BEKASI (POSBERITAKOTA) □ Seseorang jangan dipaksa membayar zakat, jika kondisinya di rumah memang benar-benar tidak ada, ya tidak usah bayar. Hal itu supaya dirinya tidak meminta-minta. Meskipun bayar zakat itu wajib hukumnya. Jadi, berbeda dengan sedekah yang merupakan sunah.
Demikian esensi materi ceramah di malam ke-18 Ramadhan 1444 Hijriyah yang disampaikan Dr KH Ahmad Rif’ai selaku khotib, di Masjid Jami Al-Ikhlas RW 025 Perumahan Villa Gading Harapan (VGH) Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Ahad (9/4/2023) malam sebelum dilaksanakannya sholat Taraweh bersama ratusan jamaah. Ustadz Muhammad Andi, sebelumnya sempat menyampaikan makhlumat serta laporan keuangan lembaga DKM Jami Al-Ikhlas.
“Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan masalah terkait Syaidina Ali. Agama dan dunia ini akan terus ada, selagi di muka bumi ini ada 4 hal,” katanya.
Selanjutnya, sebut Kyai Ahmad Rif’ai, yakni selagi orang-orang kaya tidak bakhil. Artinya tetap mau membayar zakat. Sebab, orang yang bakhil itu sejatinya yang dapat merobohkan agama. “Insya Allah, ya, kita masuk dalam golongan yang dermawan,” urainya, menambahkan.
Sedangkan zakat itu sendiri, dijelaskan Kyai Ahmad Rif’ai lebih lanjut, ada 2. Pertama meliputi zakat mall (emas atau perak) dengan batas seberat 83 gram, maka wajib dikeluarkan zakat mall sebesar 2,5 persen “Atau, setara dengan nilai uang Rp 60-an juta,” ujarnya.
Menurutnya seraya merinci lebih detail, lantas kepada siapa saja zakat mall itu dikeluarkan? Ada 8 asnaf yang bisa menerima zakat mall. Mereka adalah golongan fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, ghariun, fisabililah dan ibnu sabil. “Jadi, selain 8 asnaf itu, tidak boleh menerima,” katanya.
Oleh sebab itu, diingatkan Kyai Ahmad Rif’ai lagi, dikeluarkan zakat mall atau fitrah haruslah benar dan tepat sasaran. “Tolong sampaikan kepada yang berhak. Jika tidak tepat, cari yang masuk kriteria fakir miskin,” ungkapnya seraya menyebut bahwa membayar zakat, boleh pakai uang atau barang.
Pada bagian lain, Kyai Ahmad Rif’ai juga menyinggung adanya orang bodoh yang takabur, tentu dari yang dia tahu. Tapi, orang itu tidak mau belajar. “Seperti orang awam, karena cari aman, lantas tidak mau terikat dengan seorang ustadz. Yang jadi perkara justru karena tidak mau mengaji dengan siapa pun,” pungkasnya. ■ RED/AGUS SANTOSA