuah perjuangan membela agama dan diyakini sebagai jalan pintas masuk syurga. Dan, biasa diistilahkan oleh pelakunya dengan ‘amaliyaat jihadiyah‘. Karena hal itu pula kemudian yang menjadi penyebab aksi-aksi teror diidentikan dengan ajaran Islam.

“Padahal, model jihad yang dipraktekan dengan cara yang keji seperti itu, sangat berbeda jauh dari konsep jihad yang sebenarnya dalam syariat Islam,” sebut KH. Abu Hurairah Abd Salam L.c MA selaku khotib saat membuka khutbah Jum’atnya di Masjid Istiqlal Jakarta, 27 Jumadil Akhir 1444 H/20 Januari 2023 M, tidak kurang dihadapan 30 ribuan jemaah.

Menurutnya bahwa dalam kitab Almu’jam Almufahras li Kalimatil Qur’an (Muhammad Fuad Abdul Baaqi) bahwa terdapat sekitar 36 ayat dalam Al-Qur’an Al-Kariim yang berbicara tentang jihad dalam berbagai dimensinya. Dan, semua menunjukkan bahwa jihad memang tidak bisa dipisahkan dari agama Islam, karena memang merupakan fakta sejarah yang terdokumentasi dalam Al-Qur’an. Namun, Al-Qur’an juga menerima begitu banyak ketentuan, hukum, aturan, syariat serta pesan-pesan moral terkait jihad tersebut.

“Memang betul dan harus diakui bahwa jihad adalah salah satu bagian dari syariat Islam. Sudah ada sejak masa nabi-nabi terdahulu. Bahkan di masa Rasulullah SAW, kita menemukan banyak catatan sejarah mengenai jihad. Semua itu juga dikisahkan dalam Al-Qur’an sebagai dokumen sejarah yang paling otentik,” papar KH Abu Hurairah itu, lagi.

Hanya sayangnya, lanjut Wakabid Penyelenggaraan Peribadatan BPMI tersebut, kebanyakan kita yang minim ilmu mengambil pesan jihad dalam Al-Qur’an sepotong-sepotong. Bahkan, ada kecenderungan menggunakan sebagian ayat Al-Qur’an dan meninggalkan ayat-ayat lainnya. Persis seperti apa yang dilakukan para ahli kitab di masa lalu, sampai Allah SWT menegur mereka dengan firmannya dalam QS. al-Baqarah 85 yang artinya : “Apakah kalian hanya beriman, hanya percaya kepada sebahagian alkitab dan ingkar sebahagian lainnya…

Melanjutkan khutbahnya yang penuh keteduhan, KH. Abu Hurairah menegaskan sesungguhnya bahwa jihad itu bukanlah menyerang orang, melukai orang, bukan membakar rumah ibadah, bukan menghilangkan orang yang tidak berdosa. Atau, bukan melakukan bom bunuh diri. “Sebab dalam konteks peperangan sekalipun jihad itu, bukan memerangi, tetapi kita membela diri ketika diserang. Dan, kalau diserang, tidak mungkin kita diam saja,” urainya.

Sebagai contoh, menurutnya, jika negara kita diserang maka wajib hukumnya untuk bangkit membela, niatkan karena Allah SWT. Begitulah yang dimaksud jihad. “Makanya, orangtua dan guru kita Hadratus Syeikh KH. Muhammad Hasyim Asyari pernah mengeluarkan resolusi jihad, saat kita melawan penjajah karena konteksnya membela negara, tapi bukan menyerang.

“Di kalangan kelompok yang memaknai jihad secara membabi-buta tanpa ilmu dan tanpa memahami fiqih dan syariatnya, sangat disayangkan ketika mereka menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk membenarkan dan menghalalkan pembunuhan nyawa manusia yang tak berdosa. Seolah dikesankan bahwa tindakann kriminal yang mereka lakukan merupakan perintah Al-Qur’an,” ujarnya, panjang lebar.

Sebenarnya, menurut KH. Abu Hurairah, makna jihad itu tidak harus bentuknya perang, namun bukan berarti Islam anti perang. Sebab, jihad dalam makna perang itu adalah pilihan terakhir. Yang perlu diingat jihad bukanlah bertujuan untuk melakukan kekerasan, membunuh, merusak, membakar dan lain-lain.

“Padahal seorang ibu yang tengah mengandung, kemudian dia merawat kandungan dengan baik sampai melahirkan, itu adalah jihad fi sabilillah. Begitu pula seorang ayah yang keluar mencari nafkah apapun profesinya, sepanjang diniatkan untuk ibadah, itu juga bisa disebut jihad fi sabilillah,” tuturnya.

Bahkan, Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabatnya : Apa yang kalian tahu tentang mati syahid? Para sahabat pun menjawab, ya Rasulullah, orang yang mati di jalan Allah itulah yang mati syahid. Rasulullah bersabda : “Kalau begitu, sedikit sekali ummatku yang mati syahid

Kemudian para sahabat berkata, lantas siapakah yang dianggap mati syahid, ya Rasulullah? Lalu Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang gugur dalam pertempuran di jalan Allah, maka dia itu mati syahid, selama diniatkan ibadah”.

“Termasuk seluruh jamaah yang hadir di sini (Masjid Istiqlal) dengan niat ibadah atau mendengarkan majelis ilmu. Maka, sejak meninggalkan rumah, menyandang status mujahid fi sabilillah. Kalau wafat di pertengahan jalan, meskipun belum sampai ke masjid, maka status wafatnya sebagai mujahid fi sabilillah dan matinya mati shahid,” telaah KH. Abu Hurairah.

Seperti Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Siapa saja yang mendatangi masjidku, lantas ia mendatangi hanya untuk niat baik, yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu, maka kedudukannya sama seperti mujahid fi sabilillah.” □ RED/AGUS SANTOSA

Related posts

Ceramah di Malam ke-18 Ramadhan, DR KH AHMAD RIF’AI Sebut Orang Bakhil yang Tak Bayar Zakat Merobohkan Agama

Redaksi Posberitakota

Memaknai Peringatan Maulid, KYAI NANA MAULANA Sebut dengan Mencintai Rasulullah SAW Agar Selalu Dapat Keberkahannya

Redaksi Posberitakota

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal, TIGA AMALAN POKOK di Bulan Suci Ramadhan

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang