JAKARTA (POSBERITAKOTA) □ Shalat dalam perspektif ilmu fiqih, bisa dilihat dari sahnya bacaan dan gerakannya. Namun dilihat dari perspektif tasawuf, justru dari sisi gerakan batinnya. Bahkan, shalat adalah amal pertama yang akan dihisap di hari kiamat nanti.
Jika bagus maka ibadah yang lainnya juga baik. Menilai amaliyah shalat seorang hamba, harus dilihat dari kedua aspek (fiqih dan tasawuf), bukan aspek fisiknya saja.
Demikian esensi khutbah yang disampaikan Syekh Muhammad Fahturahman M.Ag selaku khotib dalam pelaksanaan sholat Jum’at di Masjid Istiqlal, Jakarta, 26 Rajab 1444 Hijriyah/17 Februari 2023 Masehi, dihadapan sekitar 12 ribuan jamaah yang memadati masjid kebangaan Indonesia dan terbesar di kawasan Asia tersebut.
“Shalat yang benar secara fiqih (sesuai aturan) dan tasawuf (ikhlas dan khusyu) akan menjadi benteng diri pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, tanha anil fahsya-i wal munkar fahsya (perbuatan jahat yang berimbas kepada orang lain). Shalat sesuai aturan akan berefek kepada seluruh lini kehidupannya,” jelasnya.
Dalam kitab Adabus Suluk Al-Murid Habib Abdullah Alwi Al-Hadad, menyatakan yang artinya : “Jadilah – wahai para murid – dalam puncak perhatian terhadap shalat lima waktu, dengan menyempurnakan berdirinya, bacaan-bacaan, khusyu, ruku dan sujudnya serta seluruh rukun dan sunnahnya. Jadikan hatimu merasakan sebelum mengerjakan shalat, keagungan Dzat yang kau ingin berdiri di hadapan-NYA yang Maha Besar dan Maha Tinggi.”
Dijabarkan Syekh Muhammad bahwa diri kita harus ada dalam puncak perhatian ketika shalat. Maka untuk meraihnya bangkitkan kesadaran hati sebelum memasuki shalat. Jangan sampai qalbu ke mana-mana. Bangkitkan kesadaran hati akan Keagungan Dzat Yang Maha Segalanya. Sebelum sholat kosongan dulu qalbu dan pikiran. Jadi, kita perlu mengevaluasi, selama ini dalam shalat 5 (lima) waktu yang dikerjakan, ke manakah hati kita bergerak?
“Sedangkan qalbu itu bukan sesuatu yang konktit, tapi abstrak. Bahkan dapat berubah-rubah. Bisa berbaik atau berburuk sangka, kebaikan atau kebencian. Maka, merawat qalbu itu jauh lebih berat. Di sinilah pentingnya menghadirkan qalbu dalam setiap ibadah,” urai Syekh Muhammad, lagi.
Lebih jauh digambarkan bahwa kalau hati belum hadir bersama Allah SWT, maka pertanda belum mendapatkan hakikat ibadah. Malah, kalau shalat sudah menggabungkan fiqih dan tasawuf, maka akan merasakan kelezatan ibadah. Jangan ada pemahaman, kalau sudah mendapat hakekat, maka tidak perlu lagi syariat.
“Shalat juga merupakan media sarana yang menghubungkan antara hamba dengan Allah SWT. Qalbu (ruh) yang memiliki potensi besar untuk bisa berkomunikasi dengan Allah SWT. Qalbu sebagai alat untuk mendeteksi hadir-NYA Allah SWT, harus senantiasa dibersihkan melalui tadzmiyatun nafs,” katanya.
Sementara itu, lanjut Syekh Muhammad, hati yang kotor karena dua hal. Pertama : Dosa. Lisan yang berbuat dosa, tapi yang rusak adalah qalbu. Sedangkan kedua : Penyakit hati. Hasad, iri hati, dengki, buruk sangka dan lainnya.
Namun untuk perkara yang menyebabkan hati mudah khusyu dalam shalat adalah : Pertama : Melatih qalbu dengan musahabah (instrospeksi) dan muraqabah (merasa diawasi. Kedua : Jihadun nafsi, berjuang menundukkan nafsu. Oleh karenanya, sederhanakan urusan dunia.
“Lihatlah fasilitas dunia kepada orang yang di bawah. Orang yang berkendaraan mobil, lihat yang pakai motor. Yang pakai motor, lihat yang bersepeda. Terus yang memakai sepeda, lihat lagi orang yang jalan kaki. Begitu pun yang jalan kaki, harus lihat yang pakai kursi roda. Maka, kita akan bersyukur,” ucap Syekh Muhammad, mengakhiri khutbahnya. ■ RED/AGUS SANTOSA