JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Tak lama lagi, Jakarta bakal melepas predikat Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan sekaligus sebagai Ibukota Negara (IKN). Karena, berdasarkan Undang-Undang (UU RI) No 3/2022, IKN bakal pindah ke Kalimantan Timur. Meski saat ini Pemerintah cq Kemendagri RI telah menyampaikan usulan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2022-2024.
Setelah tak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota, maka besar kemungkinan Jakarta akan diusulkan menjadi pusat perekonomian dan perdagangan (Kota Keuangan atau Kota Jasa Perdagangan). Namun yang tak kalah penting, bagaimana bentuk fungsi daerah otonom Jakarta? Sebab, selama ini fungsi daerah otonom berada pada tingkat Provinsi DKI Jakarta.
Artinya, ditingkat provinsi ada Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sedangkan ditingkat kota dan kabupaten, tidak ada perhelatan keduanya. Karena, selama ini dipimpin oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditunjuk Gubernur. Maka itu, bentuk fungsi daerah otonom yang hanya ada pada tingkat provinsi inilah yang perlu segera diubah.
Jelang Ibukota Negara (IKN) pindah ke Kalimantan Timur, desakan terhadap adanya Pilkada untuk tingkat Walikota di Jakarta pun makin mencuat. Tidak hanya Walikota saja. Untuk DPRD Tingkat II Kota/Kabupaten pun perlu dipilih langsung oleh rakyat. Nah, bagaimana untuk mensikapi hal tersebut?
Komunitas Masyarakat Peduli Pemilu Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil (KMPP-LuberJurdil), Kamis (22/6/2023) kemarin menggelar diskusi publik bertajuk ‘Saatnya Pilkada Walikota dan Pentingnya DPRD Kota Pasca DKI Jakarta Tidak Lagi Sebagai IKN’. Diskusi yang diadakan di Hotel d’Arcici Jalan Raya Plumpang, Koja, Jakarta Utara antara lain menghadirkan narasumber masing-masing Anggota DPR-RI Santoso, Anggota DPD-RI Dailami Firdaus dan praktisi hukum ketatanegaraan Punta Yoga Astoni SH MH.
Dalam sambutan di acara pembukaan diskusi publik, Ketua KMPP Luber Jurdil Sugiyanto alias SGY selaku pemrakarsa menyampaikan bahwa diskusi publik yang digelar ini untuk mengakomodasi elemen masyarakat, terkait bagaimana masa depan Jakarta setelah tidak lagi menjadi IKN?
“Nah, di sini kita pertemukan antara kalangan politisi dan elemen masyarakat untuk berdiskusi sekalian silaturahmi. Semuanya hadir, mulai dari politisi yang masih aktif, sejumlah kader partai politik yang bakal ikut Pemilu 2024 mendatang serta para aktivis perkotaan,” ucap Sugiyanto, mantap.
Ditambahkan SGY bahwa hasil dari diskusi ini nantinya bakal dirangkum untuk menjadi bahan masukan ke Pemerintah. Sebab, menurut dia lagi, keberlanjutan Jakarta setelah tak menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI), jelas membutuhkan kepedulian kita dari berbagai elemen masyarakat.
Sebagai pembicara pertama politisi Partai Demokrat, Santoso, mengatakan kalau Jakarta tidak lagi menjadi IKN, maka saatnya Walikota di Jakarta harus lewat proses Pilkada, dimana pejabat tersebut harus dan perlu dipilih oleh rakyat (masyarakat) secara langsung.
“Jadi, kalau pemerintahan Jakarta masih dijalankan secara sentral oleh Gubernur, maka pengelolaan anggaran yang begitu besar tidak akan berjalan maksimal. Tiap tahun anggaran selalu banyak SILPA atau ujung-ujungnya diberikan ke BUMD sebagai Penyertaan Modal Daerah (PMD), karena kewalahan menyerap APBD yang tiap tahunnya lebih dari Rp 80 triliun,” papar Santoso yang pernah dua periode menjadi anggota DPRD DKI dan kini menjadi anggota DPR-RI.
Baik itu Santoso maupun Prof Dr H Dailami Firdaus, sepakat bahwa besarnya dana APBD DKI tersebut mampu untuk menyelenggarakan Pilkada, khusus untuk Pemilihan Walikota (Pilwakot) dan Pemilihan Legislatif Kota (Pilegkot).
Lebih jauh Santoso mencontohkan dana APBD DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 82,47 triliun, bisa dibagikan ke lima kota dan satu kabupaten masing-masing Rp 15 triliun. Dan, sisanya untuk provinsi, maka tiap kota di Jakarta bisa mengurus sendiri sesuai azas otonomi daerah.
“Coba bayangkan saja, Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2,9 juta jiwa dan APBD cuma Rp 10,3 triliun, sudah bisa mengelola kotanya dengan baik. Jalan atau gang-gang di Surabaya semua juga dibangun dengan baik. Memangnya di Jakarta, masih banyak jalan di gang-gang yang masih becek. Selain itu, Kota Surabaya masih bisa memberi makan gratis kepada lansia,” papar Santoso, lagi.
Sedangkan anggota DPD RI asal DKI Jakarta, Prof Dr H Dailami Firdaus SH LLM, menegaskan sikap apresiasinya terkait digelarnya diskusi publik ini. Semua yang dibahas, tentu bakal memiliki manfaat bagi masa depan Jakarta nantinya.
“Namun sesuai fungsi saya sebagai anggota DPD RI, nanti sebatas menyampaikan usulan-usulan dalam RUU yang bisa dimasukkan Proglesnas. Tetangga sebelah, DPR RI yang akan berperan sebagai legislasinya. Tapi, saya siap support, jika kelak ada pemilihan Walikota dan DPRD Kota di Jakarta, ” kata Bang Dailami, panggilan akrab Prof Dailami Firdaus.
Sementara itu Dosen Hukum Tata Negara (HTN) pada Institute of Business Law and Management (IBLAM), Punta Yoga Astoni SH MH, mengatakan bahwa pada Keputusan Presiden (Keppres) untuk UU IKN yang akan dikeluarkan Presiden pada 2024 nanti sudah tidak boleh menggunakan DKI Jakarta lagi.
“Sebuah keniscayaan. Kenapa tidak dengan Pilkada Walikota dan DPRD Tingkat II Kota? Maka, bentuk Pemerintahan Kota/Kabupaten yang merdeka. Artinya, kelak nanti tidak akan lagi bergantung pada Gubernur,” pungkas Yoga.
Pada pelaksanaan diskusi publik yang digagas KMPP LuberJurdil berlangsung sukses. Tidak kurang dari 100 peserta ikut hadir. Termasuk mendapat perhatian dari kalangan wartawan peliput Balaikota Pemprov DKI/DPRD DKI Jakarta. [RED/AGUS SANTOSA]