Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, PUASA : Recharging Energi Spiritual (1)

OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA

PUASA bukan sekadar menahan lapar, dahaga dan hubungan seks. Yang lebih penting, puasa sebagai proses reinstalling nilai-nilai luhur (fitrah) yang mungkin selama ini terjangkiti virus materialisme yang akut. Puasa berfungsi sebagai recharging energi feminin dan kelembutan ke dalam jiwa kita.

Puasa juga berfungsi sebagai spiritual training untuk mencontoh sifat-sifat rububiyah Tuhan, sebagaimana diserukan dalam hadits, takhallaqu bi akhlaqillah (berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah subhanahu wata’ala).

Al-Quran menyebutkan, huwa yuth’im wa la yutham (Tuhan memberi makan dan tidak diberi makan) (QS. 6: 14) dan lam takun lahu shahibah (Tuhan tidak memiliki pasangan) (QS. 6:101).

Bukankah dalam berpuasa kita tidak boleh makan, minum, dan berhubungan seks? Sebaliknya, kita diwajibkan berzakat fitrah, yaitu memberi makan orang yang butuh. Dengan berpuasa, kita berharap memperoleh memori spiritual baru yang bersih dari berbagai virus yang menghalangi nurani kita untuk menjalani kehidupan ini secara benar, sesuai dengan tuntunan Ilahi.

Dengan menjalani ibadah puasa, kita berharap mencapai kualitas insan kamil (manusia paripurna), kualitas spiritual yang paling didambakan oleh para pencari Tuhan (salik). Insan kamil sesungguhnya tidak lain adalah internalisasi sifat-sifat Tuhan ke dalam diri kita sebagaimana dicontohkan oleh teladan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bulan puasa disebut juga sebagai bulan Ramadhan (secara harfiah berarti menghanguskan, menghancurkan). Setelah 11 bulan kita terasing di dalam kehidupan yang kering dan penuh dengan suasana pertarungan (power struggle), dalam bulan Ramadhan kita diajak untuk kembali ke kampung halaman rohani kita yang sejuk dan penuh dengan suasana lembut (nurturing).

Bulan Ramadhan ibarat oasis ditengah Padang Pasir, ia memberikan kepuasan kepada kafilah yang sedang berlalu. Bulan Ramadhan adalah manifestasi dari rahmaniyah dan rahimiyah Tuhan.

Allah subhanahu wata’ala menggambarkan diri-NYA di dalam dua kualitas, yaitu kualitas kejantanan (jalaliyyah/struggling) melalui sifat-sifat-NYA yang lebih menonjol sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang daripada Tuhan Yang Maha Pemurka dan Maha Pendendam. Seolah-olah Allah subhanahu wata’ala memperkenalkan diri-NYA tidak untuk ditakuti, tetapi untuk dicintai.

Seorang yang mendekati Tuhan lewat pintu maskulin akan mengesankan Tuhan bersifat transenden, jauh, berserah diri, struggling, dan menakutkan. Di sisi lain, seseorang yang mendekati Tuhan lewat pintu feminin akan mengesankan Tuhan bersifat imanen, dekat, dominan, struggling, dan lebih tepat dicintai daripada ditakuti.

Di dalam bulan suci Ramadhan, Tuhan lebih terasa sebagai the!Feminine God daripada the Masculine God. Menurut para sufi, jalur tercepat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan ialah jalur yang pertama. Bahkan, Syekh Muhyiddin ibn ‘Arabi pernah mengatakan kepada muridnya:  “Jika kalian ingin memotong jalan menuju Tuhan, terlebih dahulu kalian harus menjadi perempuan.”

Menurut dia, unsur kelelakian merepresentasikan sifat al-Jalal Tuhan, sedangkan unsur keperempuanan merepresentasikan sifat al-Jamal Tuhan. Dalam bulan suci Ramadhan, yang juga disebut bulan cinta, (syahr al-hubb), Tuhan lebih banyak memperkenalkan dirinya sebagai the Feminine God. © (***/bersambung/goes)

Related posts

KKN di Rumah Ibadah, UNIVERSITAS IBNU CHALDUN JAKARTA Bikin Seminar Tema ‘Manajemen Keuangan Masjid’

Goresan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, ‘RELASI TUHAN & HAMBA’

Program ‘Hikmah’ di Masjid Istiqlal Jakarta, SELAMAT BERTUGAS Para Pemimpin Negeri