OLEH : BENZ JONO HARTONO
DALAM dunia yang semakin terhubung, dua konsep penting bagi masyarakat Muslim di seluruh dunia seringkali menjadi perbincangan hangat: nasionalisme dan ukhuwah Islamiyah. Keduanya memiliki peran signifikan dalam membentuk identitas dan pandangan hidup umat Islam, namun terkadang keduanya tampak bertentangan. Bagaimana kita dapat menyelaraskan antara rasa cinta tanah air dengan persaudaraan universal Islam?
Nasionalisme Cinta Tanah Air sebagai Bagian dari Iman
Nasionalisme, dalam konteks yang positif, adalah rasa cinta dan loyalitas terhadap tanah air dan bangsa. Bagi seorang Muslim, nasionalisme tidak berarti menafikan identitas agama. Bahkan, Islam mengajarkan bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Rasulullah SAW sendiri menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap Kota Mekah, tempat kelahirannya, meskipun pada akhirnya harus berhijrah ke Madinah.
Nasionalisme yang sehat mengajak setiap individu untuk berkontribusi positif bagi kemajuan dan kesejahteraan negara. Dalam hal ini, seorang Muslim yang baik seharusnya menjadi warga negara yang baik, yang peduli terhadap lingkungan, patuh terhadap hukum yang adil, dan aktif dalam pembangunan masyarakat. Nasionalisme tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif atau merendahkan bangsa lain. Sebaliknya, nasionalisme harus mendorong kita untuk menciptakan harmoni dan kesejahteraan bagi seluruh penghuni negara, tanpa memandang perbedaan agama, suku, atau ras.
Ukhuwah Islamiyah Persaudaraan yang Melintasi Batas Geografis
Di sisi lain, ukhuwah Islamiyah adalah konsep persaudaraan antar sesama Muslim yang melampaui batas-batas geografis dan nasional. Ukhuwah ini berdasarkan pada keyakinan bersama dan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap Muslim adalah saudara, dan harus saling membantu, mendukung, dan melindungi satu sama lain.
Ukhuwah Islamiyah menekankan pentingnya solidaritas dan kerja sama antara umat Islam di seluruh dunia. Ini berarti ketika ada Muslim yang tertindas di belahan dunia lain, kita harus peduli dan berusaha memberikan bantuan semampunya. Ukhuwah Islamiyah mengajak kita untuk melihat diri kita sebagai bagian dari komunitas global yang lebih besar, yang bersatu oleh iman dan nilai-nilai Islam.
Menyelaraskan Nasionalisme dan Ukhuwah Islamiyah
Dalam konteks Indonesia, sebagai negara yang memiliki keberagaman etnis, budaya, dan agama, menemukan keseimbangan antara nasionalisme dan ukhuwah Islamiyah merupakan tantangan yang penting. Kedua konsep ini memiliki landasan yang kuat, namun terkadang terlihat seolah-olah bertentangan. Untuk mencapai harmoni, perlu dipahami dan diintegrasikan secara bijak.
Nasionalisme adalah paham yang mengajarkan cinta terhadap tanah air dan bangsa. Di Indonesia, nasionalisme berakar kuat pada nilai-nilai Pancasila, yang mencerminkan kebhinnekaan serta kesatuan dalam keragaman. Ideologi ini mengedepankan persatuan nasional, integritas territorial, dan kesetiaan pada negara.
Ukhuwah Islamiyah adalah konsep persaudaraan dalam Islam yang mengajarkan solidaritas dan kebersamaan di antara umat Islam di seluruh dunia. Prinsip ini menekankan pentingnya saling membantu dan menjaga hubungan baik antar sesama Muslim, tanpa memandang batas negara.
Tantangan dalam Mengintegrasikan Keduanya
Integrasi antara nasionalisme dan ukhuwah Islamiyah sering kali dihadapkan pada beberapa tantangan:
1. Identitas Ganda: Umat Islam di Indonesia harus menyeimbangkan identitas mereka sebagai warga negara Indonesia dan sebagai anggota komunitas Muslim global. Kadang-kadang, tuntutan dari kedua identitas ini dapat berkonflik.
2. Tragedi Politik dan Sosial: Peristiwa politik atau sosial tertentu dapat memicu ketegangan antara kesetiaan nasional dan solidaritas keagamaan. Misalnya, kebijakan luar negeri yang tidak sejalan dengan kepentingan umat Islam global dapat memicu reaksi dari kalangan Muslim domestik.
3. Interpretasi yang Berbeda: Beragamnya interpretasi terhadap ajaran Islam dan konsep nasionalisme dapat menyebabkan perbedaan pandangan di dalam masyarakat.
Mencari Keseimbangan:
Untuk mencapai keseimbangan antara nasionalisme dan ukhuwah Islamiyah, beberapa langkah berikut dapat dipertimbangkan:
1. Pendidikan yang Inklusif: Pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai kebangsaan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Kurikulum yang inklusif dapat membantu generasi muda memahami pentingnya menjaga kesatuan nasional tanpa mengorbankan prinsip ukhuwah Islamiyah.
2. Dialog Antar Komunitas: Dialog yang terbuka antara pemimpin agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah dapat mengurangi miskomunikasi dan meningkatkan pemahaman bersama mengenai pentingnya kedua konsep ini.
3. Kebijakan yang Adil dan Merata: Pemerintah harus memastikan kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif terhadap kelompok manapun, termasuk umat Islam. Keadilan sosial adalah kunci untuk menciptakan rasa memiliki dan kesetiaan pada negara.
4. Keteladanan Pemimpin: Pemimpin agama dan politik harus menjadi teladan dalam mempraktikkan nilai-nilai nasionalisme yang selaras dengan ukhuwah Islamiyah. Tindakan dan ucapan mereka harus mencerminkan komitmen terhadap kedua nilai ini.
Kata Akhir
Mencari keseimbangan antara nasionalisme dan ukhuwah Islamiyah adalah upaya yang memerlukan kebijaksanaan dan kepekaan terhadap keberagaman. Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim, integrasi yang harmonis antara cinta tanah air dan persaudaraan Islam sangat mungkin dicapai melalui pendidikan, dialog, kebijakan yang adil, dan keteladanan pemimpin. Dengan demikian, keberagaman yang ada dapat menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan memecah belah. © [***/goes]
(Penulis : Benz Jono Hartono adalah Praktisi Media Massa Anggota Dewan Pembina ASPIRASI INDONESIA untuk Penetapan 15 Maret sebagai Libur Nasional Hari Anti Islamofobia)