JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Untuk stok bahan pokok yang menjadi kebutuhan warga Jakarta menjelang Hari Raya Idhul Fitri 1445 H (Lebaran) ini, dipastikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam kondisi aman. Selain warga diminta untuk tidak panik (panic buying), para pedagang pun diharapkan jangan menimbun barang.
Jaminan serta harapan tersebut di atas mengemuka dalam Balkoters Talk atau diskusi bersama puluhan insan media yang tergabung dalam Koordinatorat Wartawan Balaikota bertajuk ‘Jakarta Merawat Daya Beli, Mengendalikan Inflasi’, di ruang pressroom Balaikota, Jakarta, Kamis (28/3/2024) siang.
Hadir sebagai narasumber (pembicara) utama masing-masing M. Abbas (Kepala Biro Perekonomian dan Keuangan Setda Pemprov DKI Jakarta), Esti Arimi Putri (Anggota Komisi C DPRD DKI) dan Jim Lomen Sihombing (Direktur Jakarta Barometer). Sedangkan pemandu acara (host) dipercayakan kepada Ryana Aryadita Umasugi dari JPNN.
“Dalam hal ini, kita selalu mengawasi distribusi maupun pergudangan agar para spekulan tidak memanfaatkan momen Lebaran untuk menaikkan harga tinggi dengan cara menimbun barang,” ucap M. Abbas sebagai pembicara pertama.
Kembali ditegaskan M. Abbas bahwa sejauh ini untuk stok bahan pokok yang menjadi kebutuhan warga Jakarta masih dalam kondisi aman. Namun menyangkut kenaikan harga dinilai hal biasa terjadi, apalagi setiap momentum jelang Lebaran, karena mengingat permintaan dari masyarakat yang cukup tinggi. “Makanya, perlu diingatkan, warga supaya jangan panik, karena stok cukup dan inflasi pun bisa terkendali,” kata dia.
Masih menurut pemaparan M. Abbas lebih lanjut, kalau pihaknya sudah melakukan semacam riset, yakni sejak tahun 2019 lalu. Dimana setiap menghadapi momentum Lebaran, selalu menunjukkan kenaikan harga. “Dan, hal tersebut sudah sangat biasa terjadi,” imbuhnya.
Sebagai pembicara kedua, Esti Arimi Putri yang merupakan Anggota Komisi C DPRD DKI, menilai pentingnya upaya pemberdayaan daya beli terhadap semua golongan demi mengendalikan inflasi. Termasuk terhadap generasi Z yang sekarang jumlahnya cukup banyak di Jakarta
Menurutnya, seperti diketahui bahwa jumlah generasi Z di Jakarta saat ini, sebanyak 7 juta jiwa atau 25,65 persen dari total penduduk Ibu Kota. Sedangkan angka tersebut, tambah Esti, tidak bisa dipandang remeh dalam menggerakkan roda perekonomian Jakarta.
Karena itulah, Esti pun mendorong agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan reformasi digital yang menyeluruh dimulai dari edukasi terhadap para generasi Z. “Generasi Z itu belanja pasti di Tiktok, di Shopee dan sebagainya. Nah itu juga yang harus diperhatikan bagaimana peluang digital reformasi ini juga diikutsertakan keberadaannya,” papar dia, panjang lebar.
Sementara itu Jim Lomen Sihombing selaku Direktur Jakarta Barometer, mengungkapkan bahwa pemerintah daerah harus memberdayakan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk mengendalikan inflasi. Begitu pula bagi perseroan daerah hendaknya menjadi instrumen pemerintah yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian daerah maupun nasional.
Tentunya, tegas Jim Lomen lagi, justru banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan inflasi. Mulai dari kegiatan Sembako Murah, melaksanakan operasi pasar, inspeksi mendadak (Sidak) dan banyak cara yang lainnya lagi.
“Nah, bagi instansi atau BUMD atau siapapun yang berkaitan dengan layanan publik, jika ada kenaikan harga atau kebijakan baru, sebaiknya melakukan sosialisasi secara masif. Jadi, jangan sampai masyarakat terbodohi,” sarannya, menambahkan. .
Menurut pendapat Jim, upaya sosialisasi harus disampaikan secara masif kepada masyarakat, terutama terhadap pelanggan – pelayanan publik dari perseroan. Pada bagian lain, perseroan juga harus meningkatkan pelayanan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. “Seperti melakukan mengadvokasi setiap aduan masyarakat. Lantas, sudah sejauh mana pengaduan itu sendiri direspon,” tandasnya.
Selanjutnya, Jim juga mencontohkan seperti penyediaan air minum yang dilakukan Perumda PAM Jaya. Perseroan daerah itu sudah belasan tahun tidak menaikan tarif air kepada pelanggannya. Sementara itu air merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan.
Dalam pandangnya lagi bahwa saat ini PAM Jaya masih mematok tarif sesuai Pergub Nomor 11 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum Semester 1 Tahun 2007. Sebagai gambaran, kelompok rumah tangga sederhana dikenakan tarif Rp 3.550 per tiga meter kubik atau 3.000 liter.
Namun untuk air mineral dalam kemasan 600 ml yang dijual di pasaran bisa mencapai Rp 5.000 per botol. Bahkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di rumah susun (rusun) hanya dikenakan Rp 1.050 per tiga meter kubik.
Untuk nilai investasi pengelolaan air dianggap sangat mahal. Perseroan harus melakukan berbagai tahapan dalam mengelola air agar layak digunakan sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 492 tahun 2014 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. “Jika mau ada penyesuaian (tarif dan layanan), ya lakukan sosialisasi secara masif,” urainya.
Mensikapi pada fenomena banjir yang melanda Jakarta, Jim juga meminta kepada PAM Jaya untuk memberikan diskon penggunaan air bersih. Bahkan, ia memandang bahwa kebutuhan air bersih saat banjir justru meningkat. Kenapa? Karena warga memerlukan air untuk membersihkan rumahnya yang kotor akibat sisa-sisa banjir.
“Apabila masyarakat lagi kena banjir, mereka butuh air yang banyak. Jadi kalau perlu dipotong karena seharian saja kena banjir, maka kerugian yang dialami masyarakat itu cukup besar,” pungkas Jim. © RED/PBK/AGUS SANTOSA