JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Cukup pelik dan rumit kerapkali tak bisa dihindari jika menyangkut persoalan pembebasan lahan untuk taman. Bahkan, memiliki daftar panjang dan belum terselesaikan sampai sekarang. Mau buktinya? Ternyata bukan hanya Agusono saja yang mengalaminya, tapi juga menimpa warga Kelurahan Kalibaru Cilincing Jakarta Utara, Muhlisin.
Meski begitu yang sedikit membedakan korban dari kedua kasus tersebut, Agusono cuma memiliki satu bidang tanah saja. Untuk Muhlisin malah sampai dua bidang tanah. Sedangkan kesamaan dari kasus Agusono dan Muhlisin dengan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, juga sama-sama telah menandatangani Akta SPH serta belum menerima pembayaran dari DPHK DKI Jakarta.
Yang lebih tragis, kedua korban di atas malah bernasib sama. Keduanya mengaku pernah didatangi oknum swasta dan oknum pegawai Pemda DKI yang bisa membantu menyelesaikan kasus tersebut. Sampai akhirnya Agusono dan Muhlisin sama-sama sudah mengeluarkan biaya untuk oknum tersebut.
Sementara mengutip keterangan kuasa hukum (pengacara) Zainal Abidin SH, Muhlisin malah mengaku telah mengeluarkan dana mencapai Rp 1 milyar untuk oknum pegawai Pemda DKI. Namun hingga saat ini Pemda DKI belum juga memenuhi kewajibannya. “Maka dari itu, kami bakal menggugat Pemda DKI Jakarta,” ucap Zainal Abidin, tandas.
Masih terkait kedua kasus di lingkungan dan diduga melibatkan oknum pegawai Pemda DKI Jakarta, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah, ikut angkat bicara. Ia bilang satu cara yang normal jika warga menggugat Pemda DKI Jakarta, apalagi jika pengacaranya sanggup mengkoordinasi warga yang bernasib sama, maka bisa dengan cara melakukan gugatan class action.
“Namun langkah awal yang bisa dilakukan sekarang ini, agar Muhlisin dan pengacaranya lebih dulu melaporkan oknum – oknum Pemda DKI terutama dari lingkungan DPHK yang telah mempungli Muhlisin sebesar Rp 1 milyar,” tutur Amir kepada POSBERITAKOTA, Kamis (14/7/2023).
Ditambahkan Amir lebih lanjut bahwa sepanjang pengamatan pengadaan tanah ada 10 titik yang belum diselesaikan pembayarannya oleh Pemda DKI Jakarta. Jadi, tambah dia, mungkin setelah ini akan muncul lagi dari pihak lain yang bernasib sama seperti Agusono dan Muhlisin.
Dalam pandangannya, terlepas dari harapan agar aparat penegak hukum dapat melakukan investigasi terhadap kinerja dan oknum tertentu di lingkungan DPHK maka hal ini perlu mendapat perhatian khusus dan prioritas Pj Gubernur DKI Jakarta.
Karena, masih kata Amir, apabila kita bicara tentang APBD yang berkaitan dengan urusan pengelolaan keuangan daerah maka menurut peraturan perundang – undangan Pj Gubernur DKI adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yang dalam operasionalisasinya dibantu oleh Sekda selaku Ketua Tim Anggaran Pemda.
“Jadi, atas dasar itulah, maka terhadap setiap sen uang yang ada dalam atau hilang dari APBD, sepenuhnya menjadi atau merupakan tanggungjawab Pj Gubernur DKI dan Sekda,” paparnya.
Masih menurut Amir, pengadaan tanah yang bermasalah telah dialokasikan dalam APBD TA 2022 khususnya dengan Kode Rekening 5.2.01.01.03.0013 dengan Nomenkaltur Belanja Modal Tanah untuk Taman. Karena itulah sulit diterima akal sehat, apabila Pemda baik eksekutif maupun legislatif menyatakan Pemda tidak memiliki uang untuk membayar harga tanah – tanah dimaksud.
Terlebih lagi untuk dua bidang tanah milik Muhlisin, Pemda DKI telah menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Kondisi inilah yang menjadi celah bagi aparat penegak hukum untuk menelusurinya.
Pada bagian akhir, Amir mengungkapka bahwa dalam kaitan itu sesuai dengan iklim transparansi anggaran yang sering dinarasikan Pj Gubernur DKI, maka beliau harus secara terbuka menjelaskan masalah ini bagaimana anggaran pengadaan tanah dalam APBD TA 2022 bisa hilang.
“Nah, hal ini juga mengharuskan DPRD DKI untuk menggunakan fungsi kontrolnya agar DPRD tidak dianggap main mata dengan Pj Gubernur DKI Jakarta,” tutup Amir Hamzah memberikan pemahaman. ® [RED/AGUS SANTOSA]