DEPOK (POSBERITAKOTA) – Tak bisa dipungkiri bahwa di era musik digital saat ini begitu membuka peluang tak terbatas bagi kreator di dunia maya. Baik bagi elemen pencipta lagu, komposer, penyanyi, musisi maupun para produser yang concern serta mau terlibat di dalamnya demi mengambil peluang emas itu sendiri.
Seperti kita ketahui bersama, pasarnya pun bukan lagi cuma tingkat nasional (Indonesia), melainkan mendunia (Internasional). Bahkan, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia, sudah menarik royalti lebih dari 60 negara dunia. Oleh karenanya, negara (Pemerintah) perlu hadir dengan regulasi yang melindungi para kreator di dalam negeri.
Pokok-pokok pikiran di atas mencuat dari narasumber yang berbicara di ajang diskusi dengan tema ‘Membangun Ekosistem Industri Musik di Kota Depok’, Jumat (3/3/2023) petang. Sedangkan diskusi tersebut digelar atas kerjasama Forum Wartawan Hiburan (FORWAN) dan PWI Kota Depok.
Dalam diskusi tersebut antara lain menghadirkan pembicara : H. Agy Sugiyanto (produser TA Pro), Maura Sipahutar (Youtube Indonesia, Sandec Sahetapy (LMK Pelari), Jhony Maukar (LMKN) dan musisi Dwiki Dharmawan (musisi, komposer). Ajang diskusi dibuka dengan suasana segar dan penuh canda oleh kehadiran pasangan MC acara, yakni Derry 4 Sekawan dan Joko Dewo. Sedangkan Ludi Hasibuan bertindak sebagai moderator diskusi.
Selaku Kabid Kebudayaan, Pariwisata serta Ekonomi Kreatif – Disporyata Kota Depok, Christine Desima Athauli Tobing S.STP mengungkapkan apresiasinya terhadap pelaksanaan diskusi musik yang diadakan PWI Kota Depok dan FORWAN (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia. Termasuk kepada semua elemen yang terlibat dalam acara tersebut. Mulai dari musisi, produser, pencipta lagu maupun rekan-rekan wartawan.
Mantan wartawan dari Kompas Group Gramedia yang kini dikenal sebagai produser musik digital itu, sebelumnya menangguk untung dari RBT (Ring Back Tone), dekade lalu. Namun dalam perjalanannya, ia terus mengikuti perkembangan, sehingga sepenuhnya mengandalkan YouTube.
“Jadi, bicara soal kunci sukses kreator adalah jangan berhenti mengikuti perkembangan. Terus ikuti trend. Untuk saat ini lihat arus media sosial. Apa yang yang lagi trending di TikTok, Twitter dan Instagram. Itu potensi karya, bisa diolah dan menghasilkan uang,” tuturnya, lagi.
Ternyata, masa pandemi COVID-19, ikut memberi berkah tersendiri bagi H. Agy Sugianto. “Saat pandemi datang, teman teman musisi mengeluh. Mereka nggak bisa mentas dan berkarya. Semula, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hanya berjalan tiga bulan. Kemudian, malah menjadi dua tahun dan bahkan lebih,” terang dia lagi.
Akibat situasi dan kondisi tersebut, tak membuat H. Agy Sugiyanto berhenti atau berpikir keras. “Mereka datang. Saya ngajak bermitra. berkarya bareng, sekalian menolong teman-teman. Tapi, ternyata mendatangkan banyak karya dan channel baru,” ceritanya seraya menyebut bahwa semula hanya memiliki 3 channel tapi kini sudah menjadi 22 chanel dan semuanya aktif.
Sedangkan Maura Sipahutar dari pihak YouTube Indonesia, mengungkapkan bahwa pentingnya terus mengedukasi kreator seni, pencipta, musisi vokalis – tentunya agar karyanya di YouTube menghasilkan uang. Untuk di Indonesia, YouTube mempunyai 25 mitra, selain mitra Internasional dan Agregator. Pihaknya juga mendatangi produser musik untuk memberikan data rinci.
Bagi Manajer YouTube Indonesia yang khusus menangani musik, kembali memaparkan panjang lebar. YouTube itu ibarat perpustakaan, dan produser adalah penerbit bukunya. Merekalah yang tahu dan mengirimkan judul buku, penulis, dan data pendukung selengkapnya. Semakin lengkap datanya, semakin terarah dan berpotensi mendapatkan uang dari iklan. Juga terhindar dari klaim pihak yang tidak berhak,” ujarnya.
Jadi, selain melengkapi data yang terlibat dalam karya yang diunggah, YouTube juga mengedukasi kreator untuk memperbaiki kualitas produknya. “YouTube memberikan dukungan sistem agar berbisnis lebih baik,” ucap dia seraya menyebut bahwa bisnis YouTube yakni ada dua, iklan dan konten.
Menurut dia lagi, sejauh melengkapi semua datanya, maka semua kreator mendapatkan haknya. “Namun semua, kembali terserah ke produsernya,” imbuh Maura sambil menyarankan agar kreator bekerjasama dengan label dan agregator untuk mendapatkan imbalan dari YouTube, baik berupa iklan maupun viuwes.
Lain lagi yang disampaikan dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Pelari, Sandec Sahetapy. Menurutnya para pencipta lagu yang bernaung di lembaganya, telah mendapatkan haknya atas hak eksklusif. Bahkan, tidak saja dari pengguna karya dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.
Saat ini LMK Pelari bermitra dengan 400-an penulis lagu dan membanggakan sudah 7 kali membagi royalti dalam setahun terakhir. Sandec tengah mencanangkan ‘Revolusi Transparansi Musik Indonesia’. “Bisa saya pastikan bahwa 70 tahun kedepan, karya pencipta masih bisa tetap terjaga. Hanya saja untuk besar kecil hasilnya, sangat bergantung apakah lagu tersebut dipakai atau tidak?” Begitu urainya.
Begitu pula Jhony Maukar dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), mengungkapkan bahwa pihaknya sudah bertemu Menteri Parekraf untuk mendapatkan dukungan negara hadir. Yakni untuk mengusut kisruh royalti yang dipakai pebisnis wisata seperti hotel, kafe dan restoran.
“Ada asosiasi user yang tidak berniat baik. Mencari-cari alasan supaya nggak bayar royalti. Bahkan sempat melaporkan LMKN ke KPK dan menuduh LMKN sebagai lembaga liar. Kami pun sudah ketemu KPK untuk menunjukkan legalitas kami memungut hak cipta. Sekarang mereka mengindar lagi, yakni dengan alasan menunggu SILM – Sistem Informasi Lagu dan Musik,“ urai Johny Maukar.
Sedangkan SLIM itu sendiri adalah sistem yang memastikan data akurat lagu-lagu yang digunakan oleh user dan rencananya akan dirilis Maret 2023 ini. Sekarang dalam tahap ujicoba. “Jadi, kalau mau fair, ya sama sama menunggu. Jangan putar dulu lagu-lagu yang ada hak ciptanya,” tambah dia, lagi.
Selaku petinggi LMKN, Johny Maukar berharap agar negara segera hadir. Membangun sistem penarikan royalti karya cipta musik dan lalu menyerahkan ke LMKN. “Sama seperti Pemerintah membangun Gedung Bursa Efek, lalu menyerahkan kepada pengusaha,” sarannya.
Sementara itu Dwiki Dharmawan, musisi dan komposer Indonesia yang menjadi pembicara pamungkas (penutup), mengungkapkan bahwa sejak 1990-an karya-karya sudah tercatat di publisher dan agregator dunia dan setiap bulannya bisa mendapatkan royalti puluhan ribu Euro.
“Tentunya semakin banyak karya-karya yang terdaftar semakin berkemungkinan mendapatkan royalti. Dunia musik Internasional menunggu karya-karya kita. Tapi, usahakan yang khas Indonesia. Jangan niru-niru musik dari Amerika atau Korea,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu Sutrisno Buyil tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pendukung diskusi Ngulik Soal Musik. Bentuk dukungan itu antara lain datang dari Nagaswara Music, Proaktif Musik, TAPro Musik, PT Kino Indonesia TBK, PT Ascada Musik, Henry Channel serta Farabi Music School-Dwiki Dharmawan.
“Pihak panitia ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pendukung Ngulik Soal Musik ini. Syukur alhamdulillah, diskusinya pun bisa berjalan lancar dan sukses,” pungkas Ketum FORWAN Sutrisno Buyil dengan nada sumringah. ■ RED/AGUS SANTOSA