JAKARTA (POSBERITAKOTA) – Mensikapi arus balik Lebaran kemarin, sepertinya tren pendatang baru yang kepengen mengadu nasib di Jakarta terlihat mengalami penurunan. Namun begitu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta jangan main senang duluan. Atau, bikin pekerjaan rumah (PR) lantas dianggap rampung, terutama di dalam mengatasi arus urbanisasi.
Hal tersebut di atas disampaikan Nirwono Joga, ahli tata kota dari Universitas Trisakti Jakarta, saat dihubungi Minggu (21/4/2024). Menurutnya tren penurunan, tak serta merta daya tarik Jakarta bagi pendatang baru, mengendor alias memudar.
Menurut Nirwono bahwa kedatangan para perantau guna mengadu nasib di Jakarta, tetap patut menjadi perhatian serius. Kendati trennya rada menurun dari tahun ke tahun. Namun tambah dia, boleh jadi setelah dua atau tiga bulan pasca Lebaran, mulai terjadi peningkatan.
“Jadi, Pemprov Jakarta, nggak boleh mengabaikan tren jumlah pendatang yang turun. Kemudian merasa senang, tentunya jangan pantas begitu. Namun perlu diperhatikan juga, apakah jumlah para pendatang di Bodetabek itu justru menjadi meningkat? Jika benar, artinya malah menjadi alarm juga bagi Jakarta,” terangnya.
Dikatakan Nirwono lebih lanjut, sepertinya ada pola baru urbanisasi yang terjadi saat ini. Kini, banyak warga pendatang yang mengadu nasib di Jakarta, namun memilih tinggal di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) karena faktor ekonomi. Sebab, biaya hidup di Bodetabek dinilai lebih murah ketimbang di Jakarta.
“Lantas, mengapa warga pendatang yang pergi ke Bodetabek tidak bekerja di Bodetabek? Hal itu juga karena faktor lapangan kerja di Bodetabek belum banyak. Sedangkan dibandingkan dengan Jakarta dengan pembangunannya, lapangan pekerjaan yang tersedia di Jakarta justru jauh lebih luas,” uratnya, panjang lebar.
Dalam penilaian Nirwono di dalam mengatasi masifnya arus urbanisasi, Pemprov Jakarta harus dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah Bodetabek setempat. Termasuk dengan Pemerintah Pusat yang dinilainya harus turun tangan untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah asal warga pendatang untuk mengatasi masalah tersebut.
Diungkap Nirwono apabila masalah ini tidak diselesaikan secara bersamaan, bakal timbul masalah-masalah baru lainnya. Yang pertama di kawasan Bodetabek akan dikuasai oleh rumah kontrakan hingga pemukiman kumuh yang tidak terkendali.
“Sedangkan yang kedua, jika itu tidak diantisipasi oleh Pemprov Jakarta maupun Bodetabek, maka yang muncul kemacetan lalu lintasnya semakin parah. Belum lagi nantinya sangat terkait dengan polusi udara,” ujar dia.
Sebagai saran atau solusinya, ditambahkan Nirwono, Pemprov Jakarta bersama Pemda di kawasan Bodetabek harus bekerjasama mengembangkan fasilitas transportasi umum yang memadai dan mendorong penggunaannya bagi warga yang berangkat kerja dari Bodetabek menuju Jakarta.
“Untuk yang ketiga, memastikan adanya pertumbuhan ekonomi dan segala macam aktivitasnya seperti pengembangan infrastruktur, transportasi, properti, industri di daerah-daerah asal warga pendatang yang mayoritas dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ungkapnya, lagi.
Masih menurut Nirwono selama pembangunan antara Jabodetabek dengan daerah asal warga pendatang, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur masih timpang dan belum merata, arus urbanisasi bakal terus terjadi sampai kapanpun.
“Mengacu dari hal itu kan, artinya juga harus diperhatikan pemerintah pusat, dalam hal ini bekerja sama dengan pemerintah daerah asal pendatang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan infrastruktur properti industri di daerah-daerah asal para pendatang,” pungkas Nirwono. © RED/PBK/THONIE AG/EDITOR : GOES