Sebagai Orang Biasa di Desa Tirkit Irak Utara, SULTAN SALAHUDIN AL AYUBI ‘Sang Penakluk Yerusalam’

OLEH : KOMARUDDIN RACHMAT

ADALAH Al Ayubi, seorang Castilan, penjaga rumah tua atau apa saja yg bisa diterjemahkan dari bahasa Inggris. Yang jelas, Al Ayubi adalah orang biasa yang tinggal di Desa Tikrit, Irak Utara.

Pada satu waktu terjadi peristiwa tunggal yang merubah nasib Al Ayubi dan keluarganya. Ketika itu Al Ayubi sedang memancing ikan di tepi Sungai Tigris.

Ditengah asiknya memancing di melihat seseorang yang hanyut di tengah Sungai Tigris yang kemudian diketahuinya sebagai Khalifah Zangki dari Kerajaan Damascus (Suriah sekarang).

Khalifah Zangki yang terluka dalam ‘Perang Salib’ ke-2 dan kemudian terbawa arus di Sungat Tigris tidak berdaya, singkat cerita ditolong oleh Al Ayubi yang kemudian merawatnya hingga sembuh.

Sebelum pulang Khaliah Zangki berpesan kepada Al Ayubi, agar jangan segan-segan berkunjung ke Damascus, kapan-kapan dikehendakinya, sambil mengucapkan terima kasih tak terhingga.

Waktu terus berjalan, berselang hitungan bulan, bayi Salahudin Al Ayubi lahir. Tapi tidak lama dari kelahiran Salahudin, terjadi peristiwa mengejutkan.

Sirquh, paman Salahudin terlibat perkelahian dengan anak seorang terpandang di Desa Tikrit yang menyebabkan lawannya meninggal.

Takut pada acara balas dendam, Al Ayubi dan keluarganya dengan membawa bayi Salahudin, mengendap-endap di pagi buta melarikan diri ke Damascus.

Di Damascus, Salahudin diterima dengan baik. Singkat cerita Sirquh yang pandai berkelahi, diangkat menjadi Panglima Perang, sementara Al Ayubi diangkat menjadi Gubernur.

Salahudin tinggal di Istana sebagai anak terpelajar dan memiliki kemampuan berperang, karena dilatih oleh pamannya, Sirquh.

Salahudin bersahabat dengan anaknya Kahalifah Zangki, Nurudin Zangki.

Salahudin mengambil kecerdasan dari ayahnya, mengambil keberanian dari pamannya dan mengambil kesederhanaan dan kebijaksanaannya dari Khalifah Zangki dan sahabatnya Nurudin.

Ketika Khalifah Zangki wafat digantikan oleh putranya Nurudin, waktu Sirquh pensiun dan posisi Panglima Perang kemudian digantikan oleh Salahudin.

Pada satu waktu timbul kekisruhan di Kerajaan Mesir, Sultan Al Adid tidak disukai rakyatnya, karena suatu tindakan amoral, gemar ber poya poya.

Selanjutnya Muncul pemberontakan – pemberobtakan sporadis di mana- mana. Sultan Al Adid meminta bantuan Khalifah Nurudin untuk menstabilkan Mesir. Maka, diutuslah Panglima Salahudin Al Ayubi dengan didampingi pamannya, Sirquh menuju Mesir.

Di Mesir, Salahudin melihat kenyataan buruknya dekadensi moral di Mesir. Shawar sebagai Menteri Besar di Mesir misalnya, diketahui menjadi kaki tangan Raja Yerusalam, Almeric.

Pendekatan Salahudin, akhirnya bisa membuat adem rakyat Mesir, sementara kegilaan Sultan Al Adid semakin menjadi-jadi.

Sampai ahirnya di Sholat Jum at, khotib mendoakan Salahudin Al Ayubi, bukannya kepada Sultan Al Adib seperti yang lazimnya.

Rakyatpun maklum, telah terjadi pergantian kekuasaan, Salahudin Al Ayubi menjadi Sultan Mesir.

Sultan Salahudin mendapatkan kenyataan. Kondisi moral umat Islam ketika itu begitu buruknya. Korupsi dan nepotisme telah menjadi budaya, berat sekali untuk keluar dan mengangkatnya menjadi baik.

Salahudin seorang Sultan yang sebelum tertidur selalu dibacakan Al Qur’an disampingnya, selalu bermunajat di sholat tahajudnya : “Ya Allah, berikanlah cahaya kepada umat Islam, meski hanya sedikit saja,” ucap Salahudin sambil menangis.

Singkat cerita, Salahudin kemudian mengadakan sayembara Pembacaan Syair Pembangkit Semangat. Tercatat kemudian dimenangkan oleh Muhamad Al Barjanji dan Asroval Anam.

Syair Albarjanji sampai saat ini masih dibicacakan di acara Maulud dikalangan Nahdliyin, Asroval Anam juga masih dilantunkan di majelis-majelis taklim.

Di zaman Salahudin Al Ayubi menjadi Sultan Mesir, pertama kali acara Maulid Nabi, diadakan. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat umat yg telah terpuruk moralnya. Dengan membacakan kisah Rasulullah di masa-masa sulit perjuangannya.

Walhasil, Sultan Salahudin A Ayubi berhasil mengkonsolidasi umat. Umat Islam berbondong bondong memenuhi panggilannya untuk merebut kembali Yerusalam dari Tentara Salib.

Dan, berhasil direbutnya dalam Perang Salib ke-3. Setelah itu, Tentara Salib tidak mampu lagi menyentuh Yerusalam kembali. Perang Salib sendiri terjadi selama 200 tahun, dengan 8 kali perang besar.

Perang Salib berakhir tahun 1291 ditandai dengan dikalahkannya Tentara Salib di Benteng Acre (Suriah) sekarang. (***/goes)

(PENULIS adalah pemerhati sejarah Islam masa lampau dan kini tinggal di Jakarta)

Related posts

Rasanya Sulit Tembus 51 Persen, PILKADA JAKARTA 2024 Bakal Melalui Dua Putaran

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Siapa Lebih Unggul di Pilkada Jakarta, DUEL STRATEGI Tim Sukses Prasetyo Edi Marsudi versus Ahmad Riza Patria