OLEH : PROF. DR. KH. NASARUDDIN UMAR, MA
CINTA Allah bersifat primer, sementara cinta hamba sekunder. Pemilik cinta sesungguhnya hanya Allah subhanahu wata’ala. Hakikat cinta yang sesungguhnya adalah unconditional love (cinta tanpa syarat).
Tanpa pamrih ini cinta primer. Ini berbeda dengan cinta kita yang memiliki kepentingan. Ketika sebelum kawin, masya Allah, kita sampai kehabisan kata-kata melukiskan kebaikan pujaan kita. Akan tetapi, sesudah kawin, kata – kata paling kasar pun tak jarang kita lontarkan.
Unconditional love pernah ditunjukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dilempari batu sampai tumitnya berdarah- darah oleh orang-orang Thaif. Rasul hanya tersenyum. “Aduh umatku, seandainya engkau tahu visi-misi yang kubawa, engkau pasti tidak akan melakukan ini,” demikian bisiknya.
Ketika datang malaikat penjaga gunung Thaif menawarkan bantuan untuk membalas perbuatan orang-orang Thaif, Nabi berucap : “Terima kasih. Allah lebih kuasa daripada makhluk. Jangan diapa-apakan. Mereka hanya tidak tahu. Kelak kalau mereka sadar, mereka akan mencintai saya.”
Ada sebuah ungkapan dari ahli hakikat : “Kalau cinta sudah meliputi, tak ada lagi ruang kebencian di dalam diri seseorang. Sejelek apa pun orang lain, ia tak akan membalas dengan kejelekan.”
Banyak ulama besar kita telah mencapai tingkatan itu. Imam Syafi’i pernah dikerjai oleh seorang tukang jahit saat memesan pembuatan baju. Lengan kanan baju itu lebih besar atau longgar dibanding lengan kirinya yang kecil dan sempit. Imam Syafi’i bukannya komplain dan marah kepada tukang jahit itu, malah berterima kasih.
Kata Imam Syafi’i : “Kebetulan, saya suka menulis dan lengan yang lebih longgar ini memudahkan saya untuk menulis, sebab lebih leluasa bergerak.”
Semakin meningkat kadar cinta, maka semakin mesra pula ‘belaian’ Allah subhanahu wata’ala. Bagaimanakah nikmatnya belaian Allah subhanahu wata’ala?
Bayangkanlah seorang bayi yang dibelai ibunya. Tersenyum dan sekelilingnya menggoda. Itu baru belaian makhluk. Apalagi, belaian Sang Pencipta.
Kita pun akan semakin akrab dengan Allah dan semakin tipis garis pembatas alam ghaib di hadapan kita sehingga semua rahasia akan terkuak dan semakin banyak keajaiban yang kita lihat. Seperti sepasang kekasih yang saling mencintai, masih adakah rahasia di antara keduanya? © [***/goes]