OLEH : USTADZ HENDRA SOFIYANSYAH S.SOS M.IKOM
RABI’UL Awwal yang sudah terlewat adalah bulan kita mengenang kelahiran junjungan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu tidak terputus pada bulan tersebut saja kita mengenangnya. Hanya secara khusus, bulan Rabiul awwal disebut sebagai bulan Maulid, artinya ‘waktu kelahiran’. Salah satu urgensitas dalam meneguhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mempelajari sirah (sejarah kehidupan) beliau sehingga untuk membuka uraian ini, kita akan mengawalinya dari syahadatain.
Sebagai mukmin tentulah kita telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah. Artinya, kita semua pasti telah mempersaksikan bahwa Allah adalah Tuhan kita dan tidak ada Tuhan yang kita sembah selain-Nya. Di saat bersamaan, kita juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.
Bagaimana dengan kesaksian dalam syahadat kita itu? Apa makna dari “saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah“? Apa dasar dari kesaksian kita? Benarkah kita telah bersaksi, dalam arti mengetahui kerasulan beliau dengan sebenar-benarnya, atau ikrar syahadat itu hanya ucapan yang tiada hakikat?
Mari kita merenung dan mengintrospeksi diri, agar kualitas syahadat atau kesaksian kita terus meningkat, khususnya pada bagian persaksian kita terhadap kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mengapa demikian? Dalam sebuah hadis shahih yang panjang, juga diriwayatkan Imam Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah. Hadis ini juga terdapat dalam Sunan at- Tirmidzi, Sunan Ibni Majah, dan lainnya. Pokok hadis ini menceritakan azab kubur dan pertanyaan dua malaikat, Munkar dan Nakir, kepada setiap orang yang telah mati.
Kepada orang mukmin, ditanyakan: (Malaikat bertanya): “Beritahu saya tentang apa yang saya tanyakan kepadamu! Bagaimana menurutmu, lelaki yang dulu ada di tengah – tengah kalian itu? Apa yang engkau katakan tentang dirinya? Apa pula kesaksianmu atas dirinya?” Orang mukmin itu menjawab, “Dia adalah Muhammad. Saya bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah, dan bahwa dia datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah.” Maka, dikatakan kepadanya, “Di atas (keyakinan) itu engkau hidup, di atasnya pula engkau mati, dan di atasnya pula engkau kelak akan dibangkitkan kembali, insya Allah. Lalu, kepadanya diberikan kelapangan dan hal-hal yang menyenangkan di kuburnya.
Sementara, orang yang tidak beriman, kepadanya juga diajukan pertanyaan yang serupa: (Malaikat bertanya): “Bagaimana menurutmu, lelaki ini yang dahulu pernah berada di tengah-tengah kalian? Apa yang engkau katakan tentang dirinya? Apa pula kesaksianmu atas dirinya?” Orang kafir itu balik bertanya, “Lelaki yang mana?” Dijawab oleh malaikat, “Dia yang dulu pernah ada di tengah-tengah kalian!” Orang kafir itu tetap tidak tahu namanya, sampai dikatakan: “Muhammad!” Maka ia pun berkata, “Saya tidak tahu. Saya mendengar orang-orang mengatakan suatu perkataan, maka saya pun ikut mengatakan apa yang mereka katakan itu.” Maka dikatakanlah kepadanya, “Di atas (kondisi) itu engkau hidup, di atasnya pula engkau mati, dan di atasnya pula kelak engkau akan dibangkitkan kembali, insyaAllah.” Lalu, kepadanya ditunjukkan segala kengerian neraka dan ditimpakan azab kubur yang menyakitkan.
Sabda Rasulullah pasti benar, bahwa kelak kita akan ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur. Lantas, apa yang dapat kita tempuh sebagai langkah nyata dan segera untuk meningkatkan kualitas syahadat atau kesaksian kita kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wasallam? Bagaimana meneguhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?
Berikut ini adalah beberapa permisalan dan sebuah mampu aplikasikan dalam kehidupan kita.
1. Bila kita memiliki sedikit kelapangan, belilah satu buku terkait sinah (sejarah keehidupan) Rasulullah. Terdapat sangat banyak yang diterjemahkan dari edisi aslinya yang berbahasa Arab. Karya bagus di bidang ini yang berbahasa Indonesia, termasuk sebuah keniscayaan. Misalnya: Nurul Yaqin karya Syekh Muhammad Khudhari dan Ar-Rahią Al-Makhtum karya Syekh Shafiyurrahman Al- Mubarakfuri. Kedua karya ini sangat populer.
2 Bisa juga dengan mencari video-video ceramah para ulama, kyai, asatidz yang mengisahkan kehidupan beliau. Sangat banyak bertebaran di internet dan media sosial. Carilah narasumber yang dikenal lurus dan terpercaya, sebab kisah-kisah kenabian dikaji dan dituturkan terutama untuk membangun iman. Bila sumber kisah semacam itu menyimpang, dikhawatirkan iman kita pun ikut menyimpang.
3. Bagi yang terbiasa mengikuti majelis-majelis pembacaan Maulid semisal karya Syekh al-Barzanji dan Syekh ad-Diba’iy, agar mencari tahu lebih jauh isi kandungan syair-syair indah itu. Tidak berhenti sebatas menikmati alunan nada dan iramanya. Syair-syair Maulid sesungguhnya mengkisahkan kehidupan junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, tentu fawaid akan terlimpah setelah kita memahami apa dituliskan didalamnya.
4. Ceritakan juga kepada anak-anak kita, atau belikan mereka buku-buku yang akan mengenalkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Semoga kelak mereka bersaksi atas kenabian beliau dengan sebenar-benarnya, dan kesaksian mereka diterima oleh Allah karena didasari ilmu, bukan hanya pernyataan tanpa hakikat.
Sebagai penutup, semoga Allah taala memberi kita taufik untuk senantiasa meningkatkan keimanan kita, khususnya terkait keimanan kepada kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam, aamiin. © [***/goes]