OLEH : PROF DR KH NASARUDDIN UMAR MA
ORANG yang bertakwa akan menyadari Allah subhanahu wata’la sebagai Tuhan alam semesta (makrokosmos) dan manusia (mikrokosmos). Manusia sebagai makhluk mikrokosmos merupakan bagian yang teramat kecil di antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan.
Meski dipercaya oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi (khalaif al-ardh), manusia tidak sepantasnya mengklaim Allah subhanahu wata’ala lebih menonjol sebagai Tuhan manusia daripada Tuhan makrokosmos.
Sebab, pemahaman yang demikian dapat memicu egosentrisme manusia untuk menaklukkan, menguasai dan mengeksploitasi alam raya sampai di luar ambang daya dukungnya; bukannya bersahabat dan berdamai sebagai sesama makhluk dan hamba Tuhan.
Tuhan tidak hanya memperhatikan kepentingan manusia sebagaimana pemahaman yang keliru sebagian orang terhadap konsep penundukan alam raya (taskhir) kepada manusia. Seolah-olah konsep taskhir adalah ‘SIM‘ untuk menaklukan alam semesta.
Padahal, konsep taskhir sebenarnya bertujuan untuk merealisasikan eksistensi asal segala sesuatu itu sebagai the feminine nature yang mengacu pada keseimbangan kosmis dan ekosistem. The feminine nature sesungguhnya tidak lain adalah manifestasi sifat-sifat Rububiyah Tuhan.
Rububiyah seakar kata dengan kata rab yang secara harfiah berarti memelihara, mengasuh, dan melindungi, seperti kata Tuhan, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” (segala puji bagi Allah, pemelihara alam semesta).
Orangtua yang begitu tulus mengandung, melahirkan, memelihara, dan mengasuh anaknya memiliki sifat-sifat inti rububiyah sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Isra’ (17): 24, “Rabbi irham huma kama rabbayani shagira” (wahai Tuhanku, kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya telah memelihara aku di waktu kecil).
Manusia sebagai khalifah selayaknya menjalankan fungsi kekhalifahannya senantiasa mengidentifikasikan diri dengan The Feminine God. Jika demikian, sudah barang tentu tidak akan pernah terjadi disrupsi lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Sebaliknya, yang akan terjadi adalah kedamaian kosmopolit (rahmatan li al ‘alamin) di tingkat.makrokosmos dan negeri tenteram di bawah lindungan Tuhan (baldah thayyibah wa Rab Al Gafur) di tingkat mikrokosmos.
Hanya mereka yang berpuasa yang dapat menjelaskan kaitan segitiga antara Tuhan, mikrokosmos dan makrokosmos. Mereka akan merasakan bagaimana peranan puasa dalam menjalankan misi dan kapasitasnya sebagai khalifah dan representatif Tuhan di bumi. Orang-orang yang demikian inilah sesungguhnya yang menjalankan konsep katauhidan yang paling sejati.
Mereka menganggap dirinya sebagai makhluk mikrokosmos yang mempunyai konsep kesatuan dengan makhluk makrokosmos. Di tingkat kemanusiaan, mereka dengan sendirinya berupaya menyingkirkan berbagai kesenjangan sosial yang ada di dalam masyarakat dalam upaya mewujudkan keutuhan sesama makhluk mikrokosmos.
Konsep integralistik secara internal dan secara eksternal ini merupakan perwujudan perilaku insan kamil dan inilah perspektif Islam tentang keberadaan manusia. Semoga Ramadhan kita kali ini membuat kita lebih feminin. © (***/goes)