PosBeritaKota.com
Opini

Pernyataannya Soal TIM & JIS, JOKO AGUS SETYONO Pas Sebagai Auditor Tapi Blunder Karena Jabatan Sekda DKI Jakarta

OLEH : SUGIYANTO (SGY)

SEBAGAI aktivis Jakarta, saya sangat mendukung pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov DKI Jakarta Joko Agus Setyono. Apalagi, ia begitu berani dan lantang mengakui masalah pengelolaan di TIM (Taman Ismail Marzuki) JIS (Jakarta International Stadium), Equestrian dan Velodrome – yang disebutnya memang salah sejak lahir.

Hal tersebut disampaikan Joko Agus saat mengikuti Rapat Badan Anggaran di DPRD DKI Jakarta, Kamis (3/8/2023) malam lalu. Pernyataannya itu merespon catatan DPRD DKI Jakarta yang menyebut kedua fasilitas ini tak memberikan keuntungan kepada PT. Jakarta Propertindo (PT. Jakpro).

Namun peryataan Joko Agus tersebut akan lebih tepat, bila disampaikannya sebagai seorang auditor. Para aktivis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan politisi, juga cocok bila meyatakan hal itu. Sekarang masalahnya terkait pernyataan Joko Agus Setyono itu, disampaikan dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov DKI Jakarta, maka hal tersebut menjadi blunder.

Mengapa blunder? Sebab, fungsi dan tugas seorang Sekda DKI pada pemerintahan daerah provinsi (Pemprov) adalah membantu Gubernur, bukan mengevaluasi atau mengkritik kebijakan Gubernur dan termasuk kebijakan Gubernur-Gubernur sebelumnya.

Konsekuensi logis dari penyataan Sekda Joko Agus, maka rencana program Pejabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono yang serupa atau yang dianggap salah sejak lahir harus dihentikan. Seperti rencana kegiatan melanjutkan pembagunan Light Rail Transit (LRT) Jakarta fase 1B yang menghubungkan Manggarai-Velodrome.

Proyek LRT tersebut ditargetkan rampung akhir 2024. Diperkirakan akan menelan dana dari APBD dengan skema Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada BUMD PT. Jakpro sekitar Rp 5,3 triliun.

Pada APBD tahun 2023 ini, Pemprov DKI telah memberikan suntikan modal kepada LRT sebesar Rp 916 miliar. Anggaran Rp 1,2 triliun akan diajukan kembali sebagai PMD dari APBD perubahan 2023. Kemudian PMD akan ditambah kembali dari APBD tahun depan (2024) sekitar Rp 3,2 triliun. Sehingga, total PMD kepada PT. Jakpro untuk modal pembangunan LRT fase 1B Velodrome-Manggarai menjadi sekitar Rp 5,3 triliun.

Pembangunan LRT fase 1B rute Velodrome-Manggarai merupakan kelanjutan dari LRT Jakarta Fase 1A Kelapa Gading-Velodrome. Merujuk Pergub No. 211 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Prasarana dan Penyelenggaraan Sarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit, diketahui mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok menugaskan PT. Jakpro membangun LRT jalur Kelapa Gading-Velodrome. Pergub No. 211 Tahun 2016 kemudian diganti dengan Pergub No. 154 Tahun 2017.

Pembangunan jalur LRT Kelapa Gading-Velodrome sepanjang 5,8 kilometer (KM) yang dilakssakan oleh PT. Jakpro ini menelan dana PMD dari APBD DKI Jakarta sekitar Rp 5,5 triliun sampai Rp 6,8 triliun. Untuk pengoprasion LRT PT. Jakpro membentuk anak usaha PT. Lintas Rata Terpadu (LRT) Jakarta yang telah beroperasi penuh sejak Desember 2019. Namun sampai saat ini LRT Jakarta jalur Klapa Gading-Velodrome masih sepi penumpang.

Target awal 14.000 penumpang perhari tidak pernah tercapai. Betdasarkan data dari berbagai sumber diketahui, selama semester I 2022, rerata penumpang per harinya hanya mencapai 1.400-1.500 orang saja. Berdasarkan pemberitaan media online Okezone, Kamis (21-01-2021) dengan judul, β€œProyek Rp 6,8 Triliun, Kini LRT Jakarta Cuma Angkut 102 Penumpang/Hari,” diketahui, okupansi penumpang justru tidak mencapai 102 orang per hari.

Jadi intinya, pengelolaan LRT Jakarta oleh PT. Jakpro yang dilakukan oleh anak usaha PT. LRT Jakarta dapat dianggap bermasalah. Artinya, pengelolaan LRT Jakarta dapat dianggap salah sejak lahir atas sama seperti yang diutarakan Sekda Joko Agus tentang pengelolaan di TIM, JIS, Equestrian dan Velodrome – karena memang sudah salah sejak lahir.

Apabilapengelolaan LRT Jakarta dianggap salah sejak lahir, maka Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono harus berani menyampaikan kepada Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk tidak melajutkan LRT Jakarta 1B jalur Velodrome-Manggarai. Rencana penambahan anggaran Rp 4,4 triliun untuk PMD kepada PT. Jakpro dari APBD perubahan 2023 dan APBD tahun depan harus dibatalkan. Inilah salah satu hal blundernya dari peryataan Sekda DKI Joko Agus Setyono.

Pernyataan Sekda Joko Agus justru dapat dianggap menampar DPRD DKI, Kemendagri dan BPK DKI. Jadi, sekali lagi ingin saya tegaskan di sini. Sebagai aktivis Jakarta, saya sangat mendukung pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov DKI Jakarta Joko Agus Setyono.

Pada bagian lain, mantan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Bali Joko Agus Setyono SE MM.Ak CA CSFA ACPA CPA tersebut, juga menegaskan bahwa penugasan seperti halnya Pemerintah Pusat menugaskan Adi Karya membuat LRT Jabodebek itu, tidak sama dengan Pemerintah DKI Jakarta di dalam memberikan penugasan.

Sedangkan kesalahan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, kata Sekda Joko Agus Setyono karena kebijakan memberikan PMD kepada BUMD yang ditugaskan dan kemudian aset menjadi miliknya BUMD sehingga membebani biaya pemeliharaan dan penyusutan. Ditambah lagi tetap ditugaskan mengelola fasilitas yang telah terbangun yang berujung menjadi beban korporasi. Apalagi fasilitas yang telah terbangun tak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Semua peryataan Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono, sejatinya dapat dianggap menampar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keiangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI). Sebab, kebijakan Gubernur DKI Jakarta tentang pemberian PMD kepada BUMD untuk penugasan masih terus terjadi tanpa adanya evaluasi yang mendalam.

Seharusnya, DPRD DKI Jakarta bisa menjalankan fungsi pengawasan, legislasi dan fungsi anggaran secara maksimal terhadap semua kebijakan PMD untuk modal penugasan dari APBD DKI Jakarta. Dalam hal diketahui kebijakan PMD untuk BUMD adalah salah sejak lahir, maka dewan bisa menghentikan pemberian PMD kepada BUMD di DKI Jakarta.

Kemudian, Kemendagri juga seharusnya bisa lebih maksimal dalam melakukan evaluasi terhadap pengajuan rencana Perda APBD atau Perda APBD perubahan DKI Jakarta pada setiap tahun anggaran. Dalam hal diketahui kebijakan PMD kepada BUMD salah sejak lahir, maka Kemendagri bisa mencotet usulan anggaran itu.

Tak hanya DPRD DKI Jakarta dan Kemendagri, BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, juga seharusnya dapat memaksimalkan fungsi dan tugas perumusan kebijakan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan daerah. Dalam hal Laporan Hasil Pemerikasan (LHP) diketahui pemberian PMD adalah salah sejak lahir, maka BPK dapat merekomendasikan kepada Gubernur untuk menghentikan PMD kepada BUMD.

Sekarang ibaratnya nasi telah menjadi bubur. Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono telah menyampaikan peryataan terbuka pengelolaan di TIM, JIS, Equestrian dan Velodrome, memang salah sejak lahir. Dengan demikian, maka semua pihak yakni, Pemprov DKI Jakarta, DPRD DKI, BPK DKI, Kemendagri dan masyarakat dapat mengambil hal positif dari peryataan Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono.

Terkait rencana Pemprov DKI Jakarta akan memberikan PMD Rp 4,4 triliun kepada LRT Jakarta pada APBD perubahan 2023 dan APBD tahun depan, maka mari kita tunggu langkah kongkrit dari Sekda DKI Jakarta Joko Agus Setyono. [***/goes]

[PENULIS adalah Pengamat Kebijakan Publik dan Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR), kini tinggal di Jakarta]

Related posts

INTERPELASI ‘FORMULA E’, HAK ANGGOTA DPRD DKI JAKARTA YANG INGIN DIKANDASKAN

Redaksi Posberitakota

Ujaran Kebencian Itu Wajib, KELIRU JIKA KITA Diminta Diam atau Ambil Sikap Netral pada Kemaksiatan seperti Korupsi

Redaksi Posberitakota

Saat Ini Tengah Digugat Masyarakat, ‘PEMILU COBLOS PARTAI Siapa Untung & Buntung?’

Redaksi Posberitakota

Leave a Comment

Beranda
Terkini
Trending
Kontak
Tentang