JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Dalam khutbahnya sebelum pelaksanaan sholat Idhul Adha 1444 Hijriyah di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (29/6/2023) Dr KH Abdul Moqsith Ghazali MA selalu khotib mengangkat tema ‘Spirit Idhul Adha Tingkatkan Solidaritas Kemanusiaan dan Kedermawanan‘.
Kyai yang merupakan salah seorang dosen dari di UIN Syarif Hidayatullah dan juga Khatib Am Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, mengupas bentuk refleksi semangat untuk meningkatkan solidaritas rasa kemanusiaan, terutama kepada masyarakat yang kurang mampu dan penyandang disabilitas.
Mengawali khutbahnya, Kyai Abdul Moqsith Ghazali langsung saja menukil dan sekaligus menggambarkan ihwal isi ceramah Nabi Muhammad SAW pada saat Haji Wada atau kerap dikenal sebagai haji perpisahan yang dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah 632 Masehi.
“Seperti dalam khutbahnya, Nabi Muhammad SAW menyampaikan, wahai umat manusia dengarkanlah kata-kataku. Karena aku tidak tahu jangan-jangan di hari ini, di tempat ini adalah hari terakhirku berjumpa dengan kalian,” tuturnya seraya menirukan ucapan Nabi Muhammad SAW pada saat khutbah Haji Wada‘.
Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW pun mengungkapkan, “wahai umat manusia, sesungguhnya darah-darah kalian, harta dan kehormatan kalian suci semoga kalian berjumpa dengan Tuhan seperti sucinya hari ini, seperti sucinya bulan ini, seperti sucinya tempat ini”.
Tak berhenti sampai di situ. Kyai Abdul Moqsith pun menuturkan bahwa manusia setara di mata Allah SWT. Sedangkan yang membedakan sudah sangat jelas, yakni mengenai ketaqwaannya.
“Nabi melanjutkan, sesungguhnya Tuhan kalian satu, nenek moyang kalian satu, seluruh kalian berasal dari Adam. Nabi Adam tercipta dari tanah. Adapun yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling taqwa. Orang Arab dengan orang bukan Arab tidak lebih mulia satu dengan yang lainnya, yang berkulit gelap tidak lebih mulia dari yang berkulit terang, begitulah sebaliknya,” tuturnya.
Masih menerangkan kelanjutan dari pidato Nabi Muhammad SAW bahwa beliau meninggalkan dua pusaka yang jika umat manusia berpegang teguh pada keduanya, maka tidak akan pernah tersesat. Kedua pusaka itu adalah Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
“Jadi, Nabi Muhammad SAW telah menegaskan tiga hal. Yang pertama pentingnya menegakkan hak asasi manusia (HAM), sehingga tidak dibenarkan pertumpahan darah manusia. Kedua, kesetaraan umat manusia yang satu tidak lebih mulia dari yang lain karena seluruh manusia setara di hadapan Allah SWT yang memberikan ketaqwaan. Ketiga, kedzaliman harus ditolak, baik kedzaliman pada diri sendiri apalagi pada orang lain,” urainya, lagi.
Terkait soal kedzaliman itu pada zaman Nabi Muhammad SAW, menurut Kyai Abdul Moqshit karena erat kaitannya dengan perbudakan. Nabi pun berpesan agar tidak ada kedzaliman yang dilakukan terhadap budak karena bagaimanapun budak adalah manusia yang sejatinya setara di mata Allah SWT.
“Bahkan, beberapa hari sebelum Rasululullah SWT wafat, Nabi menyampaikan wahai manusia, ingatlah Allah menyangkut agama dan amanat buat kalian, ingatlah Allah menyangkut budak-budak yang dimiliki oleh kalian. Berilah makan mereka seperti kamu makan, berilah pakaian mereka seperti pakaian yang kalian kenakan. Jangan memberi beban di luar kemampuan mereka karena budak-budak itu adalah sama dengan kalian, darah daging dan makhluk seperti kalian,” ungkapnya, masih menirukan isi khutbah Nabi Muhammad SAW.
“Barangsiapa yang dzalim pada mereka, aku yang akan menjadi musuhnya dan Allah SWT menjadi hakimnya,” ungkapnya, menambahkan.
Kyai Abdul Moqshit merefleksi isi ceramah Nabi Muhammad SAW tersebut, kaitannya dengan Hari Raya Idhul Adha pada zaman ini. Dia menyebut mengenai makna dari momen penyembelihan hewan qurban, belajar dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
“Kita tahu bahwa Nabi Ismail dibatalkan oleh Allah SWT untuk disembelih, itu berarti berapapun tinggi semangat beragama tidak boleh mengorbankan nyawa manusia, maka bom bunuh diri sangat tidak dibenarkan. Jihad hari ini bukan untuk mati di jalan Allah tapi hidup di Jalan Allah,” ujar dia.
Dalam konsep jihad, manusia diperintahkan untuk saling berbagi. Terutama memberi kepada orang-orang yang tidak mampu atau dalam kondisi keterbatasan ataupun istimewa seperti disabilitas. “Orang Islam, orang kafir, mereka tidak boleh dibiarkan kelaparan dan telanjang akibat kemiskinan,” kata dia.
Ditambahkan Kyai Abdul Moqshit untuk mencegah terjadinya kelaparan pada Hari Raya Idhul Adha, Rasulullah SAW selalu menyembelih dua ekor domba, satu untuk dirinya dan keluarganya dan satunya lagi untuk umat yang tidak mampu.
“Qurban secara harfiah bermakna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mendekatkan diri pada manusia, terutama yang paling lemah, yakni fakir miskin. Sekarang ini budak sudak nggak ada, tapi adanya orang miskin dan difabel fisik atau mental yang butuh perhatian,” urainya.
“Ketimbang mempersempit urusan jihad hanya soal perang kenapa tidak diluaskan bahwa jihad adalah berbagi dengan fakir miskin dan difabel. Kaum difabel adalah makhluk seperti kita dan punya hak sama karena itu kita tidak boleh deskriminatif,” imbuhnya, menutup khutbah Idhul Adha 1444 H.
Tidak hanya seratusan ribu jamaah memadati Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Nampak ikut hadir dalam kesempatan penyelenggaraan Shalat Idhul Adha antara lain Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin, sejumlah pejabat dari Kementerian Agama (Kemenag RI) yang juga didampingi Imam Masjid Istiqlal Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA. ® [RED/AGUS SANTOSA]